Di dalam rimbunan kenangan, terdapat kebisuan yang merangkul setiap sentuhan rindu. Kehilangan, itu adalah sebuah perjalanan menuju hati yang tak terjamah oleh kata-kata. Dalam pergulatan dengan kekosongan, manusia akan menemukan keajaiban-keajaiban yang tersembunyi di balik kabut kesedihan.
Seperti dedaunan yang meranggas di musim gugur, manusia belajar merelakan yang telah tiada dengan harapan baru yang tumbuh dari setiap jatuhnya helai kenangan-kenangan itu. Dalam sunyi, manusia mendengar dentingan memori yang terukir abadi dalam lorong waktu.
Namun, di antara kerinduan yang menghampiri, manusia-manusia itu menemukan kekuatan untuk melangkah. Kehilangan bukanlah akhir, melainkan permulaan dari bab-bab baru dalam buku kehidupan. Dalam setiap langkah yang manusia ambil, mereka membawa cerita-cerita yang menjadi bagian tak terpisahkan dari diri mereka.
Ingatlah, manusia-manusia itu tidak sendiri dalam perjalanannya. Di antara reruntuhan rindu, manusia-manusia itu akan menemukan tangan-tangan yang siap menyusun serpihan-serpihan itu kembali, suara-suara yang menghibur, serta cahaya yang menuntun mereka melalui kelamnya malam. Bersama-sama, mereka mengarungi lautan kehilangan dengan penuh keberanian dan kebijaksanaan.
Sebab di dalam kehilangan, manusia akan menemukan esensi sejati dari kehidupan. Di dalam pelukan kekosongan, manusia merangkul keberadaan dirinya yang utuh. Manusia belajar tentang nilai-nilai yang sebenarnya penting, tentang cinta, keikhlasan, dan keberanian untuk melangkah maju.
Jadi, apakah manusia akan merelakan kehilangan? Atau membiarkannya menjadi guru yang mengajarkan mereka akan kehidupan. Bukankah seharusnya mereka membiarkan setiap jatuhnya daun menjadi pengingat akan keindahan yang pernah mereka miliki? Matahari pasti terbit, kehidupan yang baru akan muncul, lebih baik menyambut hari-hari baru dengan hati yang penuh harap.
***
"Aku enggak bisa lupain kamu!" isak Dinda, sambil meratapi kehilangan yang melingkupinya. Di balik tangisnya, tersembunyi luka-luka yang tak terucapkan, dan di antara suara isaknya, tersirat kerinduan yang menggema dalam jiwa yang terluka. "Aku enggak bisa lupain kamu," serunya sekali lagi, seperti mantra yang terus bergema di bawah alam sadarnya.
Dinda menghadapi perasaan hampa, dia berusaha dengan penuh keberanian untuk tegar, meskipun terasa seperti memikul beban yang tak terhingga. Setiap detik yang berlalu bagaikan pisau yang menusuk-nusuk dalam hatinya yang rapuh. Namun, di tengah kegelapan hatinya itu, ia berusaha meraih serpihan-serpihan cahaya kecil dari kenangan-kenangan bersama orang yang dicintainya itu, membangun kembali jalan yang terputus di dalam dirinya.
Kehilangan itu membentuk kisah hidupnya, merajut benang-benang kepedihan menjadi mahakarya yang tak ternilai. Dalam kebisuan malam, ia menemukan kekuatan untuk melangkah maju, meski langkahnya kadang gemetar dan ragu. Dan di setiap senja yang merayap perlahan, Dinda menyaksikan keajaiban baru: kemampuannya untuk tumbuh dan mekar, bahkan di tengah tandusnya kehilangan.