Mengapa Tuhan masih saja menciptakan manusia-manusia sampah? Mereka leluasa menginjak-injak wajah bumi, dengan keangkuh, keserakahan, kerusakan, kekerasan dan kemunafikan.
Lalu, apa yang melandasi mereka? Agama? rasanya bukan, karena, apa yang mereka yakini sebagai keyakinan itu adalah sesuatu yang suci, mana mungkin sesuatu yang sakral merusak wajah bumi.
Bagaimana dengan Iblis? Nampaknya, dia santai-santai saja melihat perangai para manusia sampah itu, kemarin, dia menyeringai puas ketika keserakahan serta kemunafikan memberangus hati seorang perempuan yang sudah dekat dengan kuburannya.
Iblis sama sekali tidak melakukan tugasnya, dia hanya menjadi penonton dalam pertarungan sengit itu, bersorak sorai ketika perempuan itu mengucapkan sumpah serapahnya, karena, kemunafikan menang telak, lalu, tiba serakah, hanya dengan sekali pukulan, tergeletaklah hati nurani perempuan itu.
Sungguh sangat iba melihat hati nurani yang babak belur, sayangnya, Tuhan pernah berujar, "Kaum hawa-lah yang lebih banyak di neraka."
Mana mungkin Tuhan bercanda, lihat saja, apa bila berurusan dengan kaum hawa, Iblis tidak pernah melakukan tugasnya, dia hanya menyeringai, senyumnya puas, dan bahkan dapat menggantikan tugas Iblis yang sudah diperintahkan Tuhan padanya.
Padahal, perempuan itu makhluk yang paling mulia di mata Tuhan, di hatinya Tuhan titipkan rasa cinta, kasih sayang dan juga kelembutan, Tuhan tinggikan derajatnya, yang membuat rasa nyaman bila berada dalam pelukannya, Tuhan juga melimpahkan rasa rindu yang membuatnya selalu menantikan orang-orang yang selalu di cintainya.
Sayangnya, terkadang rasa itu disalah gunakan oleh mereka, kasih sayang, cinta dan rindu itu menjadi terlarang, lalu siapa yang harus disalahkan? Salahkah Tuhan menitipkan semua itu padanya?
"Hei, kenapa kamu bengong?" tanya Iblis pada sahabatnya, Iblis muda yang baru menjadi Iblis, dia ternganga lebar melihat manusia yang bertingkah melebihi dirinya.
"Itu... manusia?" ucapnya, suaranya agak tercekat, dia terkejut menyaksikan perangai manusia.