Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Khatami
Muhammad Iqbal Khatami Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa

Pegiat Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2019/2020

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

UU Minerba dan Penganaktirian Rakyat Daerah Tambang

14 Mei 2020   18:14 Diperbarui: 15 Mei 2020   18:01 686
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penambangan. (Sumber gambar: idxchannel.com)

Permasalahan dunia pertambangan sudah menjadi rahasia umum di Indonesia, mulai ramai kembali diperbincangkan ketika dipantik melalui film Sexy Killer yang dipublikasikan oleh Watchdoc Image pada Tahun 2019 lalu. 

Sexy Killer merupakan sebuah film dokumenter yang merekam aktivitas pertambangan dan masyarakat di sekitarnya yang mau tidak mau terkena imbas berupa kerusakan rumah, lahan, hingga air minum. 

Hal menarik dari film ini adalah karena menceritakan romantisme bisnis tambang dengan elit oligarki yang ada di belakangnya, beberapa elit tersebut adalah politisi-politisi yang sedang bertarung di Pemilu 2019 lalu.

Hal paling penting yang bisa kita pelajari dari film itu adalah realita mengerikan di balik bisnis tambang yang banyak merugikan masyarakat dan lingkungan sekitar yang tidak akan habis untuk diceritakan. 

Lantas siapa yang harus disalahkan di sini? Pemerintah? atau pemilik perusahaan? Kedua pihak tersebut tampak tutup mata pada kondisi yang dirasakan warga.

Alih-alih masalah-masalah ini dapat terselesaikan, dunia tambang semakin gelap dengan disahkannya Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (RUU Minerba) menjadi Undang-Undang dalam gelaran Sidang Paripurna DPR RI pada Selasa (12/5) lalu.

UU Minerba menjadi kontroversi sejak kemunculannya pada 2019 lalu dan hingga saat ini masih mendapat gelombang penolakan yang besar dari elemen masyarakat. 

Selain pembahasannya yang terkesan dikebut dan tidak transparan, terdapat beberapa pasal yang juga dinilai menguntungkan pihak tertentu dan mengesampingkan kepentingan masyarakat.

Dikebut dan Tidak Transparan
Seyogyanya, pembahasan peraturan yang mengatur hajat hidup orang banyak bisa dibahas secara mendetail dan transparan kepada publik. Namun, tidak dengan UU Minerba. 

Meskipun Revisi UU ini sudah dibahas sejak Tahun 2015, namun satu tahun terakhir pembahasan UU ini terkesan sangat dikebut, terlihat mulai dari Tahun 2019 lalu ketika DPR RI Periode 2014-2019 melakukan percepatan pembahasan di akhir-akhir masa jabatannya.

Diperparah dengan kondisi saat ini seluruh masyarakat sedang berperang melawan Pandemi Covid-19, alih-alih pemangku kebijakan bisa berfokus pada pencarian solusi mengentaskan Pandemi, yang dilakukan justru mengebut pengesahan RUU Minerba yang penuh kontroversi ini sehingga menimbulkan polemik yang besar di publik.

Satu hal yang menjadi pertanyaan mendasar dari pembahasan RUU ini sedari awal adalah mengapa draf Naskah Akademik maupun draf RUU Minerba tidak pernah dibuka dan dipublikasikan kepada masyarakat?

Berbeda dengan perancangan undang-undang lain Naskah Akademik dan draf RUU biasanya dipublikasikan melalui website DPR dan Pemerintah sebagai wujud transparansi kepada publik. Mengherankannya lagi, Rapat Panitia Kerja (Panja) pada 6 Mei 2020 antara Pemerintah dan DPR dilakukan secara tertutup.

Pasca Rapat Panja tersebut, diterbitkan secara tiba-tiba agenda 11 Mei 2020 di mana akan diambil keputusan tingkat 1 yang memungkinkan RUU Minerba akan disahkan pada rapat paripurna DPR RI. 

Diketuknya palu pengesahan RUU Minerba disaat rakyat berjibaku di tengah Pandemi semakin memperlihatkan ke arah mana ketukan palu berpihak.

Pasal Bermasalah
Dalam UU. No. 4 Tahun 2009 tentang Minerba, ada banyak pasal-pasal bermasalah dalam draft revisi. Menurut kajian dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), masalah utama yang muncul akibat revisi UU Minerba ini diantaranya, meningkatnya peluang korupsi, berkurangnya penerimaan Negara, dan tidak adanya hak veto rakyat.

Beberapa pasal bermasalah antara lain: Pertama, pada pasal 4,7 dan 8 yang mengatur tentang perubahan kewenangan pemberian izin pertambangan oleh pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. 

Perubahan ini tentu menciderai semangat desentralisasi sebagai bagian yang diperjuangkan pada reformasi Indonesia. Pemerintah pusat terkesan terlalu jauh mencampuri dan menguasai urusan pertambangan di daerah. 

Padahal, ketika kewenangan dipegang di daerah pun permasalahan antara pemerintah daerah, perusahaan dan rakyat masih menjadi kesenjangan. Terlihat dari tidak terakomodirnya permasalahan-permasalsahan warga terdampak hingga saat ini.

Kedua, Pasal 45 yang mengatur jika terdapat mineral lain yang tergali dalam satu masa eksplorasi, maka perusahaan tidak akan dikenakan royalti. Seharusnya, pemerintah harus mempunyai batasan besaran mineral ikutan yang boleh digali selama masa eksplorasi agar tidak menjadi celah pelanggaran hukum dan eksploitasi berlebihan.

Ketiga, Pasal 169 A dan 169 B yang dinilai bisa menjadi jalan mulus bagi perusahaan di bidang tambang batu bara yang saat ini menguasai 70 persen pertambangan di Indonesia. 

Dalam pasal tersebut mengatur bahwa pemegang Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) bisa mendapat perpanjangan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) tanpa melalui lelang.

Selain pasal bermasalah, juga terdapat pasal yang dihapus sehingga cenderung akan menimbulkan masalah lain, yaitu pasal 165 yang mengatur tentang sanksi tindak pidana korupsi dalam proses pertambangan. Secara tidak langsung, ada upaya melindungi para koruptor  pertambangan secara terang-terangan.

Rakyat tetap Anak Tiri
Sedemikian banyaknya aturan dalam UU Minerba yang terkesan hanya menguntungkan perusahaan memunculkan kecurigaan publik akan adanya kepentingan pemilik konsesi tambang dalam Undang-undang ini. 

Alih-alih menjawab permasalahan masyarakat terdampak tambang, UU ini justru berpotensi mengkriminalisasi masyarakat umum dan aktivis lingkungan yang selama ini menyuarakan permasalahan dunia pertambangan.

Sebagaimana dalam pasal 162 yang menyebutkan bahwa setiap orang yang merintangi atau mengganggu kegiatan usaha pertambangan dari pemegang IUP atau IUPK yang telah memenuhi syarat-syarat dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak seratus juta rupiah. 

Menurut data dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam), saat ini mencatat ada 85 aktivis lingkungan yang dikriminalisasi dalam kasus pertambangan.

Selain itu, UU Minerba juga tidak mengatur terkait pemenuhan hak masyarakat adat dalam hal konsultasi. Padahal, banyak pertambangan yang terletak di lahan yang didiami sedari lama oleh masyarakat adat. Tentu ini akan sangat berpotensi menganggu kelangsungan adat dan budaya di Indonesia.

Tidak cukup sampai disitu, terdapat ribuan lubang beaks tambang yang mencapai 3.033. lubang ini tidak ditutup kembali oleh perusahaan pertambangan setelah dieksploitasi. 

Tidak terhitung berapa banyak nyawa yang hilang akibat tercebur dalam lubang tersebut. Bahkan, tidak adanya pengasrian kembali ini mengakibatkan perkampungan sekitar lubang tambang rawan terdampak banjir.

Semakin terlihat jelas bahwa kepentingan keselamatan ekologi dan kepentingan rakyat masih dianaktirikan karena tidak diakomodir dalam substansi dari UU Minerba ini. 

Hal yang bisa dilakukan masyarakat saat ini adalah terus mengawal dan menyuarakan permasalahan dunia pertambangan di Indonesia agar tidak semena-mena dalam mengeksploitasi lingkungan yang sangat merugikan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun