"Jadi apa rencana kau Salma?"
"kita pergi ke pasar, temui uda Basri." Salma mengangguk ketika aku mengatakan itu. Kami segera bergegas ke pasar menemui uda Basri, ia berjualan kelapa santan di pasar, uda Basri pun anak asuh ungku, ia sama dengan Salma anak yatim-piatu, ia berjualan kelapa santan bukan hanya untuk mencari nafkah untuk santri yang sedang belajar mengaji di surau, tapi juga untuk mendapatkan informasi dari para pejuang gerilyawan tentang pergerakan Nipon setelah Belanda hengkang dari desa kami.
Selama pendudukan Nipon, uda Basri dibuat repot, karena mereka sangat tidak percaya dengan aktifitas penduduk lokal, sering kali kelapa-kelapa uda Basri dibuat berserakan karena ia di curigai menyimpan senjata untuk pasuka gerilyawan.
"Ungku di tangkap Nipon," kataku sambil berpura-pura memilih kelapa santan.
"Apa kau tau ungku dibawa kemana?"
"Tak, tapi ungku berkata tentang teratai dan padi," ucapku sambil berpura-pura mencium kelapa santan yang di jual oleh uda Basri, karena Nipon baru saja lewat di belakang kami.
"Bunga teratai yang indah hanya tumbuh di rawa dengan air yang bersih, padi yang subur hanya tumbuh di sawah dengan air yang jernih. Itu kah kata-katanya?" tanya uda Basri.
"Seperti itu kurang lebih, aku pun tak ingat betul kalimat itu."
"kalau memang betul itu kata-katanya, aku harus bertanya kepada Samsul, mungkin dia tau dimana ungku ditahan, kalian pulanglah hari pun sudah hampir gelap, jangan keluar rumah sampai aku tiba," ucap uda Basri. Kami pun beranjak menuju rumah mengikuti perintah uda Basri dengan membawa dua buah kelapa santan agar tidak di curigai oleh tentara Nipon yang sedang berjaga-jaga di pasar.
***
BASRI, perlahan-lahan membereskan barang dagangannya, ia tidak ingin tentara Nipon mencurigainya aktifitasnya, ia sudah mempunyai sebuah rencana untuk mengetahui secara pasti keberadaan ungku.