Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Horor Pilihan

Perjanjian Keramat, Xieshu

20 Mei 2024   14:21 Diperbarui: 20 Mei 2024   14:59 157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar oleh Sandra Peng dari pexel.com

Malam itu benar-benar mencekam. Langit diselimuti awan gelap yang berat, nampaknya mereka sedang menahan napas dalam kesunyian yang menakutkan. Angin berhembus pelan, membawa bisikan-bisikan yang terdengar seperti rintihan roh-roh yang gelisah. Di jalan-jalan sempit itu, bayang-bayang panjang dari lampion merah bergoyang pelan, menciptakan tarian yang mengerikan di antara bayangan dinding-dinding bangunan tua.

Di sebuah rumah kayu yang sudah reyot, seorang wanita tua duduk di depan altar, wajahnya diterangi oleh cahaya lilin yang berkedip-kedip. Di atas altar yang dikenal sebagai "Shen tai," meja untuk sembahyang, berbagai persembahan telah disiapkan: buah-buahan, bunga, dan dupa yang terbakar perlahan, menyebarkan aroma menenangkan yang menyelimuti ruangan. Bibir wanita itu bergetar, mengucapkan mantra kuno dalam bahasa Tionghoa yang penuh dengan kekuatan dan misteri.

"Nan wu Amituofo, she wo zui nie, hu wo ping an" [1]

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari lorong di belakang rumah, langkah itu berat dan lambat, seperti milik seseorang yang menanggung beban dunia di pundaknya, langkah itu membuat rumah kayu itu berteriak dalam deritan susuan lantai kayu yang reyot. Wanita tua itu berhenti berdoa, matanya menyipit, tiba-tiba tubuhnya menegang. Ia tahu, sosok yang mendekat bukanlah manusia.

Pintu lorong terbuka dengan derit yang menyayat telinga, dan bayangan gelap muncul di ambang pintu. Udara seketika menjadi dingin, napas wanita itu berembun di depan wajahnya. Sosok itu melangkah maju, memperlihatkan tubuhnya yang kurus dengan mata merah menyala yang memancarkan kebencian abadi.

"Wen," suara serak dan dalam memanggil nama wanita itu, suara berat itu terdengar seperti berasal dari kedalaman bumi. "Kau belum menyelesaikan janji kita."

Wen menggigil, kenangan akan perjanjian terkutuk yang dibuatnya bertahun-tahun lalu kembali menghantuinya. Ia mengira bahwa waktu telah menghapus hutang yang harus dibayarnya, namun malam ini, roh itu kembali menuntut haknya. Api lilin tiba-tiba padam, ruangan menjadi sangat gelap gulita. Di dalam kegelapan itu, Wen merasakan tangan dingin mencengkeram bahunya, menariknya perlahan ke dalam bayangan abadi.

Wen berusaha melawan, tapi kekuatan roh itu terlalu besar. Ia terhuyung-huyung mundur, mencoba menarik diri dari cengkeraman yang mengerikan itu. Bibirnya kembali bergetar, mengucapkan mantra yang pernah diajarkan oleh gurunya bertahun-tahun yang lalu.

"Da ci da bei Guanshiyin Pusa, qiu nin baoyou wo, qu san xie ling." [2]

Namun, roh jahat itu hanya tertawa dingin, suara yang menggema di seluruh ruangan, membuat darah Wen membeku. "Doamu tidak akan menyelamatkanmu, Wen. Janji adalah janji. Kau berhutang nyawa padaku."

***

"Yo Gees... balik lagi bersama gue, Ksatria Petir..." sapa Rizky di layar kamera yang biasa dilakukannya setiap memulai acara untuk saluran YouTube-nya, "malem ini, gue sama Bowo mau ngecek sebuah rumah yang terletak di daerah Glodok, Jakarta Barat, Gees..." ucap Rizky sambil memunculkan wajah Bowo di depan layar kamera.

Rizky, pemilik saluran YouTube dengan tema misteri itu ingin membuktikan bahwa hantu itu hanyalah ilusi belaka, sering sekali Rizky bersama timnya mengunjungi tempat-tempat yang dianggap angker, menyeramkan, nyatanya sampai sejauh ini mereka memang belum pernah menemukan hantu yang benar-benar muncul dan menunjukkan wajahnya dihadapan mereka.

Mereka mendapatkan tantangan dari seseorang yang menuliskan alamat di kolom komentar saluran YouTube milik Rizky, sebuah rumah yang tidak pernah berubah bentuknya sejak tahun 1942, pemerintah daerah saja tidak berani mengambil alih tanah dan bangunannya, meskipun pemiliknya sudah tidak ada.

Rumah bergaya oriental yang pernah berdiri megah di zamannya, dengan atap melengkung tajam yang menyerupai tanduk naga, dengan dinding kayu yang diukir dengan rumit, menceritakan kisah-kisah kuno. Pintu merah besar terbuat dari kayu tebal, berderit saat terbuka, seperti mengeluh atas rahasia kelam yang disembunyikannya. Lorong-lorong sempit di dalamnya dipenuhi bayang-bayang, membawa bisikan masa lalu yang tak pernah padam.

Rumah itu kini terlihat seperti hantu dari masa lalu, terabaikan dan dilupakan. Dindingnya yang dulu megah kini pudar dan retak, terendam oleh lumut dan tanaman liar. Pintu-pintunya yang dahulu gagah kini teronggok, tergerus oleh waktu. Di dalamnya, debu dan lembab, menyelimuti setiap sudut dengan kesunyian yang mencekam, sepertinya roh-roh dari masa lalu masih berdiam di dalamnya, menunggu untuk menceritakan kisah-kisah terlarang yang terkubur bersama waktu.

