Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Apakah Kamu Lebih Malu terhadap Manusia, Ketimbang Tuhan?

4 Mei 2024   19:17 Diperbarui: 4 Mei 2024   19:27 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar oleh cottonbro studio dari pexel.com

SESOSOK bayangan melintas di antara sorot mata, lalu menyelinap dengan keanggunan di antara kata-kata yang tercekat. Ia adalah senyum yang terlipat di balik lapisan-lapisan keraguan, sebuah pujian yang mempermainkan hati yang terbuka. Dalam keheningan rasa, tersembul malu, dia adalah melodi yang mengalun lembut, merangkul kehancuran berserta kecantikan dalam satu gerakan yang tak pernah luput dalam ingatan. Ia bukanlah sekadar rasa, tetapi sebuah persembahan yang mampu memperindah kelemahan manusia dalam segala kemuliaannya.

Sepertinya, Iblis pun punya rasa malu, namun perasaan itu tersembunyi di balik tirai kebanggaannya yang terlalu besar, perasaan itu sebuah bayangan palsu, sebuah kedok untuk menyebarkan kebencian dan kedengkian yang akan menguasai hamba-hamba Tuhan yang tersesat dalam perasaan malu. Iblis paham benar, perasaan malunya bukan rasa malu yang suci, melainkan sebuah penyesalan palsu yang terlilit dalam ambisi dan keinginan untuk membangkang kepada Kebenaran.

Dalam segala perbuatannya, Iblis gemar memutarbalikkan perasaan itu, Iblis mencoba menyembunyikan rasa malu para hamba-hamba Tuhan di balik topeng-topeng keangkuhan, Iblis juga sadar bahwa di dalam kegelapan yang ia ciptakan, rasa malu itu tetap ada, sebagai saksi dari keputusasaan dan juga penderitaannya yang tak mungkin terucapkan. Iblis, sang pembangkang yang terkutuk, memperlihatkan pada hamba-hamba Tuhan, bahkan dalam kegelapan terdalam pun, cahaya Kebenaran itu akan tetap bersinar, cahaya itu sedang menantikan mereka yang mau kembali kepada-Nya dalam taubat dan kesucian.

***

"Jangan nengok!" tunjuk Linda di wajah Bobby, matanya tanpa sengaja melihat seorang laki-laki berusia lanjut yang sedang duduk berdua dengan seorang wanita yang sepertinya tidak jauh berbeda usia dengannya, padahal Linda dan Bobby baru saja tiba di tempat itu, mata Linda memang seperti elang, atau memang mata semua wanita seperti itu?

"Kamu kenal sama mereka?" tanya Bobby, dia tidak memperhatikan dengan seksama sosok laki-laki yang sedang duduk berdua dengan seorang wanita di sudut ruangan itu, memang terlihat tidak lazim di hadapan Linda, pasalnya, tempat itu, biasanya, hanya dikunjungi pasangan usia muda, atau remaja yang ingin melepas penat, meskipun ada juga pengunjung tempat ini yang berusia tiga puluhan atau empat puluhan, biasanya mereka itu adalah pasangan yang sedang berselingkuh.

"Ssstttt, berisik ih!" Linda bersungut-sungut menjawab pertanyaan dari Bobby, "jangan liat dan nengok ke arah mereka," Linda membelalakkan matanya, wajahnya terlihat sangat serius, lalu, kepalanya di goyang-goyangnya ke arah pasangan itu, "eh... eh, tapi, kamu liat dulu deh... mereka ngapain?"

"Makan!"

"Bodoh..." Linda terlihat marah, "mereka itu selingkuh!" ucap Linda tegas dalam bisiknya. Mata Linda menangkap sesuatu yang tidak selayaknya terjadi, mana ada kakek-nenek makan berduaan sambil pegangan tangan, belum pernah juga Linda melihat kakek-nenek makan berduan tapi terlihat kikkuk, yang membuat Linda berfikir keras, kemana anak dan cucu mereka? Bukankah pasangan sah di usia mereka lebih senang makan bersama anak-anak dan cucu-cucu mereka?

"Terus, kenapa? Masalahnya apa?" tanya Bobby, dia bingung. bagi Bobby pasangan tua itu bukan masalahnya.

"Pikir..." Linda menunjuk-nunjuk kepalanya, alisnya meninggi melebihi keningnya yang lebar, ekspresi wajahnya terlihat semakin marah, tangannya langsung disilangkannya di dada, setelah menatap Bobby dalam-dalam dia buang wajahnya jauh-jauh.

Bobby semakin bingung, mengapa Linda menjadi begitu tertarik membahas dimensi yang berbeda, hanya karena melihat manusia yang usianya sudah tidak lagi muda sedang berpacaran, lalu membuat hatinya jadi berantakan? Apa salahnya mereka pacaran? Bukankah mereka juga manusia, butuh teman pendamping hidup?

"Linda, sayang, aku tidak akan pernah selingkuh!" Bobby berusaha meyakinkan Linda, ia membujuknya, ia tidak ingin melihat Linda marah, karena kalau sampai tidak reda, bisa panjang urusannya.

"Iya, aku juga tahu, kamu udh cinta mati sama aku," Linda cemberut, dia menatap mata Bobby tajam, "aku juga cinta mati sama kamu," tutup Linda dalam amarahnya, wajahnya masih saja ditekuk, wajah cantik itu kini persis seperti kertas yang baru saja di bentang setelah diremas-remas, kusut, berantakan tidak karuan, tapi Linda tetap cantik di mata Bobby.

"Terus, kenapa?" Tangan Bobby meremas tangan Linda yang sedang duduk di sampingnya.

"Bobby..." ucap Linda lirih, matanya menusuk tajam kedalam hati Bobby, tatapan itu nampak ingin mengucapkan sesuatu, sayangnya, bola matanya membisu, terbelenggu oleh perasaan yang tidak dapat terungkap oleh kata, pupil matanya membesar seolah-olah ingin membongkar jiwanya ciut karena takut, ia tercekat setelah memanggil nama kekasihnya, laki-laki yang sudah dikenalnya selama enam tahun itu tidak dapat membuatnya terbuka.

Melihat Linda dengan gelagat seperti itu membuat Bobby bingung, kenapa kekasih hatinya tiba-tiba saja berubah, biasanya, Linda selalu berceloteh asal-asalan apa bila melihat pasangan-pasangan yang tidak sesuai dengan pola pikirnya, dengan entengnya dia mengumpat, menyindir lalu menatap nyinyir pada mereka, namun, pasangan ini tidak sama, ada apa?

"Bobby, apakah kamu punya rasa malu?"

***

TUHAN, dalam keagungannya yang tak terhingga, menghadirkan rasa malu yang suci sebagai manifestasi cahaya rahmat-Nya yang abadi. Dalam kerendahan-Nya, Dia menunjukkan pemahaman yang dalam terhadap kesalahan dan keragu-raguan manusia. Rasa malu-Nya bukanlah hukuman, melainkan panggilan lembut kepada jiwa yang terluka, mengajak untuk kembali dalam taubat dan kesucian.

Dalam setiap langkah-Nya yang penuh hikmah, Tuhan menegaskan tentang rasa malu, bahkan dalam kalam kesucian-Nya, memahami penderitaan dan belas kasihan terhadap ciptaan-Nya. Rasa malu-Nya adalah tanda kasih-Nya yang tak terbatas, mengundang manusia untuk mencari pengampunan dan hidup dalam kebenaran-Nya. Dalam kehadiran-Nya yang agung, manusia menemukan penghiburan dan harapan yang kekal, sebab Dia adalah sumber kebaikan yang tak pernah surut.

"Linda? Ada apa?" tanya Bobby lembut, acara mereka sore itu batal, setelah melihat pasangan kakek-nenek itu Linda tidak lagi bersemangat menghabiskan waktu akhir pekan bersama Bobby, padahal, biasanya mereka lupa waktu, sering juga pulang pagi. Mereka sedang dalam perjalanan pulang, Linda tiba-tiba memaksa pulang.

Linda hanya menatap, mata itu sama seperti tadi, ketika Linda melihat pasangan usia senja yang terlihat sedang menghabiskan waktu itu, ada apa? Bobby benar-benar tidak tahu?

"Kamu enggak apa-apa, kan?"

Linda hanya menggeleng, ia ingin menceritakan semuanya, ia ingin menjadi dirinya sendiri, Linda yang selalu berceloteh dengan lantang apa bila nampak sesuatu yang janggal di hadapan matanya, namun, kali ini ia merasa malu, andai saja Bobby tahu siapa yang duduk berdua di ujung ruangan itu, sepasang kekasih haram itu, tidak, Linda menolak pikirannya, Bobby tidak boleh tahu.

"Baru jam 7, biasanya kita pulang pagi!"

"Pulang aja, Bobby," pinta Linda.

Nafsu liarnya hilang seketika, dia hanya ingin pulang, mungkin saja dia ingin merenung atau ingin merangkai kata untuk menyampaikan apa yang dia lihat tadi, pada sahabatnya, Eva. Mereka selalu bersama sejak SMP dan bahkan hingga saat ini, mereka sering menghabiskan waktu bersama di waktu senggang, hobby mereka sama, jenis musik yang sama, selera cowok yang sama, sahabat sempurna bagi Linda.

Wanita yang duduk di ujung ruangan itu adalah ibunya Eva, wanita yang duduk di sudut itu adalah guru di sekolah Linda dan Eva, guru yang lebih sering ceramah tentang agama ketimbang berkhotbah tentang Fisika, namun, apa yang terjadi di dunia nyata, kelakuannya tidak sejalan dengan kata-katanya, usia pun sudah tidak lagi muda, mungkin lusa dia akan pergi meninggalkan dunia.

Wanita yang bercengkrama di ceruk ruangan itu telah ditinggal pergi oleh suaminya tiga belas tahun yang lalu, Linda paham, mungkin wanita tua itu ingin menikmati hari tuanya, sayangnya, laki-laki yang sedang merayu wanita itu adalah tetangganya, hanya berjarak tiga rumah dari rumah Linda, istrinya pun masih hidup, sehat, dan masih aktif mengisi waktu tuanya, laki-laki yang memuntahkan kata-kata manis pada ibunya Eva itu sering menjadi buah bibir bagi warga sekitar rumah Linda, mereka menyebut laki-laki itu "Gila."

***

Ternyata memang Linda hanya ingin sendiri di rumah, dia tidak butuh siapa pun saat ini, dia hanya ingin sendiri. Bobby memutuskan untuk pulang setelah berjam-jam tanpa kata dan canda.

Dengan langkah gontai dia masuk kedalam mobilnya, setelah Linda memberikan kecupan dari balik pagar, mobil Bobby melesat pergi, setelah beberapa ratus meter beranjak dari rumah Linda, dia melihat seorang laki-laki berusia lanjut terlihat memakirkan motornya, lalu dia nampak sedang mengoceh sendiri.

"Eh, dia kan bapak-bapak tadi!"

-Tamat-

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun