Rizky merasakan tangan dingin mencengkram bahunya, menariknya perlahan, Rizky tidak mampu melawan, tubuhnya lemah seketika, sementara Bowo sudah tergeletak pingsan.
Keesokan paginya, Bowo dibangunkan oleh seseorang yang menyipratkan air ke wajahnya, Bowo terbangun karena dicipratkan air suci, dia langsung terduduk, tubuhnya langsung bergetar oleh sensasi dingin yang menusuk tulang. Matanya membelalak dengan tatapan kosong, Bowo merasakan getaran aneh melintasi dirinya, energi negatif yang mengendap dalam dirinya mulai terusir oleh kehadiran air suci yang sakral. "Tenang... tenang," suara seorang pria tua itu membuat Bowo sadar, dia bersama Rizky semalam.
"Pak, teman saya mana?" Mata Bowo mencari-cari keberadaan Rizky di sekelilingnya, "teman saya mana, Pak?" Tergurat kesedihan di wajahnya.
"Teman kamu sudah memenuhi takdirnya." Pria tua itu menatap wajah Bowo tajam, "Mari saya antar pulang."
Pria tua itu tidak ingin menceritakan kisah Wen yang pernah membuat perjanjian dengan darahnya sendiri. Ayah Wen seorang pengusaha rokok kretek di Batavia, sejak pendudukan Jepang di Batavia pada 5 Maret 1942, pabrik rokok milik ayahnya hancur, bukan hanya pabrik yang musnah, Ayah Wen pun hilang kabarnya dipaksa menjadi Romusha, Wen yang saat itu tidak sadar tengah berbadan dua terbakar api dendam, karena suaminya meregang nyawa ditangan pasukan Nipon.
Wen mendatangi seorang Ta-Thung, dukun sakti, Wen melakukan ritual yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun, termasuk Ta-Thung itu sendiri, dalam ritualnya, Wen memberikan darahnya langsung pada Jiang Shi, hantu yang haus darah itu menerima perjanjian berdarah yang akan terus membawanya hingga akhir dunia.
Setelah perjanjian terlarang itu, beberapa hari kemudian, tentara-tentara Nipon itu mati mengenaskan, ada yang darahnya kering, ada yang tiba-tiba membusuk, ada juga yang bola matanya keluar secara tiba-tiba. Setelah Indonesia merdeka, Wen sadar, dia sudah tidak lagi melakukan ritual Xieshu, sebuah ritual hitam yang sangat berbahaya.
Wen telah menemukan kehidupan baru, sayangnya Wen lupa dengan janjinya, untuk selalu memberikan darah segar untuk Jiang Shi.
"Wen," Suara itu teringiang di telinga Bowo, "Kau belum menyelesaikan janji kita!" Seketika tubuh Bowo bergelinjang di lantai kayu yang penuh debu.
Pria tua itu hanya menatap Bowo yang sedang sekarat, "Selesaikan janji ritual itu, setelah ini, kau akan berurusan denganku," Pria itu lalu pergi meninggalkan Bowo yang sedang kehabisan darah.
-Tamat-