Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Tuhan

5 April 2024   17:49 Diperbarui: 5 April 2024   17:52 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayat-ayat itu mengalir seperti sungai yang meliuk-lukis di dalam hutan yang sunyi, membelah lembaran waktu dengan riak-riak kenangan yang terpatri dalam benak. Setiap ayat yang terjalin membentuk untaian kalimat seperti alunan melodi yang menggugah hati, menuntun perjalanan jiwa untuk menjelajahi dunia tak terduga di antara halaman-halaman yang terbuka lebar. Di dalam ayat itu, setiap adegan terpahat dalam imaji yang menggugah, membangkitkan emosi yang terpendam, dan menghidupkan kisah yang tersembunyi di balik kerumunan huruf-huruf yang menyatu dalam harmoni keindahan. Sebuah kisah yang tak hanya merangkai cerita, tetapi juga menjadi perjalanan yang tak pernah berkesudahan, sebuah petualangan yang memperkaya jiwa dengan makna-makna yang tak terlupakan.

***

Mata Zainudin berusaha menyakinkan Mel, "Dibalik kesulitan ada kemudahan," dia menatapnya sangat tajam, "Begitu juga kesedihan, dibaliknya ada kegembiraan," lanjut Zainudin yang masih duduk di hadapan Mel.

"Aku tak tau, Bang!" Air matanya mengalir, suaranya parau. Mel tidak tahu apa lagi yang harus dilakukannya, masalah yang sedang di hadapinya begitu pelik, hanya tangisan saja yang ada di benaknya saat itu.

"Air mata itu tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah kamu, Mel." Zainudin tidak lagi mengaitkan matanyanya pada Mel, dia membelakanginya saat mengatakan kalimat itu.

Sebenarnya Zainudin pun tidak tahu apa jalan keluar terbaik dari masalah yang sedang Mel hadapi saat itu, dia hanya berusaha untuk membuat Mel tidak terpuruk terlalu jauh, dia cemas, dia takut Mel akan berbuat sesuatu yang berakibat fatal, Zainudin tidak ingin mendengar kasus kejadian yang mengerikan lagi, dia sudah cukup trauma dengan kejadian yang pernah dialaminya dulu.

Zainudin seorang anak yatim-piatu, dia dibesarkan oleh Pak Lik, adik ibunya. Zainudin besar dalam lingkungan yang sangat kental dengan adat dan budaya, terutama agama, bahkan Zainudin dapat menghafal kalam Tuhan, semua ayat-ayat itu dilumat habis oleh otaknya yang haus akan ilmu, namun dia merasa kesepian, dia kehilangan cinta yang seharusnya hadir mengiringi langkahnya ketika mendawamkan lantunan kalam Tuhan itu.

Perasaan kelam yang menghitam karena kesepian selalu menghantui langkah Zainudin, ayahnya pergi terlebih dahulu padahal usianya masih muda, namun umur manusia sudah tertulis sebelum dia lahir, ayahnya jatuh ketika sedang memasang genteng, lehernya patah, nyawanya tidak dapat diselamatkan, Zainudin masih berumur 10 tahun saat kejadian terjadi. Ibunya menyusul dua tahun setelahnya, dia meninggalkan dunia dan juga anak semata wayangnya ketika sedang mencari nafkah, ibunya seorang petugas kebersihan, seorang pemotor menabraknya, pengendara motor yang tidak bertanggung jawab, karena jalanan masih sepi, jadi tidak ada saksi dan juga tidak ada yang menolong ibunya, akhirnya dia meregang nyawa sendirian dalam pagi yang dingin.

Zainudin dititipkan di sebuah pondok oleh Pak Lik, karena memang Zainudin sendiri yang ingin tinggal di pondok, dia ingin menjemput Ayah dan Ibunya ke surga kelak nanti, karena menurut cerita dari Ustad Nurdin ketika Zainudin sedang mengaji di surau Al-Ikhlas, seorang penghafal kitab Tuhan dapat membawa 7 orang ke surga. Zainudin anak yang baik, penurut, rajin dan juga cerdas, dengan mudah dia menelan semua tulisan-tulisan di dalam kitab itu ke dalam otaknya.

***

Waktu bergulir begitu cepat, sebentar lagi Zainudin akan masuk perguruan tinggi, berbagai ujian, cobaan dan rintangan telah dilaluinya dengan sabar, sayangnya, setiap manusia akan menghadapai kisahnya yang berbeda baik alur dan juga tokoh sampingan yang mungkin saja dapat mengubah alur ceritanya. Zainudin bertemu dengan seorang gadis nan cantik jelita, Maisyaroh, anak kepala desa, mereka bertemu di perpustakaan di pondok, saat itu, tanpa sengaja Zainudin menjatuhkan buku-buku yang dibawa oleh Maisyaroh, takdir memang sudah tertulis di Lauhul Mahfudz, di mana jalan hidup semua manusia sudah ditulis sebelum dilahirkan, Zainudin jatuh cinta pada pandangan pertamanya, dia lupa dengan tujuan hidupnya.

Perjumpaan menjadi perkenalan, lalu berubah menjadi sebuah kisah roman picisan, mereka berdua semakin dekat kemudian menyatakan cinta, Ayah Maisyaroh mendapatkan kabar dari orang-orang di sekitarnya kalau Maisyaroh menjalin hubungan dengan Zainudin, tentu saja berita itu membuat ayahnya Maisyaroh naik pitam, dia langsung menyuruh orang-orang suruhannya untuk membawa Zainudin kehadapannya.

"Kau ini siapa? Kau pikir, kau mampu menghidupi anak gadisku dengan ayat-ayat yang ada di kepala kau itu?" teriak ayahnya Maisyaroh saat Zainudin berada di hadapannya.

"Maafkan saya, Pak. Saya mencintai Maisyaroh," ucap Zainudin tegas.

"Hah... Cinta? Omong kosong," bentak ayahnya Maisyaroh.

"PLAK..." sebuah tamparan mendarat di pipi Zainudin, namun mata Zainudin tetap membara, "PLAK..." tamparan yang kedua juga mendarat dengan sangat keras.

Tamparan yang kedua itu membuat Zainudin tersadar, dia telah dibutakan oleh cinta, sejak saat itu dia sudah menetapkan di dalam hatinya, dia harus tetap berada pada jalan yang lurus, jalan yang sejak awal dia pilih, dia berjanji pada dirinya untuk pergi meninggalkan Maisyaroh.

***

Satu tahun berlalu, Zainudin mendapatkan beasiswa ke Mesir, dia sudah benar-benar lupa dengan Maisyaroh, yang ada dipikirannya saat itu hanya mengejar akhirat saja, dia ingin membuat ayah dan ibunya bangga di alam sana, hingga suatu ketika datang sepucuk surat dari temannya di pondok, sebuah berita yang mengabarkan bahwa Maisyaroh membutuhkan Zainudin, dia sakit, tidak mau makan, bahkan seperti orang yang sudah tidak waras.

Zainudin merasa iba dengan kondisi Maisyaroh, namun dia sudah menetapkan hati untuk tidak lagi mengejar Maisyaroh, apa pun yang terjadi, itu lah tekadnya.

Berbulan-bulan tidak ada kabar apa pun dari sahabatnya itu tentang Maisyaroh, meskipun diam-diam dia berusaha untuk mencari tahu kabar tentang Maisyaroh, akhirnya berita itu sampai juga melalui sepucuk surat dari sahabatnya di pondok setelah hampir setahun, sebuah kabar yang membuat darah Zainudin berdesir dan jantungnya hampir berhenti, Maisyaroh menggantung dirinya di dalam kamar dan meninggalkan sebuah surat.

Zainudin penasaran dengan isi surat itu, Zainudin heran, kenapa temannya tidak pernah memberitahunya, hingga akhirnya takdir dari surat yang di tulis oleh Maisyaroh itu tiba dihadapannya melalui tangan ayahnya Maisyaroh.

***

Zainudin,

Aku seharusnya tidak perlu menulis surat ini padamu, tapi batinku meronta, jiwaku terkungkung oleh belenggu budaya, tubuhku melemah karena cintamu memudar.

Zainudin, aku tahu, kamu pergi menjauh dariku karena permintaan ayahku, dia merasa malu bila aku diperistri olehmu, ayahku cinta dunia, lebih cinta dunia ketimbang anak gadisnya yang sedang merasa rindu ini, tapi Zainudin, aku rela dengan takdir yang telah ditulis jauh sebelum aku dilahirkan ke bumi yang fana ini, aku hanya seorang pemain dari cerita yang sudah diatur oleh Tuhan.

Mungkin kita tidak akan berjumpa di dunia, tapi aku selalu berdoa, aku memohon agar cerita yang sudah Tuhan buat untukku berujung di langit sana, aku memohon pada Tuhan agar menambahkan alur cerita yang baru untukku.

Namun, Zainudin, aku pun tidak tahu, aku tidak punya alasan apa bila Tuhan bertanya padaku, mengapa aku begitu mencintaimu? Entahlah Zainudin, aku sudah bertanya pada hatiku, jawabanya tetap satu, kamu sudah berhasil merebut hatiku, dan kamu adalah yang pertama dalam hidupku, belum pernah aku merasakan cinta begini hebatnya, mungkin ini juga ujian untukku, karena aku mencintai laki-laki yang tidak di sukai oleh ayahku.

Sampai jumpa Zainudin,

Maisyaroh. 

***

"Mel?" teriak Zainudin, dia melihat tubuh Mel terjatuh ke lantai dengan layar ponsel yang terbuka. "Tolong... Tolong..." lanjut Zainudin berteriak, dia meminta bantuan dari orang-orang yang ada di sekitarnya.

Sebelum orang-orang datang berhamburan menolong Zainudin, dia sempat melihat sebuah tulisan dari layar ponsel yang masih terbuka, "Selamat tinggal, Mel."

-TAMAT-

Iqbal Muchtar     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun