Mengawali  tulisan ini, saya mengucapkan selamat kepada bapak  Ir H. Joko Widodo dan KH. Ma'ruf Amin, telah terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024, berdasarkan perolehan Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) KPU, Senin 20 Mei 2019 pukul 21.00 WIB, Jokowi-Ma'ruf meraih 78.185.408 suara (55,63%), sedangkan Prabowo-Sandiaga mendapat 62.674.572 suara (44.37%). Adapun selisih suara dari kedua paslon ini sebanyak 15.510.836 suara atau sekitar 11.26 persen.
Meski pengumuman dari KPU sebagai penyelenggara resmi pemilu, baru diumumkan sehari lagi, tepatnya tanggal 22 Mei 2019, namun saya meyakini, bahwa pemenang pilpres tetaplah Jokowi-Ma'ruf, karena perbandingan 15 juta suara sangat tidak mungkin dikejar oleh paslon 02, mengingat data masuk di KPU adalah 91 persen dari  747.567  TPS, total keselurahan 813.350 TPS. Mengapa demikian?,
karena daerah yang padat penduduk diatas 20 Â juta pemilih di Pulau Jawa, menjadi lumbung untuk meraup suara terbanyak, saat ini telah memasukkan datanya di KPU dan memastikan paslon 01 menang telak, sehingga daerah lain di luar Pulau Jawa yang memiliki penduduk dibawah 3 juta pemilih, terkesan hanya menjadi peramai perolehan suara, itupun paslon 01 masih meraup perolehan suara signifikan meskipun tidak memenangi secara keselurahan.
Mari kita lihat, di DKI Jakarta, suara masuk 66,8%: Jokowi-Ma'ruf mendapatkan 2.217.476 suara dan Prabowo-Sandi mendapatkan 2.012.832 suara, selisih 204.644 untuk keunggulan paslon 01. Â
Di Jawa Barat, suara masuk 82%, Prabowo-Sandi memimpin dengan perolehan 12.958.390 suara sedangkan Jokowi-Ma'ruf 8.941.969, selisih 4.016.421 suara untuk paslon 02. di Jawa Tengah, suara masuk di KPU 99,4%, paslon 01 unggul dengan pencapaian suara 16.686.541 dan paslon 02 mendapatkan 4.913.048, selisih 11.773.493 suara. Â
Pada Provinsi yang dipimpin oleh Sri Sulan Hamengkubowono X, yakni DI Yogyakarta, suara masuk 99,2%, Jokowi-Ma'ruf mendapatkan 1.630.629 suara dan Prabowo-Sandi 731.334 suara, selisih 899.295 suara.Â
Di Jawa Timur, suara masuk 95,1%, Jokowi-Ma'ruf mendapatkan 15.450.807 suara sedangkan Prabowo-Sandi memperoleh 7.969.364 suara, selisih 7.481.443 suara untuk paslon 01. di Provinsi Banten, suara masuk  86%: Prabowo-Sandi unggul dengan perolehan 3.507.447 suara sedangkan Jokowi-Ma'ruf mendapatkan 2.148.440 suara, selisih 1.359.007 suara untuk paslon 02.
Sebagai pengamat politik kelas teri yang mulai tertarik dengan percaturan demokrasi Indonesia karena melihat gegap gempitanya Pemilihan Legislatif dan Pilpres saat ini, penulis melihat ada 3 faktor yang mendukung meroketnya suara Jokowi Ma'ruf, diantaranya:
1.Khususnya di Pulau Jawa,  memang tak dapat dipungkiri, karena didukung faktor kepadatan penduduk dan partisipasi jumlah pemilih yang banyak, Pulau Jawa merupakan penentu  suara nasional bagi kontestan Pilpres.
 Tidak terlepas dari data Pilkada sebelumnya, perolehan suara signifikan Jokowi- Ma'ruf terjadi di Provinsi Jawa Tengah, disebabkan dukungan dari PDIP, Golkar PPP, Nasdem dan Demokrat (selain Demokrat yang pada pilpres berkoalisi pada paslon 02, keempat partai yang disebutkan awal merupakan koalisi 01).Â
 Hasil dari Pilkada Jateng 2018 dimenangkan Ganjar Pranowo- Taj Yasin dengan perolehan 10.362.694 suara dibandingkan pesaingnya Said dan Ida Fauziyah sebanyak 7.267.993 suara di usung oleh Gerindra PKS dan PAN (pada pilpres 2019 ke paslon 02) dan PKB (pada pilpres 2019 menjadi koalisi 01).
Di Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa bersama Emil Dardak memenangkan Pilgub 2018 dengan perolehan 10.465.218 suara, Â yang diusung oleh Partai Demokrat, Golkar, NasDem, PPP, Hanura, dan PAN. Selain Demokrat dan PAN yang kini berkoalisi dengan paslon 02, kemenangan ketua Muslimat NU Â itu, karena terdapat unsur partai Golkar, Nasdem, PPP dan Hanura berkontribusi suara untuk paslon 01.Â
Sementara itu, pesaingnya, Saifullah Yusuf (Gus Ipul)-Puti Guntur Soekarno yang diusung oleh PDIP, PKB, PKS dengan perolehan 9.076.014 suara. Menariknya, terdapat dua pasang partai pengusung masing masing paslon, yakni PDIP dan PKB di kubu 01 kemudian PKS dan Gerindra di kubu 02. Artinya, masing masing kedua partai pengusung memiliki suara untuk disuplai kepada calon presidennya.
2. Tingkat Kepuasaan Kinerja Jokowi Meningkat, bila pada pilpres 2014 kemarin, Prabowo-Hatta: 62.576.444, Jokowi-JK: 70.997.851, Selisih 8.421.389 suara, maka pada pilpres kali ini, selisih keduanya mencapai dua kali lipat.Â
Saya melihat, salah satu faktor utama melonjaknya suara Jokowi-Ma'ruf dikarenakan pengaruh kuatnya dukungan massa yang menaruh fanatisme parpol. Kita lihat, parpol yang berkoalisi pada kedua paslon sejak 2014 dan 2019, merupakan koalisi parpol yang sama, kecuali Golkar dan PPP yang pada 2014 berada pada kubu Prabowo-Hatta, namun 2019 menjadi suksesor Jokowi-Ma'ruf.
Untuk memberikan analisa setingkat anak SD, dapat memberikan gambaran bahwa, sedangkan 2014 tanpa didukung oleh Golkar dan PPP, Jokowi-JK pada saat itu masih memenangkan pilpres, nah bagaimana jadinya kedua parpol lawas ini, terhadap perolehan suara Jokowi-Ma'ruf? Â
Selain karena faktor dukungan parpol, saya melihat adanya sebuah tanda berupa tingkat kepuasaan atau kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Jokowi sangat tinggi.Â
Tidak heran, sosok Presiden RI ke 7 Â ini menjadi figur yang telah menanamkan simpatik di hati rakyat. Sehingga, bagaimanapun terpaan fitnah atau hoax yang menerpa kepribadian maupun pelaksanaan kerja sebagai kepala negara, masyarakat sepertinya tidak mudah lagi digoyangkan keyakinanannya untuk tidak memilihnya.
3. Karena Dukungan Nahdlatul Ulama. Tidak dibisa dipungkiri lagi, bahwa Organisasi Islam terbesar di Nusantara ini, memiliki andil besar dalam memenangkan pasangan Jokowi-Ma'ruf.Â
Meski tidak terang-terangan secara organisasi untuk berpolitik praktis, namun warga Nahdhiyin tentunya merasa terpanggil untuk memenangkan paslon 01, karena siapa lagi dibalik sosok Kyai sepuh, Ma'ruf Amin.Â
Selain itu, NU yang dikenal sangat tegas menjaga Agama, bangsa dan Negeri, melindungi Pancasila dan NKRI Â dari serangan Islam Transnasional, yang kini bersemayam dibalik pesaing 01.
Maka tidak heran, bila NU selalu terdepan atau pasang badan terkait menyelamatkan NKRI dari pengaruh sistem khilafah yang digaungkan oleh HTI (kini menjadi ormas terlarang di Indonesia).Â
Meski, tidak terhitung lagi fitnah dan cacian yang menerpa Kyai dan warga Nahdhiyyin lainnnya, termasuk ketua PBNU sendiri, yakni KH Said Aqil Siradj, hal itu semua dikarenakan NU sebagai pemilik saham atas terbentuknya NKRI. Penulis menilai, salah satu khidmat untuk menjaga NKRI, yakni dengan memenangkan paslon 01.
Mengakhiri tulisan ini, mari kita bersama-sama, menerima hasil penghitungan suara KPU Pusat secara lapang dada. Semua yang telah terjadi merupakan ketentuan dari Allah yang maha kuasa. Berhubung lebaran tinggal dua minggu lagi, mari kita semua, mensucikan diri dengan berpuasa, sehingga kita menjadi orang yang sabar dan pemaaf diselimuti Iman dan Taqwa.Â
Jangan mudah terpengaruh dengan isu-isu kecurangan yang belum tentu anda tahu kebenarannya, apalagi di bulan Ramadhan ini, seharusnya kita mengisisnya dengan amal ibadah, bukan dengan konflik maupun ujaran-ujaran kebencian.
Wallahul muwaffiq ilaa aqwaamittahariq, wassalamualaikum wr wb. Â
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI