Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Jembatan Kenangan

27 Agustus 2023   09:00 Diperbarui: 27 Agustus 2023   09:07 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Langit hari ini sedang memancarkan aura nostalgia yang begitu kental. Suasana pagi dimulai dengan embusan angin lembut yang membawa aroma harum dedaunan yang basah, mengingatkan pada pagi-pagi di masa lalu yang penuh dengan keceriaan. Cahaya matahari yang lembut tersenyum padaku, sama seperti sinar matahari yang dulu pernah menyinari kenangan-kenangan manis saat aku bersamanya di jembatan ini.

Langit biru yang cerah, hampir serupa dengan warna langit pada hari-hari indah di masa itu. Mengingatkan pada langit saat pertemuan pertama, senyum-senyum malu terukir begitu jelas dalam ingatan. Aku merasakan getaran nostalgia ketika melihat awan putih yang membentuk pola-pola yang sama sekali tak terduga, seolah-olah menyiratkan pesan dari kenangan yang telah lama terpendam.

Aku berdiri di depan jembatan kayu tua yang menghubungkan desaku dengan desanya, setelah bertahun-tahun aku pergi dari desa tempat aku dibesarkan, kini aku kembali merajut kenangan dari jembatan ini. Jembatan yang menjadi saksi bisu dari berbagai kenangan indah bagiku dengan Nayla.

Aku tersenyum saat teringat waktu kami berdua duduk di atas jembatan ini, kaki kami menggantung di atas air yang mengalir deras di bawah. "Ingat saat kita pertama kali bertemu di sini, Nayla?" tanyaku, menyentuh papan kayu di sampingku.

Dia tertawa, "Tentu saja, Radit! Kamu mengenakan jas hujan saat itu, padahal cuaca cerah."

"Aku selalu melakukan hal-hal aneh dulu," jawabku sambil menggelengkan kepala.

Kami berbicara tentang masa lalu, tentang mimpi-mimpi kami, dan juga tentang rencana-rencana masa depan. Kami bermimpi tentang sebuah mimpi yang besar, berbicara tentang bagaimana suatu hari nanti kami akan menjelajahi dunia bersama. Kami menggambar tentang masa depan kami di pikiran dan imajinasi kami sambil duduk di atas jembatan itu.

Lalu, ada suatu hari yang tak terlupakan. Kami berdiri di ujung jembatan, menatap matahari terbenam yang mengepul di langit. Nayla berbicara dengan suara lembut, "Radit, kamu tahu..., aku menerima beasiswa di luar negeri, di universitas yang aku impikan. Aku akan pergi..., beberapa bulan lagi, Dit."

Aku terdiam sejenak, perasaan campur aduk menghampiri hatiku. "Aku sangat bangga padamu, Nayla. Tapi aku pasti akan sangat merindukanmu. Siapa yang akan aku ajak bicara di atas jembatan ini?"

Nayla tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Kita akan selalu berkomunikasi, meski pun jarak memisahkan kita. Dan ketika aku kembali, kita akan membicarakan lebih banyak tentang kenangan kita di sini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun