Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen: Barang Antik Itu adalah Semangka

4 November 2023   17:10 Diperbarui: 4 November 2023   17:39 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar dari pexel

Mesir -- Menjadi seorang pedagang barang-barang antik dari kota Iskandariyah, kota terbesar serta terkaya di Mesir menjadi sebuah tantangan tersendiri bagiku, terlebih mewujudkan mimpiku untuk menjelajahi dunia dan menemukan barang-barang langka serta berharga yang bisa aku jual dengan harga tinggi. Salah satu barang yang paling kuinginkan adalah buah semangka, buah yang katanya berwarna merah dengan rasa yang manis, dan berbentuk bulat seperti bola dengan warna hijau, konon bahwa buah ini hanya tumbuh di Palestina, tanah yang diperebutkan oleh banyak bangsa dan juga agama.

"Akhi Wibyanto?" tanya seorang pemimpin kafilah dagang yang aku jumpai di sebuah pasar barang antik di Iskandariyah.

"Benar akhi, ana Wibyanto," balasku.

"Kami akan berdagang melewati berbagai negeri, seperti Suriah, Lebanon, Yordania dan mengakhiri perjalanan kami di Palestina. Akhi mau bergabung dengan kami?" tanyanya. Mendapatkan tawaran itu aku sangat senang, tuhan menjawab doaku dengan mempertemukanku dengan kafilah dagang itu.

"Ya, tentu saja, ana ingin bergabung dengan kafilah akhi," jawabku dengan perasaan senang karena aku berharap bisa menemukan buah semangka di sana. Aku segera pulang, membereskan semua barang-barang daganganku yang terdiri dari kain sutra, rempah-rempah, perhiasan, serta barang-barang kecil lainnya yang dapatku tukar dengan barang-barang yang aku temukan di perjalanan.

***

Ternyata perjalanan menempuh negeri itu tidak mudah, kami menghadapi banyak sekali tantangan serta bahaya, seperti perampok, binatang buas, badai pasir, dan juga pertempuran antar suku.

"Wibyanto, mereka orang jahat," bisik salah satu pedangan yang bergabung dengan kafilah itu ketika aku sedang menawarkan kain Sutra yang aku temui di Lebanon. Aku harus berhati-hati dengan orang-orang yang aku temui selama perjalanan, karena tidak semua orang jujur dan ramah. Beberapa kali aku hampir kehilangan nyawa dan barang-barang aku, sukurlah pemimpin kafilah itu selalu mengingatkanku.

Setelah beberapa minggu, akhirnya sampai juga di Palestina, tanah yang penuh dengan sejarah. Aku melihat banyak tempat-temapt yang indah dan juga menakjubkan, seperti kota Yerusalem, danau Galilea, padang gurun Yudea serta Gaza. Aku belajar banyak tentang budaya dan agama mereka, aku merasa kagum dengan keteguhan rakyatnya yang teguh dalam keimanan yang khaffah.

***

Berhari-hari aku singgah di Palestina, aku belum menemukan buah semangka yang aku cari. Aku bertanya kepada banyak orang, tetapi mereka semua mengatakan bahwa buah itu sangat jarang, harganya pun mahal, yang hanya dapat di temui di tempat-tempat terpencil serta rahasia. Aku hampir putus asa, hingga suatu hari aku bertemu dengan seorang kakek yang mengaku sebagai seorang petani semangka. Dia berkata bahwa dia memiliki kebun semangka di dekat kota Hebron, dia bersedia membawaku ke sana jika aku mau membantunya.

"Akhi mencari semangka?" tanya kakek itu.

"Betul, siapa nama akhi?"

"Masyarakat disini memanggil saya dengan nama, Engkong Felix Tani," Ia menyodorkan tangannya, "Nama akhi siapa?"

"Wibyanto." Sambil kusambar tangannya, kami berjabat tangan.

Aku tidak percaya dengan omongannya, tetapi aku tidak punya pilihan lain. Aku setuju untuk mengikuti engkong Felix, dengan harapan dia tidak berbohong atau berniat jahat. Aku meninggalkan kafilah dagang lau berangkat bersama engkong dengan menggunakan seekor keledai yang dia bawa. Aku juga membawa beberapa barang dagangan yang tersisa agar dapatku tukar dengan buah semangka jika memang ada.

Perjalanan menuju kebun semangka engkong Felix itu lebih sulit dari yang aku bayangkan. Kami harus melewati jalan-jalan yang berliku, berbatu, berbukit, berdebu, serta desa-desa yang miskin dan juga kumuh. Kami juga harus menghindari kelompok-kelompok yang saling bertikai yang bisa mengancam kami kapan saja. Beberapa kali kami hampir tertangkap dan terbunuh, tetapi engkong Felix mengetahui jalan pintas dan juga tempat persembunyian yang aman.

"Wibhy, cepat masuk kedalam gua ini," teriak engkong Felix ketika sekelompok orang Israel dengan unta-untanya menghampiri kami.

Selama perjalanan, perlahan aku mulai mengenal engkong Felix lebih dekat, ia orang yang baik hati, bijaksana, dan memiliki banyak pengetahuan serta pengalaman, ia bercerita tentang hidupnya, tentang perjalanannya menjadi seorang petani semangka, juga khasiat yang terkandung dalam buah itu, ia memberiku banyak sekali nasihat serta pelajaran berharga, tentang cara berdagang, aku sangat menghormati engkong Felix, perlahan aku mulai menganggapnya sebagai seorang guru.

***

Setelah beberapa hari, kami akhirnya tiba di kebun semangka kakek itu. "Wibhy, itu kebun semangka milikku." Engkong Felik menunjuk kebun semangka dari kejauhan.

Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat. Di depan mata aku, ada ratusan buah semangka yang berbaris rapi di atas tanah yang subur. Buah-buah itu berukuran besar, dengan kulitnya yang berwarna hijau cerah. Aku bisa merasakan aroma dan rasa manis buah itu dari kejauhan. Aku merasa seperti berada di surga.

Engkong Felix tersenyum, ia berkata, "Selamat datang di kebun semangka milikku, Wibyanto. Ini adalah buah yang paling berharga di dunia, aku akan memberikan beberapa buah, untukmu sebagai hadiah. Tetapi sebelum itu, Wibhy, kamu harus membantuku memanen serta menjaga buah-buah ini, karena ada banyak orang yang ingin mencurinya dan juga merusaknya. Kamu harus bersiap untuk menghadapi tantangan yang lebih besar, dan lebih besar dari yang pernah kamu alami sebelumnya. Apakah kamu siap?"

Aku menelan ludah, perlahan mengangguk, aku takut, gugup, penasaran. Aku ingin membawa buah itu ke Iskandariyah, menjualnya dengan harga yang fantastis. Aku pikir, ini adalah petualangan terakhir dan juga terbesar untukku, aku tidak akan menyia-nyiakannya.

Aku mengikuti langkah engkong Felix masuk ke dalam kebun semangka, dan memulai pekerjaanku.

***

Aku telah tinggal di kebun semangka kakek itu selama beberapa bulan. Aku telah membantunya memanen, menjaga buah-buah itu, belajar banyak hal dari engkong Felix, tentang cara menanam, merawat, dan memilih buah semangka yang baik. Aku merasa seperti seorang seorang ahli semangka.

Aku berhenti berjualan barang-barang yang aku bawa dari Iskandariyah. Aku hanya fokus bertani semangka, karena aku tahu bahwa buah itu adalah buah yang paling berharga dan juga bermanfaat di dunia.

Aku juga menjalin hubungan yang baik dengan engkong Felix, kini aku menganggap engkong Felix seperti seorang ayah, sama seperti Ayah Tuah yang pernah mengajariku berdagang barang-barang antik ketika aku di Iskadariyah. Aku sangat menghormatinya, aku juga berusaha mengenal keluarga teman-teman engkong Felix sama seperti Ayah Tuah, semuanya orang-orang yang baik dan ramah. Aku merasa bahwa aku telah menjadi bagian dari keluarga dan juga komunitas engkong Felix.

Aku sudah lupa dengan kafilah dagang yang aku sempat aku tinggalkan ketika aku tiba di Palestina. Aku tidak lagi peduli dengan apa yang akan terjadi dengan mereka. Aku tidak ingin lagi menjelajahi dunia dan menemukan barang-barang baru. Aku hanya ingin tinggal di kebun semangka milik engkong Felix di Palestina, menikmati hidup dengan cara yang sederhana dan damai. Aku merasa bahwa aku telah menemukan tujuan dari hidupku.

Aku tidak tahu apakah aku akan kembali ke Iskandariyah, apakah aku akan melihat keluarga serta teman-temanku lagi di sana, yang aku tahu saat ini aku bahagia dan sangat bersyukur dengan apa yang aku miliki sekarang, yang aku tahu  saat ini, aku mencintai buah semangka, dan aku mencintai engkong Felix.

Ternyata, barang antik itu adalah semangka.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun