PEPATAH, bunga teratai yang indah hanya tumbuh di rawa dengan air yang bersih, padi yang subur hanya tumbuh di sawah dengan air yang jernih. Itulah kalimat yang di ucapkan ungku ketika ia di culik Nipon, mereka menarik paksa ungku dari surau ketika sedang shalat Ashar, sungguh tak beradab, kami sedang melaksanakan sembahyang, pun baru dua rakaat, mereka masuk mengacak-acak surau, mengacungkan senjata lalu menyeret ungku beserta murid-murid lainnya yang berusaha melindungi ungku.
***
AKU, Dzuriah, murid ungku. Aku pun dibesarkan oleh ungku, karena ayahku terkena peluru tentara Nipon saat berusaha mengusir mereka dari surau, kata ungku ayahku pahlawan bagi agama dan negara. Aku tak ingat wajah ayahku, aku sempat bertemu dengannya, tapi sudah lama sekali ketika itu aku hendak pergi mengaji di surau selepas Magrib, ia berdiri di depan pintu dengan seragam hijau, ia memanggil namaku, memelukku lalu memberikan sepucuk surat untuk amak, sebab itu lah aku terkena marah oleh ungku, karena terlambat datang ke surau untuk mengaji.
Aku menganggap ungku sebagai kakekku sendiri, aku pun sama tidak tahunya kemana kakek kandungku, kata ungku, kakekku diterkam harimau saat ia sedang bergerilya melawan tentara Belanda. Tapi, lain pula ceritanya dari andung, katanya, kakekku sedang berjuang di Jawa.
Aku pun tidak pernah menanyakan tentang kakek dan ayahku pada amak, karena hidup tanpa ayah adalah hal yang sangat lazim di desa, yang aku tahu, aku harus tetap mengaji, menghafal Qur'an dan mengajarkan kembali pada generasi selanjutnya.
***
"Kau tahu kemana ungku dibawa?" tanya Salma, ia anak asuh ungku yang seumuran denganku, kami besar bersama, mengaji bersama, menghafal Qur'an bersama.
"Indak Sal, tapi perasaanku berkata, ungku pasti di bawanya ke balai besar," jawabku.
"Kita harus segera pergi ke sana membebaskan ungku," teriak Salma.
"Jangan gegabah Salma, salah langkah kita yang mati, ingat kata ungku, akan ada waktu yang tepat untuk membalas kekejaman mereka," ucapku berusaha menenangkan mereka. Aku tahu bagi Salma ungku adalah segala-galanya, karena ia pun sama hal nya denganku, bedanya Salma yatim-piatu.