"Be... be... betul, Pak!" Ranto menjawab tegas meskipun takut, sepertinya hanya Ranto laki-laki yang berasal dari Timur Indonesia yang penakut, hampir semua teman-teman Sutarji yang berasal dari Timur Indonesia, berani menantang maut, bahkan, setan-setan di kampus Sutarji kocar-kacir karena mau dijadikan pepes oleh mereka.
"Kalau begitu, silakan di liat-liat dulu," Pak Surono mempersilakan Sutarji dan Ranto untuk berkeliling di rumah itu, "untuk masalah penerangan, nanti ada Mas Larto yang akan bantu kalian," Pak Surono kembali menatap Ranto tajam, "maklum, penghuni rumah ini sudah tidak ada," ucap Pak Surono sambil menyeringai sambil tertawa.
Ranto benar-benar ketakutan melihat gelagat pak Surono dia berlari mengejar Sutarji yang sedang menjelajahi rumah itu, Sutarji merasakan hawa dingin yang aneh, seolah-olah ada kehadiran yang tak kasat mata mengelilinginya, dari sudut mata Sutarji, dia melihat bayangan yang bergerak sangat cepat. Jantung Sutarji berdegup kencang ketika menyadari sebuah bayangan berkelebat, namun dia berusaha mengabaikannya dan terus melangkah.
Di lantai atas, Sutarji menemukan sebuah kamar yang pintunya terkunci rapat. Entah mengapa, hatinya mengatakan bahwa jawaban dari segala misteri desa ini tersembunyi di balik pintu itu. Dengan susah payah, dia mencoba mendobrak pintu tersebut. Setelah beberapa kali mencoba, akhirnya pintu itu terbuka dengan suara keras yang menggema di seluruh rumah.
Di dalam kamar itu, Sutarji menemukan sebuah kotak kayu tua yang terlihat seperti peti harta karun. Dengan tangan gemetar, dia membuka peti tersebut dan menemukan buku harian yang sudah usang. Buku itu ditulis oleh seorang mahasiswa yang dulu pernah KKN di desa itu. Saat Sutarji mulai membacanya, terungkaplah kisah mengerikan yang terjadi di desa itu beberapa puluh tahun yang lalu. Desa itu ternyata pernah menjadi tempat pembantaian besar-besaran oleh seorang dukun yang sedang mempraktekan ilmu hitamnya yang kejam. Roh-roh yang tak tenang masih berkeliaran, mencari keadilan dan balas dendam.
Tiba-tiba, di dalam kamar itu muncul angin kencang yang terbawa bersama suara tawa mengerikan yang terdengar sangat mencekam dari balik punggungnya. Sutarji membalikkan badan dengan cepat, dan di sana, berdiri sosok laki-laki berpakain serba hitam dengan mata merah menyala, menatapnya dengan tatapan marah juga penuh dengan kebencian.
Sutarji bingung, dia tidak tahu apa salahnya, mengapa laki-laki berpakaian serba hitam dan menyeramkan itu marah padanya, lalu, Sutarji merasakan tubuhnya membeku, dia tidak mampu bergerak atau berteriak. Laki-laki yang berpakaian serba hitam itu perlahan mendekat, dengan suara berbisik dan juga parau, serta tatapan yang dingin dan juga kejam, dia berkata, "Kau... seharusnya tidak datang ke sini. Kau... seharusnya tidak datang ke desa ini... Sekarang, kau akan menjadi bagian dari kutukan dari desa ini selamanya."
Setelah laki-laki yang berpakaian serba hitam dan menakutkan mengatakan kalimat itu, Sutarji merasakan ada sesuatu yang menyelusup merasuk ke dalam tubuhnya, seperti sebuah kekutan gelap yang sangat mencekam, menakutkan, masuk melalui mata, mulut, hidung, telinga, kekuatan kelam yang memaksa masuk kedalam tubuh Sutarji itu membuatnya jatuh pingsan.
Saat Sutarji tersadar, matahari sudah jauh condong ke barat, dia menemukan dirinya berada di tengah-tengah hutan, terduduk di bawah pohon sukun dengan menggenggam buku harian, padahal, Sutarji hanya membawa selembar kertas dengan papan jalan sebelumnya, desa itu telah lenyap, seolah-olah hanya ada dalam mimpi buruk. Sutarji berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu, bertekad untuk tidak pernah kembali.
Dia mengurungkan niatnya untuk mencari tahu pohon sukun yang tumbuh subur di antara pohon-pohon jati yang besar-besar, sebagai seorang mahasiswa jurusan teknik pertanian, melihat pohon sukun yang tumbuh sendirian di tengah-tengah hutan jati menjadi tentu saja pertanyaan besar, apa lagi, konon kata penduduk desa setempat, tidak ada yang pernah menanamnya, bagaimana mungkin pohon sukun bisa tumbuh sendiri tanpa ditanam? Pohon sukun yang tumbuh di tengah hutan ini adalah jenis pohon sukun tanpa biji, lalu siapa yang menanamnya?
Masyarakat desa itu menyebutnya, pohon sukun keramat.