"Aku tahu Cep, kamu tidak mau dengar nama itu, tapi... apa dia bisa menanti kamu di surga?" tanyaku, ketika Cecep berada persis di hadapan Badrun dan sedang bersungut-sungut.
"Sudah, aku enggak mau denger ocehan kamu lagi, Badrun."
Badrun diam, dia hanya melangkahkan kakinya menuju tempat pengepul, dia harus menimbang, plastik, kardus dan juga beberapa barang lainnya yang ada di keranjang yang di gembloknya.
"Badrun? apa kamu rindu istrimu?'Â
"Enggak..." ucapku santai, Cecep terngaga mendengar jawabanku. Siti itu istri yang sholehah, tidak sama seperti Kokom yang kabur bersama laki-laki lain, dan juga tidak sama seperti Wati yang setiap hari berantem dengan suaminya.
"Kenapa?"
"Karena, aku tahu, dia sedang menantiku di pintu Surga."Â
-Tamat-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H