Kedua, menghidupkan kembali grup Gender Vocal Point (GVP) di ranah tenaga pendidik. Biasanya, anggota grup ini dipilih dari perorangan setiap fakultas dan memiliki perspektif gender yang baik. GVP ini merupakan pembantu PSGA dalam menyamai nilai-nilai kesetaraan dan keadilan gender di lingkungan perguruan tinggi.
Ketiga, membuat tim survei yang ranahnya mahasiswa. Hal ini dinisiasi karena adanya laporan dari korban kekerasan seksual (mahasiswa) terhadap PSGA yang dilakukan oleh pelaku kekerasan seksual. Untuk menekankan pentingnya kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual, PSGA percaya pada kebutuhan untuk memiliki jaringan mahasiswa yang berfungsi sebagai pusat suara. Tim survei dipilih berdasarkan beberapa kriteria. Mereka harus memiliki perspektif gender yang positif, belum pernah terlibat dalam aktivitas yang berkaitan dengan isu gender atau kekerasan seksual, dan sangat suka berdonasi. Diharapkan bahwa tim enumerator memiliki kemampuan untuk bertindak sebagai konselor bagi siswa sebaya mereka. Selain membentuk tim enumerator, PSGA juga mendorong organisasi intra dan ekstra sekolah untuk memasukkan tema kekerasan seksual ke dalam kegiatan mereka seperti diskusi maupun seminar.
Keempat, memberikan dukungan hingga tingkat pimpinan tertinggi kampus. Tujuan adanya dukungan ini untuk mendorong kebijakan kampus yang memperhatikan kesetaraan gender. Sebagai sektor utama, PSGA mendorong SK Rektor terkait penanganan kekerasan seksual di kampus. SK ini mencakup aturan tentang penindakan pelaku dan penanganan korban kekerasan seksual. Perencanaan dan infrastruktur juga memiliki tujuan advokasi tambahan, seperti pembangunan kamar mandi terpisah, pengamanan CCTV, dan lain sebagainya.
Melalui kerja sama dengan LSM seperti LRC KJHAM dan klinik kesehatan kampus, advokasi juga menghasilkan mekanisme perlindungan dan rujukan. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 5494 Tahun 2019 tentang Pedoman dan Penanggulangan Kekerasan Seksual pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam yang didalamnya menetapkan bahwa civitas akademik, tenaga kependidikan, karyawan, pihak ketiga, dan masyarakat di sekitar kampus adalah semua pihak yang terlibat.
Kelima, melakukan kajian dan pemetaan situasi serta kemungkinan kekerasan seksual yang mungkin terjadi. Banyak kajian yang membahas tentang kekerasan seksual yang diselenggarakan oleh PSGA dan komunitas mahasiswa, seperti "Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi" melalui webinar. Kegiatan ini dilakukan sebagai tanggapan dari gejala kekerasan seksual yang semakin meningkat di beberapa universitas di Indonesia. Setelah itu, DEMA dari Fakultas Ushuluddin dan Humaniora mengadakan diskusi dengan judul "Tergerusnya Ruang Aman Perempuan dalam Ekspresi Publik".
C. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa UIN Walisongo Semarang menggunakan kode etiknya untuk menangani kasus kekerasan seksual. Namun, beberapa poin masih perlu dievaluasi. UIN Walisongo masih kekurangan prasarana, infrastruktur, dan tata ruang yang diperlukan untuk menjadi kampus yang berperspektif gender dan mendukung pendampingan korban kekerasan seksual. Namun, dari sisi semangat, UIN Walisongo dapat dianggap sebagai kampus yang mendukung perspektif gender. Untuk membuat UIN Walisongo menjadi tempat yang aman dan ramah dari kekerasan seksual, pimpinan dan stake holder harus bekerja sama.
Adanya upaya untuk mencegah kekerasan seksual seperti membentuk kelembagaan, kerjasama antar lembaga, terbentuknya surat keputusan menjadi salah satu strategi komunikasi dalam menangani kekerasan seksual dalam suatu perguruan tinggi. Keterlibatan seluruh civitas akademisi menjadi faktor penentu tercapainya lingkungan kampus yang jauh dari kasus kekerasan seksual.
D. DAFTAR PUSTAKA
Ramadiani, A. I., Azani, S. S., Nurulita, S. S., & Noer, K. U. (2022, October). Pelibatan Mahasiswa Dalam Advokasi Kebijakan Pencegahan Dan Penanggulangan Kekerasan Seksual Pendidikan Tinggi Di Indonesia. In Prosiding Seminar Nasional Pengabdian Masyarakat LPPM UMJ (Vol. 1, No. 1).
Marfu'ah, U., Rofi'ah, S., & Maksun, M. (2021). sistem pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus UIN Walisongo Semarang. Kafaah: Journal of Gender Studies, 11(1), 95-106.