"MONSTER!"
Aku merinding mendengar kata-kata Emre. Aku bertanya bagaiman bentuk dari monster itu.
Emre menangis dengan histeris. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dengan liar. Dia berkata, "Aku tidak tahu ... aku tidak tahu ... aku tidak melihatnya ... aku hanya merasakannya ... rasanya seperti ... api ... es ... pisau ... racun ... gelap ... sunyi ... mati ..."
Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku merasa sangat kasihan pada Emre. Aku ingin membawanya keluar dari mimpi buruk itu, menyembuhkan luka-luka batinnya, memberinya harapan dan juga kebahagiaan.
Aku memeluk Emre dengan erat, kuusap-usap punggungnya dengan lembut, lalu berbisik di telinganya, "Tenang, Emre. Tenang. Aku di sini untukmu. Aku akan melindungimu. Aku akan menyelamatkanmu. Aku akan membawamu pulang."
Aku berharap kata-kataku itu bisa menenangkannya, sambil berharap dia bisa percaya padaku, tentunya aku berharap dia bisa sembuh.
Namun, aku salah.
Aku tidak menyadari bahwa ada sesuatu yang sedang mengawasi kami dari kegelapan gua.
Sesuatu yang tidak suka denganku, karena aku mengganggu urusannya.
Sesuatu yang tidak suka denganku, karena aku mengusik makanannya.
Sesuatu yang tidak suka aku hidup.