15. Tragedi “Profesor ala Baduy”
Satu perjalanan seribu satu hikmah adalah pernyataan yang tepat untuk menggambarkan perjalanan menuju permukiman suku Baduy.Rasanya gelar Profesor Baduy perlu didedikasikan untuk setiap warga Baduy yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan kearifan lokal.Mengapa demikian?Setiap warga Baduy adalah seorang ahli di berbagai bidang kehidupan, spiritual, pertanian, sosiologi, ekonomi hingga tata letak wilayah.Dimulai dari prinsip spiritual dan ketuhanan, meskipun mereka mempercayai Sunda Wiwitan sebagai agama mereka namun mereka tidak pernah melanggar dan mentaati peraturan serta adat istiadat Baduy.Selalu berjalan ketika bepergian, tidak menggunakan alas kaki serta tidak boleh menggunakan teknologi adalah cerminan ketaatan, kepercayaan dan tingkat spiritual yang tinggi.
Konsep Tuhan tahu apa yang hambanya kerjakan selalu dipegang teguh oleh suku Baduy. Suku Baduy yang ahli dalam bertani tanpa merusak kadar tanah adalah hal yang mustahil diterapkan di bidang pertanian masa kini, mengingat betapa rakusnya kita dalam mengeksploitasi alam. Selain itu dalam bidang social, tidak adanya kasus-kasus kriminalitas yang terjadi di suku Baduy, hal yang tentu sangat bertentangan dengan kehidupan kita sekarang.Perekonomian yang memproteksi dan memanfaatkan sumber daya alam yang melimpah merupakan ciri pakar dalam mengatur kesejahteraan masyarakat suku Baduy. Tata letak rumah yang diatur dengan Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Puun atau ketua Adat) dan adanya titik pusat perkumpulan menandakan tata letak wilayah yang dikelola dengan sangat baik oleh suku Baduy Dalam.
Baduy bukan sekedar suku pedalaman yang berada di Banten namun lebih dari itu, Baduyadalah potret bangsa Indonesia dahulu dengan kearifan lokal yangmendunia dan semoga akanmenjadi potret bangsa Indonesia yang akan datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H