Marie seorang istri bangsawan Count de la Roche menghubungiku melalui surat yang memintaku untuk menemui dia di Le Procope sebuah kedai kopi yang terkenal di Prancis, kedai itu tidak jauh dari rumahnya. Dia bilang dalam surat itu, dia memiliki sesuatu yang penting untuk dibicarakan denganku. Aku penasaran dengan apa yang dia inginkan dariku, jadi aku setuju untuk bertemu dengannya.
Ketika aku sampai di kedai kopi itu, aku melihat Marie sudah menungguku di sebuah meja yang berada di sudut ruangan. Dia memakai gaun merah yang menonjolkan keindahan tubuhnya. Rambut pirangnya terurai panjang di atas bahunya. Matanya biru seperti langit. Dia tersenyum padaku ketika aku mendekatinya.
"Terima kasih sudah datang, Monsieur," katanya dengan suara lembut. "Saya sangat menghargai bantuan Anda." lanjutnya.
"Sama-sama, Madame," jawabku sambil duduk di depannya. "Jadi, apakah ada yang bisa saya bantu?" tanyaku, "Biasanya orang-orang memanggil saya karena mereka mempunyai sebuah kasus yang rumit?"
Marie mengeluarkan sebuah foto kalung berlian dari tasnya dan meletakkannya di atas meja. Aku terkejut melihat ukiran batu-batu berharga itu.
"Ini adalah kalung milik suami saya, Count de la Roche," katanya. "Dia memberikannya pada saya sebagai hadiah pernikahan kami. Tapi kemarin malam, seseorang mencurinya dari dalam brankas di rumah kami." Ia terlihat sedih.
"Bagaimana itu bisa terjadi?" tanyaku.
"Kami sedang mengadakan pesta untuk merayakan ulang tahun pernikahan kami. Banyak tamu yang datang, termasuk beberapa teman lama suami saya. Salah satunya adalah seorang pria bernama Pierre, yang dulu pernah bekerja sama dengan suami saya di dalam jual beli benda-benda seni untuk para kolektor." Ia menjelaskan tuduhannya sambil menyeruput secangkir capuccino.
"Dan Anda curiga dia yang mencuri kalung itu?" tanyaku.
"Ya, saya yakin dia yang melakukannya. Dia selalu iri pada suami saya dan selalu mencoba merusak hubungan kami. Dia juga pernah mencoba merayu saya, dengan tegas saya menolaknya. Saya pikir dia mencuri kalung itu untuk membalas dendamnya pada saya." Marie terlihat marah ketika mengatakan hal itu.