Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ateefa, di Tanah Pengungsian

8 Oktober 2023   15:55 Diperbarui: 8 Oktober 2023   22:30 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar oleh Ahmed dari pexel.com

"Selamat datang di neraka baru kalian." teriaknya.

Kapal besar itu mulai bergerak dengan cepat, meninggalkan kamp pengungsian yang sudah menjadi neraka bagiku dan nenek Fatima. aku merasa sesak napas dan takut, tapi aku masih berpegang dengan sebuah harapan untuk bertahan hidup.

Kami tidak tahu apakah kapal besar itu akan membawa kami ke tempat yang lebih buruk dari neraka, atau mungkin lebih baik dari surga.

***

Kapal besar itu berlayar selama beberapa hari di lautan, tanpa ada tanda-tanda daratan. Aku dan nenek Fatima kelaparan, kehausan, nenek Fatima sakit, ia demam. Kami tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena suara-suara teriakan dan tangisan dari orang-orang yang menderita di dalam ruangan di dalam kapal. Mereka juga tidak bisa keluar dari ruang sempit ini, karena pintu ruangan dikunci rapat oleh pria berjas hitam itu.

Aku tidak tahu ini ruangan apa, ruangan yang tersusun bertumpuk-tumpuk, berbentuk persegi panjang, dindingnya terbuat dari besi, dengan pintu yang besar. kami kepanasan pada siang hari dan kami kedinginan pada malam hari.

Aku kerap kali berdoa kepada Tuhan, memohon perlindungan dan keselamatan untuk diriku juga keluargaku yang masih hidup. Aku masih berharap bahwa aku dapat bertemu dengan adikku lagi, atau ibuku, aku merasa sangat yakin sekali adikku masih hidup, adikku laki-laki yang cerdas. 

Aku juga berharap kapal itu benar-benar akan sampai ke Eropa entah negara apa, mungkin Inggris yang katanya penuh dengan kebebasan dan kemakmuran, negara yang dapat mewujudkan mimpi.

Namun, harapanku sirna ketika suatu malam, aku mendengar suara ledakan yang sangat keras. aku merasakan kapal ini bergoyang hebat, dan air laut mulai masuk ke dalam ruangan ini. aku mendengar pria berjas hitam itu berteriak-teriak di depan pintu yang baru saja ia buka.

"Kita diserang oleh pasukan pemberontak! Cepat, keluar dari sini! Lompat ke laut!"

Aku panik mendengar teriakan pria itu, tapi aku tidak bisa bergerak. Aku terjebak di antara tubuh orang-orang yang bergelimpangan tanpa nyawa akibat benturan hebat tadi. Aku mencoba membangunkan nenek Fatima yang persis di depanku, tapi wanita tua itu tidak merespon. Ia sudah meninggal karena kekurangan oksigen.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun