Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sang Lalat di Musim Kemarau | Bagian 2

16 Agustus 2023   12:04 Diperbarui: 16 Agustus 2023   12:05 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar oleh Thierry Filieul dari pexel.com

Sore ini aku masih merenung, ditempat yang sama, disebuah dahan yang kering karena musim kemarau, matahari itu masih saja bertengger di singgasananya yang megah, sinarnya sungguh mentereng menyilaukan mata.

"Lat, jangan melamun." Sahut Nyamuk menepuk sayapku, aku hanya menoleh, aku sedang enggan berbicara padanya, aku tahu tabiat kalian para Nyamuk, kalian hinggap di tubuh hewan-hewan itu dan kalian juga hinggap di tubuh manusia, kalian sangat tidak konsisten, "Hei... masih saja melamun." lanjutnya.

"Muk," Panggilku.

"Apa yang kamu pikirkan Lalat?" 

"Tidak ada."

"Tidak usah kamu pikirkan kemarau ini, semua pasti akan berlalu." Kata Nyamuk yang berusaha menghiburku.

Aku merenung bukan memikirkan kemarau, tapi memikirkan diriku sendiri, sudah lebih dari satu tahun aku beterbangan di sekitar danau ini, namun aku belum mampu beradaptasi dengan makhluk-makhluk yang juga ikut mencari makan di sini, si Belalang, aku pernah berbicara dengannya, ia cukup pintar, namun karena kakinya yang panjang sehingga ia lebih senang melompat ketimbang berfikir dan berdiskusi denganku, si Kupu-kupu, ia cantik dan juga cerdas, bicara dengannya tidak akan bisa seirama, aku Lalat yang gemar berkubang diantara bangkai, konsep pemikiranku tidak seperti makhluk-makhluk yang ada di danau ini, mana ada hewan yang mau mengurai bangkai, hanya aku satu-satunya.

"Muk," Aku menepuknya, "Berikan satu alasan mengapa kamu masih di danau ini?" Tanyaku.

"Hahahaha..." Ia tertawa melihatku, "Lalat, kamu sunggung sangat naif, dimana lagi bisa kudapatkan darah segar?" Lanjutnya.

"Aku dengar banyak yang bisa kamu mangsa di danau sebelah,  Muk." Kataku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun