"Pemulung itu sering ke sini, Om?" tanya Andri penasaran.
"Ya, kadang-kadang," ucap pak tua santai, meskipun dia ingin tahu isi pikiran Andri saat itu.
"Om punya nomor ponsel pemulung itu?" Andri terlihat memaksa.
"Ngawur... untuk apa tanya-tanya nomor telepon dia!" Laki-laki tua itu nampak bersungut-sungut, memang seperti itu ekspresi wajahnya kalau bicara, maklum saja orang tua, Andri tidak pernah ambil pusing dengan gaya bicara dan ekspresinya ketika berdiskusi dengan laki-laki tua itu, "eh, kenapa kamu mau tau?" sambung laki-laki tua itu dalam pertanyaan, ia benar-benar penasaran.
Andri semakin gelisah, jelas sekali raut wajahnya resah, seperti sedang berfikir keras namun ada juga rasa takut di dalam guratan wajahnya saat itu.
"Andri... kenapa kamu?" tanya pak tua tegas, ia ingin memastikan Andri baik-baik saja, sebenarnya pak tua itu ingin membantunya, itu pun kalau Andri mau cerita, Andri sangat tertutup, meskipun dia sering mampir ke toko buku loak itu, Andri hanya baca, minum kopi, merokok lalu pergi, kata-kata yang meluncur dari mulutnya pun dapat dihitung jari.
"Buku ini pernah jadi teman hidup saya, Om," Ketika Andri megatakan kalimat itu, matanya perlahan bercaka-kaca, mungkin sudah tidak lagi terbendung, air kesedihan itu kini meluap hingga ke pelupuk mata, "Penulis buku ini pernah bilang ke saya... Saya tidak akan mungkin ada selamanya, tapi, tulisan ini akan ada selamanya," Air mata itu akhirnya tumpah juga setelah bergelayut cukup lama di dalam jiwa.
Laki-laki tua yang sedang sibuk membuat barisan buku-buku yang terlihat bak prajurit sejati itu akhirnya berdiri dan lalu menghampirinya.
"Emang siapa sih yang nulis?" Laki-laki tua itu tidak tau cara menghibur orang lain, dia sudah terlalu lama hidup sendiri, istrinya lari bersama laki-laki yang lebih kaya materi, anaknya pun telah lama pergi, dia hidup sendiri, hanya barisan prajurit pengetahuan saja yang menemani, terkadang Andri yang singgah di antara waktu-waktunya yang selalu menggerogoti.
"Bukan penulis terkenal," balas Andri. Pak tua itu semakin memicingkan matanya, mencari nama dari penulis buku lusuh yang sedang digenggam Andri.
"Coba liat!" pinta laki-laki tua itu sambil menyodorkan tangannya.