[caption caption="Dokumentasi Pribadi "][/caption]11. Tragedi ” fajar untuk pembersihan diri”
Malam begitu sepi dan sunyi tanpa efek suara bising kendaraan dan mesin khas perkotaan, hanya hentakan suara langkah kaki para warga Baduy menuju sungai mulai terdengar ramai mewarnai ketika fajar menjelang.Saya terbangun dari tidur, amat malu rasanya mendapati kebanyakan warga Baduy, termasuk tuan rumah telah memulai adat Pembersihan diri atau mandi ketika sebelum pagi tiba sedangkan kami semua masih tertidur. Hal unik lainnya yang mungkin tidak akan dilakukan oleh masyarakat perkotaan ialah cara masyarakat Baduy Dalam membersihkan diri, mereka melakukan bersih-bersih di sungai secara terbuka dengan air sungai yang dingin.
12. Tragedi “ Angklung Mang Baduy”
Matahari menyinari hingga rumah-rumah adat Baduy, menadakan sebagai dimulainya aktivitas harian suku Baduy.Para lelaki baduy mempersiapkan peralatan untuk menuju ke ladang, para anak-anak masih sibuk bermain, sedangkan para remaja yang sudah mulai dewasa sibuk memberi makan hewan ternak.Kemudian pagi itu kembali ramai dengan suara-suara yang menyerupai pemutar music.Namun suara itu ternyata berasal dari permainan alat musik Angklung.Meskipun ada sedikit perbedaan dengan angklung pada umumnya, angklung ala suku Baduy sedikit lebih besar dari ukuran biasanya.Sehingga menimbulkan suara yang jauh lebih nyaring dan lebih tahan lama.
13. Tragedi “ Curhat ala Baduy”
[caption caption="Dokumentasi Pribadi"]
Bahkan ketika pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), masyarakat suku Baduy juga menempuh perjalanan menuju Istana Negara di Jakarta kemudian dilanjutkan ke rumah kediammanya di Cikeas Bogor selama 5 hari dengan berjalan kaki. Silaturahmi adalah tujuan awal mereka melakukan semua itu, maka hingga saat ini suku Baduy Dalam mempunyai kebiasaan selalu meminta alamat para orang-orang yang pernah berkunjung. Sehingga nantinya jika musim untuk bercocok tanam tidak begitu bagus mereka akanmemanfaatkan waktu dengan bersilaturahmi mengunjungi alamat yang mereka punya.
Bahkan mereka sudah hafal daerah-daerah elite seperti Bintaro dan Pondok Indah karena kedua daerah tersebut sering mereka kunjungi.Menurut cerita pak Pri awalnya mereka hanya mengikuti arah rel yang menghubungkan daerah Banten dengan daerah Jakarta untuk menemukan alamat tersebut namun seiring seringnya mereka bepergian, mereka sudah hafal jalur terdekat untuk menuju Jakarta. Maka saya menyebut mereka ‘The Real Backpaker’
14. Tragedi cinderamata terbaik ala Baduy
Seluruh rombongan telah bersiap-siap membereskan barangnya, pertanda berakhirnya cerita perjalanan kali ini. Pemimpin rombongan saya bersiap mengambil intruksi perjalanan dan dibarengi dengan doa bersama. Namun celetukan dari perempuan pada rombongan saya menjadi bahan diskusi yang menambah durasi waktu intruksi. Satu kalimat yang tidak akan pernah lupa “ wah kok gak ada oleh-oleh khas Baduy selain kain Baduy ini” ujarnya. Para peserta rombongan menyetujui opini perempuan itu.Ternyata tidak lama setelah itu muncul pedagang oleh-oleh dan souvenir yang notabenenya bukan warga Baduy Dalam mulai menjual barang daganganya. Dimulai dari gelang dan tas dari akar pohon, madu khas Baduy, slayer batik hingga kaos bergambar peta daerah Baduy. Alhasil gelang unik yang dibuat dari akar pohon menjadi pilihan cinderamata saya.
Alam memang tidak pernah membohongi manusia, karena dari pertama saya membeli gelang unik dari akar pohon ini hingga saat saya menulis cerita ini (1,5 tahun), gelang ini masih awet walaupun sudah berkali-kali dipakai dan terkena air. Inilah cinderamata terbaik ala Baduy, maka cintailah produk-produk Indonesia.
15. Tragedi “Profesor ala Baduy”
Satu perjalanan seribu satu hikmah adalah pernyataan yang tepat untuk menggambarkan perjalanan menuju permukiman suku Baduy.Rasanya gelar Profesor Baduy perlu didedikasikan untuk setiap warga Baduy yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan kearifan lokal.Mengapa demikian?Setiap warga Baduy adalah seorang ahli di berbagai bidang kehidupan, spiritual, pertanian, sosiologi, ekonomi hingga tata letak wilayah.Dimulai dari prinsip spiritual dan ketuhanan, meskipun mereka mempercayai Sunda Wiwitan sebagai agama mereka namun mereka tidak pernah melanggar dan mentaati peraturan serta adat istiadat Baduy.Selalu berjalan ketika bepergian, tidak menggunakan alas kaki serta tidak boleh menggunakan teknologi adalah cerminan ketaatan, kepercayaan dan tingkat spiritual yang tinggi.
Konsep Tuhan tahu apa yang hambanya kerjakan selalu dipegang teguh oleh suku Baduy. Suku Baduy yang ahli dalam bertani tanpa merusak kadar tanah adalah hal yang mustahil diterapkan di bidang pertanian masa kini, mengingat betapa rakusnya kita dalam mengeksploitasi alam. Selain itu dalam bidang social, tidak adanya kasus-kasus kriminalitas yang terjadi di suku Baduy, hal yang tentu sangat bertentangan dengan kehidupan kita sekarang.Perekonomian yang memproteksi dan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah merupakan ciri pakar dalam mengatur kesejahteraan masyarakat suku Baduy. Tata letak rumah yang diatur dengan Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Puun atau ketua Adat) dan adanya titik pusat perkumpulan menandakan tata letak wilayah yang dikelola dengan sangat baik oleh suku Baduy Dalam.
Baduy bukan sekedar suku pedalaman yang berada di Banten namun lebih dari itu, Baduyadalah potret bangsa Indonesia dahulu dengan kearifan lokal yangmendunia dan semoga akanmenjadi potret bangsa Indonesia yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H