Rizky dan Bowo disambut oleh aroma dupa ketika menginjakkan kakinya di lantai kayu rumah itu. Shen tai, meja untuk sembahyang yang menyambut mereka ketika membuka pintu itu terlihat baru, hanya benda itu satu-satunya yang tidak termakan waktu, sepertinya ada yang mengganti persembahannya setiap hari, dupanya saja masih panjang.

"Woi, jangan maenin senter," teriak Rizky, Rizky marah karena mereka hanya punya satu penerangan yang terpasang di atas kamera, senter itu mati secara mendadak, Rizky tahu, Bowo tidak mungkin melakukan itu, pasti ulah hantu-hantu di rumah tua ini, pikir Rizky, "gue tadi liat ada yang jalan ke arah kita," bisik Rizky pada Bowo yang berdiri tepat di belakangya.

"Hape-hape, pake senter dari hape aja, Ki," balas Bowo panik, karena biasanya mereka mendatangi tempat-tempat angker bersama tim yang berjumlah 5 orang, kali ini mereka hanya berdua. "Buruan Ki, gelap nih..."

Dalam kegelapan, bau dupa yang kental menyergap hidung Rizky dan Bowo secara tiba-tiba, tetapi kali ini, aroma itu terasa sangat busuk, Rizky merogoh saku celananya untuk mencari ponsel, dia segera menyalakan senter. "HAAAAAAA..." teriak mereka berdua, karena melihat sosok dengan wajah terkulai lelah, kulitnya membusuk, matanya terbeliak keluar, menatapan penuh dengan kebencian yang tak berujung. Rambutnya kusut, berlumut, bergerak seperti tangan-tangan dari bayangan yang siap merengkuh nyawa yang tak berdosa. Tubuhnya melingkar seperti angin yang menusuk tulang, mengirim gelombang ketakutan ke dalam jiwa mereka berdua.

"Wen," suara serak, serta dalam memanggil seseorang, suara berat itu terdengar sangat memilukan, "Kau belum menyelesaikan janji kita."

Rizky merasakan tangan dingin mencengkram bahunya, menariknya perlahan, Rizky tidak mampu melawan, tubuhnya lemah seketika, sementara Bowo sudah tergeletak pingsan.

Keesokan paginya, Bowo dibangunkan oleh seseorang yang menyipratkan air ke wajahnya, Bowo terbangun karena dicipratkan air suci, dia langsung terduduk, tubuhnya langsung bergetar oleh sensasi dingin yang menusuk tulang. Matanya membelalak dengan tatapan kosong, Bowo merasakan getaran aneh melintasi dirinya, energi negatif yang mengendap dalam dirinya mulai terusir oleh kehadiran air suci yang sakral. "Tenang... tenang," suara seorang pria tua itu membuat Bowo sadar, dia bersama Rizky semalam.

"Pak, teman saya mana?" Mata Bowo mencari-cari keberadaan Rizky di sekelilingnya, "teman saya mana, Pak?" Tergurat kesedihan di wajahnya.

"Teman kamu sudah memenuhi takdirnya." Pria tua itu menatap wajah Bowo tajam, "Mari saya antar pulang."

Pria tua itu tidak ingin menceritakan kisah Wen yang pernah membuat perjanjian dengan darahnya sendiri. Ayah Wen seorang pengusaha rokok kretek di Batavia, sejak pendudukan Jepang di Batavia pada 5 Maret 1942, pabrik rokok milik ayahnya hancur, bukan hanya pabrik yang musnah, Ayah Wen pun hilang kabarnya dipaksa menjadi Romusha, Wen yang saat itu tidak sadar tengah berbadan dua terbakar api dendam, karena suaminya meregang nyawa ditangan pasukan Nipon.

Wen mendatangi seorang Ta-Thung, dukun sakti, Wen melakukan ritual yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun, termasuk Ta-Thung itu sendiri, dalam ritualnya, Wen memberikan darahnya langsung pada Jiang Shi, hantu yang haus darah itu menerima perjanjian berdarah yang akan terus membawanya hingga akhir dunia.

Setelah perjanjian terlarang itu, beberapa hari kemudian, tentara-tentara Nipon itu mati mengenaskan, ada yang darahnya kering, ada yang tiba-tiba membusuk, ada juga yang bola matanya keluar secara tiba-tiba. Setelah Indonesia merdeka, Wen sadar, dia sudah tidak lagi melakukan ritual Xieshu, sebuah ritual hitam yang sangat berbahaya.

Wen telah menemukan kehidupan baru, sayangnya Wen lupa dengan janjinya, untuk selalu memberikan darah segar untuk Jiang Shi.

"Wen," Suara itu teringiang di telinga Bowo, "Kau belum menyelesaikan janji kita!" Seketika tubuh Bowo bergelinjang di lantai kayu yang penuh debu.

Pria tua itu hanya menatap Bowo yang sedang sekarat, "Selesaikan janji ritual itu, setelah ini, kau akan berurusan denganku," Pria itu lalu pergi meninggalkan Bowo yang sedang kehabisan darah.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

Catatan Kaki:

[1] Salam kepada Buddha Amitabha, ampunilah dosa-dosaku, lindungilah aku dengan kedamaian.

[2] Dewi Kwan Im yang penuh kasih dan belas kasih, mohon lindungi aku, usirlah roh jahat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Horor Selengkapnya
Lihat Horor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun