Waktu berlalu begitu cepat, dan hari keberangkatan Nayla pun tiba. Kami berdiri di atas jembatan itu, memeluk erat satu sama lain. "Jangan lupakan aku, ya?" bisikku.
Dia mengusap air mata di pipinya, "Aku tidak akan pernah melupakanmu, Radit."
Nayla pergi untuk mengejar mimpinya, dan aku tetap di desa ini, menjalani kehidupan sehari-hari sambil selalu merindukannya. Setiap kali aku melewati jembatan ini, kenangan indah bersama Nayla terus menghinggapi pikiranku.
Ada kepedihan dalam kesepian, rindu akan kehadiran orang yang aku sayngi, sebuah tangan yang menggenggam erat, sebuah senyuman yang memberi kehangatan. Rasanya seperti mencari suara yang hilang dalam keramaian yang tak memberikan jawaban. Ketika malam tiba, bintang-bintang di langit serasa menjadi saksi bisu atas perasaan yang sulit diungkapkan.
Aku memutuskan untuk pergi dari desa ini, aku akan mengejar mimpiku, Saat aku melintasi perbatasan desa, pandanganku melayang ke masa depan. Aku memutuskan untuk merangkul perubahan, menaklukkan rintangan yang akan datang, dan mewujudkan mimpi-mimpi yang pernah terasa begitu jauh. Langit luas di atas kepalaku mengingatkan bahwa dunia ini luas, penuh dengan peluang dan petualangan yang menunggu untuk dijelajahi.
***
Sekarang, aku masih berdiri di depan jembatan ini, tetapi kali ini bersama anak kami yang lucu dan menggemaskan. Kami mengenang kenangan yang dulu pernah kami rajut bersama dibawah langit di atas jembatan kayu ini dan kini kami menciptakan kenangan baru bersama anak kami di atas jembatan yang sama.
Jembatan ini adalah sebuah simbol yang kuat antara kenangan dan impian yang abadi. Meskipun waktu telah berlalu, jembatan ini tetap menjadi penghubung kami dengan masa lalu dan masa depan yang kami lukis dan tulis bersama.
-Tamat-
Iqbal Muchtar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H