"Pikir..." Linda menunjuk-nunjuk kepalanya, alisnya meninggi melebihi keningnya yang lebar, ekspresi wajahnya terlihat semakin marah, tangannya langsung disilangkannya di dada, setelah menatap Bobby dalam-dalam dia buang wajahnya jauh-jauh.
Bobby semakin bingung, mengapa Linda menjadi begitu tertarik membahas dimensi yang berbeda, hanya karena melihat manusia yang usianya sudah tidak lagi muda sedang berpacaran, lalu membuat hatinya jadi berantakan? Apa salahnya mereka pacaran? Bukankah mereka juga manusia, butuh teman pendamping hidup?
"Linda, sayang, aku tidak akan pernah selingkuh!" Bobby berusaha meyakinkan Linda, ia membujuknya, ia tidak ingin melihat Linda marah, karena kalau sampai tidak reda, bisa panjang urusannya.
"Iya, aku juga tahu, kamu udh cinta mati sama aku," Linda cemberut, dia menatap mata Bobby tajam, "aku juga cinta mati sama kamu," tutup Linda dalam amarahnya, wajahnya masih saja ditekuk, wajah cantik itu kini persis seperti kertas yang baru saja di bentang setelah diremas-remas, kusut, berantakan tidak karuan, tapi Linda tetap cantik di mata Bobby.
"Terus, kenapa?" Tangan Bobby meremas tangan Linda yang sedang duduk di sampingnya.
"Bobby..." ucap Linda lirih, matanya menusuk tajam kedalam hati Bobby, tatapan itu nampak ingin mengucapkan sesuatu, sayangnya, bola matanya membisu, terbelenggu oleh perasaan yang tidak dapat terungkap oleh kata, pupil matanya membesar seolah-olah ingin membongkar jiwanya ciut karena takut, ia tercekat setelah memanggil nama kekasihnya, laki-laki yang sudah dikenalnya selama enam tahun itu tidak dapat membuatnya terbuka.
Melihat Linda dengan gelagat seperti itu membuat Bobby bingung, kenapa kekasih hatinya tiba-tiba saja berubah, biasanya, Linda selalu berceloteh asal-asalan apa bila melihat pasangan-pasangan yang tidak sesuai dengan pola pikirnya, dengan entengnya dia mengumpat, menyindir lalu menatap nyinyir pada mereka, namun, pasangan ini tidak sama, ada apa?
"Bobby, apakah kamu punya rasa malu?"
***
TUHAN, dalam keagungannya yang tak terhingga, menghadirkan rasa malu yang suci sebagai manifestasi cahaya rahmat-Nya yang abadi. Dalam kerendahan-Nya, Dia menunjukkan pemahaman yang dalam terhadap kesalahan dan keragu-raguan manusia. Rasa malu-Nya bukanlah hukuman, melainkan panggilan lembut kepada jiwa yang terluka, mengajak untuk kembali dalam taubat dan kesucian.
Dalam setiap langkah-Nya yang penuh hikmah, Tuhan menegaskan tentang rasa malu, bahkan dalam kalam kesucian-Nya, memahami penderitaan dan belas kasihan terhadap ciptaan-Nya. Rasa malu-Nya adalah tanda kasih-Nya yang tak terbatas, mengundang manusia untuk mencari pengampunan dan hidup dalam kebenaran-Nya. Dalam kehadiran-Nya yang agung, manusia menemukan penghiburan dan harapan yang kekal, sebab Dia adalah sumber kebaikan yang tak pernah surut.