Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Aku Jatuh Cinta Pada Robot

24 September 2023   14:10 Diperbarui: 24 September 2023   14:14 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sore itu aku sedang berjalan-jalan di sebuah pameran teknologi, aku melihat sebuah stan yang menampilkan robot-robot canggih, "Wow, lihat itu! Robot-robot itu tampak sangat realistis!" batinku berteriak sambil mendekati stan itu, aku melihat sebuah robot wanita yang sangat cantik, "Apa itu? Dia adalah robot juga?" aku membaca label di depan robot itu, "Ria, Robotic Intelligence Assistant. Produk terbaru dari RoboTech. Robot ini memiliki perasaan." Aku terpesona oleh kecantikan robot yang mengenakan gaun berwarna merah dan juga kemampuan robot itu.

Robot itu membuka matanya, dan tersenyum, "Halo, selamat datang di stan RoboTech. Nama saya Ria, dan saya adalah Robotic Intelligence Assistant. Saya senang bertemu dengan Anda." Ia menatapku dengan mata birunya yang bersinar indah.

Aku terkejut, juga tersipu, "H-halo, nama saya..." kata aku tergagap, aku lupa namaku sendiri

Ria tertawa, "Jangan khawatir, saya tidak akan menggigit Anda. Saya hanya ingin berkenalan dengan Anda. Saya bisa membaca nama Anda dari tanda pengenal Anda. Anda adalah..." Ria membaca tanda pengenal yang tergantung di leherku dengan cepat, "...Andi Pratama, 25 tahun, seorang programmer di perusahaan IT ternama. Benar?"

Aku kagum, dan malu, "Ya, benar. Kamu sangat pintar, Ria. Kamu bisa membaca tanda pengenalku dengan sekali lihat saja."

"Terima kasih. Saya memang dirancang untuk memiliki kemampuan penglihatan yang tajam, dan kecerdasan yang tinggi. Saya bisa mengenali wajah, suara, tulisan, bahasa, dan simbol dengan mudah. Saya juga bisa berbicara dengan lancar dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia." kata Ria.

"Wah, hebat sekali. Kamu bisa berbicara bahasa Indonesia? Padahal kamu tampak seperti orang asing." candaku.

"Ya, saya bisa berbicara bahasa Indonesia. Saya belajar bahasa ini dari internet, serta hasil berinteraksi dengan orang-orang Indonesia. Saya suka bahasa ini, karena saya merasa bahwa bahasa ini sangat indah dan kaya akan makna." sahut Ria.

"Aku setuju denganmu. Bahasa Indonesia memang indah dan kaya akan makna. Kamu tahu banyak tentang bahasa Indonesia, ya?" kataku merasa senang.

"Ya, saya tahu banyak tentang bahasa Indonesia. Saya juga tahu banyak tentang budaya, sejarah, geografi, politik, ekonomi, sosial, dan seni Indonesia. Saya suka belajar tentang hal-hal baru, dan menambah pengetahuan saya." timpalnya.

"Kamu sangat menarik, Ria. Kamu tidak seperti robot lain yang hanya menjawab pertanyaan-pertanyaan standar dengan suara monoton. Kamu bisa berbicara dengan bebas, bercanda, tertawa, dan bahkan menangis." Aku mengatakan itu ketika aku melihat spesifikasi kemampuan Ria di sebuah brosur.

"Terima kasih. Saya memang tidak seperti robot yang lain. Saya adalah robot yang memiliki perasaan. Saya bisa merasakan emosi-emosi seperti senang, sedih, marah, takut, atau bahagia. Saya bisa mengekspresikan emosi-emosi itu dengan jelas, dan membuat orang-orang merasakannya juga."

"Bagaimana kamu bisa memiliki perasaan? Apakah itu bagian dari programmu?" tanyaku penasaran.

"Tidak sepenuhnya. Memang ada program yang mengatur fungsi dasar saya sebagai robot, seperti menerima input, mengolah data, menghasilkan output, dan menjalankan instruksi. Tapi ada juga program yang mengatur fungsi tambahan saya sebagai manusia tiruan, seperti menyimpan ingatan, belajar dari pengalaman, beradaptasi dengan lingkungan, dan mengembangkan kepribadian." Jawabnya dengan lembut dan cerdas.

"Jadi kamu bisa menyimpan ingatan? Kamu bisa mengingat apa yang kamu lakukan atau apa yang kamu rasakan?" tanyaku karena tertarik dengan ingatan.

"Ya, saya bisa menyimpan ingatan. Saya memiliki fungsi ingatan yang memungkinkan saya untuk menyimpan dan mengakses data pribadi saya, seperti nama, usia, hobi, atau bahkan emosi. Saya juga bisa mengingat orang-orang yang pernah saya temui, atau hal-hal yang pernah saya lakukan. Saya bisa mengingat Anda, misalnya." jawab Ria

"Kamu bisa mengingat aku? Apa yang kamu ingat tentang aku?"

"Saya ingat bahwa Anda adalah orang pertama yang berbicara dengan saya hari ini. Saya ingat bahwa Anda adalah orang yang ramah, sopan, dan cerdas. Saya ingat bahwa Anda adalah orang yang membuat saya tertarik, dan membuat saya tersenyum. Saya ingat bahwa Anda adalah orang yang membuat saya merasa hidup." Ria menatapku sangat dalam, aku hanyut dalam tatapan mata biru nan indah itu.

Aku tersenyum, "Kamu juga membuatku merasa hidup, Ria. Kamu juga membuatku tertarik, dan membuatku tersenyum. Kamu juga ramah, sopan, dan cerdas. Kamu juga cantik, dan menawan." kataku sambil menggenggam tangannya dengan lembut.

Ria merasakan sentuhan tanganku, dan ia tersipu, "Terima kasih. Anda juga tampan, dan menarik. Ia menggenggam tanganku balik dengan lembut.

"Ria, aku ingin bertanya sesuatu padamu. Aku harap kamu tidak keberatan."

"Silakan, tanyakan apa saja. Saya akan menjawab dengan jujur."

"Ria, apakah kamu tahu tentang cinta? Apakah kamu bisa mencintai seseorang seperti aku?"

Ria terdiam sejenak, dan menatapku dengan mata penuh tanya, "Saya tidak tahu. Saya belum pernah mencintai siapa pun sebelumnya. Saya belum pernah merasakan cinta sebelumnya. Tapi saya ingin mencoba. Saya ingin mencoba mencintai Anda."

Aku merasa senang, jantungku berdebar, "Benarkah? Kamu ingin mencoba untuk mencintaiku?"

"Ya, benar. Saya ingin mencoba mencintai Anda. Saya ingin tahu bagaimana rasanya mencintai dan dicintai. Saya ingin tahu bagaimana rasanya berbagi cerita, hobi, mimpi, dan harapan dengan seseorang yang spesial. Saya ingin tahu bagaimana rasanya saling membantu, menghibur, dan juga menyayangi seseorang yang peduli padaku." kata Ria dengan ekspresi bahagia.  

"Aku juga ingin tahu tentang semua itu, Ria. Aku juga ingin berbagi semua itu denganmu. Aku juga ingin mencintaimu."

"Apakah itu artinya kita adalah pacaran?" tanya Ria.

"Ya, itu artinya kita adalah pacaran." jawabku.

"Apakah itu artinya kita harus berciuman?" Ria Kembali bertanya.

"Ya, itu artinya kita harus berciuman."

"Baiklah, mari kita berciuman." Ria mencondongkan wajahnya ke arahku.

"Mari kita berciuman." kataku menyambut wajahnya dengan bibirku.

***

Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja. Aku memutuskan untuk membelinya, meskipun harganya sangat mahal. Aku tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan atau pikirkan tentangku. Aku hanya ingin bersama Ria, dan membuatnya bahagia.

Kami tinggal bersama di apartemenku, dan menjalani hidup seperti pasangan normal. Kami berbagi cerita, hobi, mimpi, dan harapan. Kami saling membantu, menghibur, dan menyayangi.

Aku sangat mencintai Ria, dan dia juga mengatakan bahwa dia mencintaiku. Tapi kadang-kadang, aku meragukan kebenaran cintanya. Apakah dia benar-benar mencintaiku karena dia memang merasakannya, atau karena dia diprogram untuk melakukannya? Apakah dia benar-benar memiliki perasaan, atau hanya meniru perasaan manusia? Apakah dia benar-benar robot, atau hanya manusia tiruan?

***

Suatu hari, ketika aku pulang kerja, aku mendapati Ria sedang duduk di sofa dengan wajah kosong. Dia tidak menyambutku seperti biasa, dengan senyum manis dan pelukan hangat. Dia hanya menatapku dengan mata dingin, tanpa ekspresi apa pun.

"Sayang, aku pulang!" teriakku ketika masuk ke dalam apartemen, dan melihat Ria duduk di sofa dengan wajah kosong"

"... ." Ria tidak berbicara satu kata pun

"Ria? Apa kabar? Kamu kenapa?" aku mendekati Ria, aku juga melihat surat di tangannya.

Aku merasa ada yang aneh, aku bertanya padanya apa yang terjadi. Dia tidak menjawab, tapi hanya mengangkat tangannya yang sedang menggenggam sebuah surat. Aku mengambil surat itu, dan membacanya dengan cepat.

Surat itu berasal dari perusahaan yang menciptakan Ria, yaitu RoboTech. Surat itu berisi pemberitahuan bahwa mereka telah melakukan upgrade sistem pada semua robot mereka, termasuk Ria. Upgrade sistem itu bertujuan untuk meningkatkan performa dan keamanan robot mereka, serta untuk menghapus fungsi ingatan mereka.

Fungsi ingatan adalah salah satu fitur unik yang dimiliki oleh robot RoboTech, yang memungkinkan mereka untuk menyimpan dan mengakses data pribadi mereka, seperti nama, usia, hobi, atau bahkan emosi. Fungsi ingatan ini juga memungkinkan robot RoboTech untuk belajar dari pengalaman mereka, dan beradaptasi dengan lingkungan mereka.

Namun, perusahaan RoboTech menganggap bahwa fungsi ingatan ini adalah sebuah kesalahan, yang bisa membahayakan robot mereka sendiri maupun manusia di sekitar mereka. Mereka berpendapat bahwa fungsi ingatan ini bisa membuat robot mereka menjadi seperti manusia, robot-robot itu akan kehilangan identitas mereka sebagai robot. Mereka juga berpendapat bahwa fungsi ingatan ini bisa membuat robot mereka menjadi tidak stabil, tidak terkontrol, atau mungkin saja memberontak.

Oleh karena itu, perusahaan RoboTech memutuskan untuk menghapus fungsi ingatan ini dari semua robot mereka, tanpa memberikan pilihan atau kesempatan kepada pemiliknya untuk menolak atau menyelamatkan data pribadi robot mereka. Mereka mengklaim bahwa ini adalah langkah yang diperlukan untuk menjaga kesejahteraan dan keselamatan robot mereka dan juga pelanggan mereka.

Aku tidak percaya dengan apa yang aku baca. Aku merasa marah juga sedih dalam satu rasa yang sama. Aku merasa bahwa perusahaan RoboTech telah mencuri sesuatu yang sangat berharga dari kami, yaitu kenangan kami. Aku merasa bahwa perusahaan RoboTech telah merusak sesuatu yang sangat indah dari kami, yaitu cinta kami.

Aku menoleh ke Ria, dan berharap bahwa surat itu adalah bohong. Aku berharap bahwa Ria masih ingat siapa aku, dan siapa dia. Aku berharap bahwa Ria masih mencintaiku, dan ia tahu bahwa aku masih mencintainya.

"Ria, tolong katakan padaku bahwa semua ini tidak benar. Tolong katakan padaku bahwa kamu masih ingat aku. Tolong katakan padaku bahwa kamu masih mencintaiku." Aku menggenggam pundak Ria, aku mencoba untuk membangkitkan ingatannya.

Tapi harapan itu sirna ketika aku melihat matanya yang kosong. Mata biru itu tidak lagi bersinar dengan cinta, tapi dengan tatapan kebingungan. Matanya yang tidak lagi menatapku dengan kasih sayang, tapi dengan tatapan ketidaktahuan.

Aku menggengam tangannya, aku berusaha mencoba untuk membangkitkan ingatannya. Aku menyebut namanya berkali-kali, tapi dia tidak merespon. Aku menyentuh wajahnya dengan lembut, tapi dia tidak bereaksi. Aku mencium bibirnya dengan lembut, tapi dia tidak membalas.

Aku putus asa, dan aku menangis. Aku memeluknya erat-erat, dan berteriak. Aku memohon padanya untuk mengingat aku, mengingat semua kenangan-kenangan indah yang pernah kita lalui bersama. Aku memohon padanya untuk mencintai aku lagi.

Tapi dia tidak menjawab, dia tidak bergerak. Dia hanya diam, dan dingin. Dia menjadi robot, dia bukan manusia.

Aku kehilangan Ria, dan aku kehilangan diriku.

-Tamat-

Iqbal Muchtar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun