Mohon tunggu...
Mochamad Iqbal
Mochamad Iqbal Mohon Tunggu... Guru - Penulis | Pengajar | Penikmat Film

Nominasi Best in Fiction 2023, senang membaca buku-buku filsafat. | Penulis Novel Aku Ustadz Matote | Penulis Antologi Cerpen Isnin di Tanah Jawa, Kumpulan Para Pemalas. | Menulis adalah cara untuk mengabadikan pikiran, dan membiarkannya hidup selamanya.|

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Vandalisme di Hatimu

28 Juli 2023   10:00 Diperbarui: 28 Juli 2023   10:12 547
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar cerpen vandalisme di hatimu, foto oleh Daniel Frank dari pexel.com

"Aku benar-benar berharap bisa bertemu dengannya lagi" pikirku dalam hati. Aku kembali fokus pada artikel kedua yang tak kunjung usai, gelisah itu tetap menghantui pikiranku. Entah apa yang membuatku merasa seperti ini, tapi satu hal yang pasti, pertemuan itu meninggalkan kesan yang mendalam dalam hatiku.

"Ternyata viral juga ya, seni jalanan itu" ucapnya sambil tersenyum lembut, ia berdiri dihadapanku.

Aku merasa sangat lega mendengar suaranya, senyumnya mengembalikan kehangatan di hatiku. Kami pun kembali terlibat dalam percakapan yang menyebalkan juga menyenangkan. Aku berusaha menjelaskan lebih lanjut tentang isi artikelku, dan dia dengan sabar mendengarkan setiap kata yang kuucapkan.

Setelah selesai aku jelaskan, dia memberikan pandangan cerdasnya tentang topik itu, ia sama sekali tidak memberikan pandangan negatif. Perbincangan kami semakin dalam dan penuh makna. Aku merasa beruntung bisa bertemu dengan seseorang yang sepertinya begitu memahami dan menghargai apa yang kucoba sampaikan dalam tulisanku.

"itu memang sudah menjadi konsekuensi dari seni jalanan. Tidak semua orang akan suka atau memahami pesan yang ingin aku sampaikan. Tapi bagi aku, seni jalanan adalah bentuk ekspresi yang bebas, dan penting untuk tetap mempertahankan ruang bagi kreativitas ini" Katanya.

"Tapi aku juga khawatir dengan beberapa gambar kontroversialmu, kamu juga akan berhadapan dengan peraturan pemerintah tentang vandalisme? Juga anggapan orang-orang tentang pengrusakan fasilitas umum?" tanyaku dengan perasaan cemas.

"Vincent... sejak saat itu, seminggu yang lalu, aku sudah bukan Vania yang kemarin" ia tidak menjawab pertanyaanku, ia memberikanku sebuah teka-teki.

"memang apa yang membedakan Vania yang kemarin dan sekarang?" tanyaku berusaha memecahkan teka-teki itu.

"lihatlah tembok diluar sana" ia menunjuk kearah tembok yang saat itu menjadi perbincaraan kami.

"Ia menyampaikan pesan di balik cahaya senja yang redup. Meskipun cahaya redupnya membuat jalanan terlihat cerah, tapi lukisan-lukisan itu, gambar-gambar itu sudah tidak ada, Pesan optimisme yang datang dari para seniman jalanan hilang, seperti aku yang kehilangan inspirasi ketika ingin menulis artikel ini, bagaimana mungkin aku memberi harapan pada orang-orang yang yakin bahwa ada cahaya di ujung terowongan itu" jawabku membalas kalimatnya yang membuat pikiranku terbuka saat pertemuan itu.

"Vin... aku sudah membersihkan semua coretan-coretan itu" aku menatap matanya, tidak terbesit kesedihan dari matanya, ia tersenyum sangat bahagia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun