Kata-kata pria tua itu sangat menyentuh hatiku. Aku menyadari bahwa aku tidak bisa terus mengabaikan hasrat dan minatku dalam seni hanya karena ekspektasi orang lain. Aku ingin mengejar mimpiku tanpa rasa takut atau penyesalan. Namun, menghadapi orang tua dan memulai percakapan tentang impianku adalah hal yang menakutkan dan sulit.
"Aku harus bicara." Batinku berteriak, "Aku harus bicara hari ini." Aku sedang dalam perjalanan pulang, hari ini aku metuskan untuk tidak melukis, karena aku sudah menemukan jawaban dari keresahanku.
Sesampainya di rumah kulihat Ayah dan Bunda sedang menikmati akhir pekan menonton serial di ruang tengah, Aku menghampiri mereka yang tengah asik duduk berdua, perasaan tegang dan cemas bergelayut dihatiku.
"Ayah, Bunda, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan." Sahutku mengusik mereka.
"Tentu, Nak. Apa yang ingin kamu bicarakan?" Ayah menjawab dengan tersenyum.
"Ini bukanlah hal yang mudah untuk diungkapkan, tetapi... aku ingin membicarakan tentang impianku dalam dunia seni." Jawabku sambil menelan ludah.
"Impianmu dalam dunia seni?" Nada suara bunda meninggi sambil mengangkat alisnya.
"Iya bun... aku merasa sangat terhubung dengan dunia seni, dan aku ingin mengejar karir di bidang seni ini." Jawabku pelan.
"Nala, kamu tahu betapa pentingnya pendidikan," Kata ayah berpikir sejenak, "Kami ingin kamu memiliki masa depan yang cerah dan stabil." Lanjutnya.
Mendengar Ayah aku berusaha untuk tenang, "Aku tahu, Ayah. Tapi dalam hati aku, seni adalah hal yang sangat aku cintai dan ingin aku tekuni." Jawabku.
"Nak, kami hanya ingin yang terbaik untukmu. Industri seni bisa saja sangat sulit dan tidak stabil." Bunda berbicara dengan lembut berusaha menjelaskan.