Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Ini untuk Mama

22 Desember 2023   18:07 Diperbarui: 24 Desember 2023   21:45 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar dari pexel.com

Aku tak mampu menahan haru yang menghimpit dadaku, kutumpahkan melalui air mata. Ia bukan ibu kandungku tapi cintanya melebihi ibu yang melahirkanku ke dunia ini. Mereka menemukanku di sebuah panti asuhan, aku yatim-piatu, bahkan pihak panti pun tidak tahu siapa ayah dan ibu kandungku.

Mereka meninggalkanku di dalam sebuah bis bertinggkat jurusan Cililitan-Tanjung Priok dengan sebuah surat yang isinya hanya nama, tempat, tanggal lahir serta tahun aku di lahirkan, saat itu usiaku baru enam bulan, lalu supir bis tingkat itu menitipkanku ke panti asuhan, kemudian pihak panti melaporkan kasus ini ke pihak yang berwajib. Begitulah cerita yang aku tahu.

Sejak bayi aku tidak menangis, aku disabilitas sejak lahir, sepertinya ibu kandungku kurang gizi sehingga aku terlahir dalam keadaan seperti ini atau mungkin Tuhan sengaja menitipkanku kepada ibu Ufi dan suaminya. Mereka mengadopsiku ketika aku berusia 8 tahun.

Ibu ufi, maksdku---mama, mengadopsiku karena kedua rahimnya harus diangkat. Entah karena apa, aku tidak pernah bertanya pada mama, bagiku mengetahui alasannya saja sudah cukup, itu pun aku tunggu hingga usiaku 17 tahun. Aku tidak ingin kado apa pun, aku hanya ingin penjelasan dari mama, mengapa ia mau mengadopsiku dengan kondisi disabilitasku ini.

Mama sangat ekspresif sekali, ia mampu membaca tatapan mataku yang tertuju langsung menatapnya. Melihat air mataku menetes, ia mendekapkan kedua tangannya di dadanya, yang artinya "Aku juga merasakan apa yang kamu rasakan."

Tidak, mama. Tidak. Perasaan ini hanya aku yang rasakan, kasih sayang yang mama curahkan untukku hanya aku yang rasakan, hingga aku berhasil mendapatkan beasiswa di tanah Saudi, menamatkan S2-ku di Arab Saudi. Rasa syukur ini aku panjatkan kepada Tuhan agar mama diberikan imbalan dari mengasihiku, menyayangiku hingga aku dapat mengejar mimpiku.

***

KAMU, jangan kamu teteskan air matamu, nak. Tak sanggup hati ini menatapmu berderaian air mata seperti itu. Bukankah ini mimpimu, ingin melanjutkan pendidikanmu di sini.

Cukup, Nak. Jangan kamu tatap ibu yang belum sempurna dalam memberikan kasih sayang untukmu, hentikan, Nak!

"Mas," kutarik lengan baju suamiku.

"Kenapa?" Ia menatapku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun