Mohon tunggu...
Iqbal AR
Iqbal AR Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis dan Mahasiswa

Hidup adalah pengabdian, berbagi, dan tahu ilmunya | Mahasiswa Prodi Rekayasa Perangkat Lunak | Aksara Pers | ArgumentasiRealiti Project

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bandung, Kota Impianku (Bagian 2/2)

15 Februari 2020   20:30 Diperbarui: 15 Februari 2020   20:39 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Setelah sebelumnya penulis membahas tentang bagaimana penulis mempertimbangkan pilihan dalam memilih jurusan dan kampusnya, di artikel lanjutan kali ini penulis akan membahas hal apa saja yang bisa jadi acuan dalam memilih kota tujuan berikutnya. 

Kuliah tidak hanya sekedar tentang akademik ataupun kegiatan perkampusan, namun juga menjadi momentum pembelajaran hidup dengan suasana lingkungan yang berbeda. Lalu, bagaimana penulis akhirnya menjatuhkan pilihan di kota ini?

Penulis mulai jatuh cinta dengan kota ini sejak pertama kali menginjakkan kaki di sini, tepatnya saat study tour Tsanawiyah di Trans Studio Bandung tahun 2015 (TSB resmi tahun 2011, saat itu masih hype). 

Sarapan dan makan malam di RM. Sukahati Cinunuk Cileunyi, berlanjut ke Museum Geologi, bermain di TSB, dan mengakhiri hari berbelanja di Cibaduyut. Bahkan beberapa puisi awal yang pernah ditulis terinspirasi dari kota ini (#BandungInspiringMe).

Terlepas dari itu, ada beberapa aspek yang menjadi pertimbangan ketika melihat kota tujuan berikutnya, yang disebut sebagai "kota impian".

1. Program Studi dan Universitas

Aspek tersebut sudah pernah dijelaskan di artikel sebelumnya. Tetapi, bukan faktor itu saja yang menjadi pertimbangan dalam memilih kota impian. Ada juga faktor lain yang perlu dilihat, yakni perguruan tinggi "tetangga". Bisakah mereka "menolong" dalam menuntut ilmu di kota orang?

Dalam kasus penulis di Bandung, adanya kampus besar seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD), dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan dengan tidak mengecilkan kampus lain, juga banyaknya kampus swasta bagus (dari sisi pemeringkatan kampus, fasilitas, dll. dalam kasus penulis adalah kampus berbasis IT atau penyelenggara jurusan IT), maka bisa dipastikan akan sangat mendukung dalam atmosfer belajar terkhusus di bidang IT.

2. Lokasi kota yang Strategis dan Bisa menjadi Rujukan

Bandung dikenal sebagai salah satu pusat industri kreatif di negeri ini. Tak heran mengapa penulis memilih kota ini sebagai tempat merantau berikutnya. Dengan bertemu orang-orang hebat, penulis berharap dapat menemukan pengalaman dan wawasan baru.

Lokasi yang strategis, yang dimaksud penulis adalah merupakan pertengahan antara daerah asal dan ibukota. Mengapa Jakarta? Banyak penyelenggaraan acara, seminar, pameran, dan sejenisnya yang diselenggarakan di Jakarta. Dengan akses yang dekat tersebut, penulis berharap bisa mudah dalam mobilitas ke ibukota.

Banyaknya penyelenggaraan seminar dan workshop tentang IT di Bandung, dibarengi dengan komunitas yang cukup banyak dan variatif menjadikan penulis mempertimbangkan kota ini. Penulis menggunakan dua variabel rujukan dalam menentukan kota pilihan. Yaitu beberapa situs dan akun sosial media yang berfokus menginformasikan event IT, dan juga fasilitas terkait (Coworking, penyelenggaraan kursus, dll.). Pengamatan di situs dan akun sosial media mengukur seberapa sering diselenggarakannya acara IT di kota tersebut, walau penulis menyadari bahwa hal tersebut agak subyektif dan tidak dapat akurat sepenuhnya.

3. Infrastruktur Kota

Infrastruktur kota bagi penulis dibagi dua, yakni penunjang mobilitas belajar dan penunjang kota umum.

Penunjang mobilitas belajar, selain banyaknya tempat yang mendukung untuk belajar (Coworking space, dll.) juga hal-hal mendasar yang terkait dengan pembelajaran. Adanya toko buku/pasar buku yang cukup lengkap (di Bandung terdapat pasar buku Palasari, toko buku branded juga tersedia di penjuru kota), transportasi umum yang bisa diandalkan (paling tidak saling menghubungkan antar-kampus atau tempat umum lainnya), ataupun pendukung kegiatan komunitas (Techno Park, dll.).

Sedangkan penunjang kota umum, penulis definisikan adalah terkait dengan kebutuhan dasar dan hiburan. Banyaknya mal yang bertebaran di setiap wilayah kota, pilihan bioskop memadai, tempat olahraga umum, tempat-tempat menarik untuk sekedar jalan menikmati kota, dan hal-hal sepele semacam taman kota ataupun pedestrian yang nyaman.

Apakah Bandung memenuhi semuanya? Tidak ada kota yang sempurna. Bandung dengan segala kekurangannya adalah hal yang patut disyukuri. Syukur adalah kunci karena tanpa itu pada akhirnya malah menimbulkan ketidaknyamanan. Iya, Bandung adalah kota termacet di Indonesia, tapi apakah kita nggrundel karenanya? Tidak. Bagi penulis, justru yang membuat kita nyaman ketika menjelajah sebuah kota adalah memahami setiap kekurangannya dan menikmati segala keindahannya.

4. Prospek Kerja

Biasanya kota berbasis industri memiliki prospek kerja yang lumayan tinggi, maksud prospek bagi penulis adalah banyaknya lowongan yang tersedia di satu daerah tersebut. Bandung adalah salah satu dari kriteria tersebut, banyaknya perusahaan IT yang mendirikan kantornya di Bandung dan dibantu dengan kebijakan pemerintahnya (dalam kasus penulis, Bandung dicanangkan menjadi smart city) akan memaksimalkan peluang yang ada.

Selain itu, dengan lingkungan yang mendukung juga dapat membantu mewujudkan ide besar dalam membangun sebuah startup. Dikelilingi lingkungan akademik yang mendorong ke arah tersebut, kebijakan pemerintah, dan penyuntikan dana akan menumbuhkan startup-startup yang dapat berkontribusi bagi kemajuan bangsa Indonesia.

Walaupun begitu, pilihan untuk kembali ke kampung halaman adalah sebuah impian. Suatu hari, berharap bisa kembali. Namun begitu, apa salahnya melirik kesempatan di kota impian atau bahkan bisa berjodoh dengan salah seorang penduduknya? *ups

5. Komunitas

Banyaknya kampus-kampus penyelenggara jurusan IT dan berkembangnya komunitas-komunitas yang mendalami bidang IT dapat membantu dalam mengembangkan jaringan pertemanan dan skill. Melalui training dan workshop yang diselenggarakan, diharapkan dapat menambah wawasan dan kemampuan. Jaringan pertemanan yang luas juga dapat membantu dalam masalah pekerjaan atau sekedar tugas koding dari perkuliahan.

Adanya kampus-kampus besar, aksesibilitas mudah, dan lingkungan yang mendukung dapat mengembangkan keberadaan komunitas, dimana diri bisa ditempa dalam skill, memperluas jaringan pertemanan dari kampus-kampus lain, dan bersosialisasi dengan berbagai perbedaan. Itulah harapan penulis ketika menginjakkan kaki di Bandung.

6. Sosial Budaya Masyarakat

Hal ini merupakan bagian paling subyektif dari pembahasan ini. Sebagian besar dari kalian mungkin berkeinginan agar dapat berkumpul atau berada di lingkungan yang seragam dan searah. Tapi, bagi penulis yang menginginkan pengalaman baru di tanah orang adalah salah satu tujuan pembelajaran hidup.

Bandung dipilih karena kita tahu mayoritas penduduknya adalah orang Sunda, dari latar belakang Jawa tentu akan ada perbedaan-perbedaan yang bisa menjadi wawasan dan pengalaman yang menarik. Belajar bahasa Sunda, mengenali karakter orang-orangnya, bagaimana adat dan tata kramanya, dan lain sebagainya. Penulis menyebutnya sebagai faktor sosbud.

Selain faktor sosbud, ada yang penulis sebut sebagai faktor religius. Banyak yang berpesan kepada penulis agar tidak terjebak pada pemahaman-pemahaman yang bertentangan dengan apa yang sudah dipelajari selama ini. Ya, mereka tak salah, tapi yang membuat penulis memilih kota ini adalah "menjadi minoritas". Di kota asal yang biasanya malam Jumat selalu berkumandang tahlil dan surah Yasin, di kota ini mungkin hanya bertemu di sudut-sudut tertentu saja. Setiap subuh yang terbiasa membaca Qunut, kali ini bahkan hampir tidak pernah. Namun bagi penulis, masalah khilafiyah masih tak mengapa.

Faktor ekonomi juga tak boleh dilupakan. Bagaimana kita mengatur keuangan kita agar tetap bisa bertahan hidup di kota besar. Gaya hidup yang mewah dan hedonis memang berakibat pada membengkaknya pengeluaran. Tentang berapa cost life yang harus dikeluarkan, bagi penulis adalah bagaimana individu tersebut dapat menahan diri dari segala tawaran menggiurkan dari sebuah kota metropolis.

Bandung, dengan segala fasilitas yang mendukung. Dari sekedar bioskop, restoran ternama, bahkan night life sebagai pelarian kehidupan adalah gambaran betapa mudahnya kita menemukan apa yang kita mau, tapi bukan berarti apa yang kita inginkan adalah apa yang kita butuhkan. Memang, Bandung terlihat mahal, tapi semakin kita terlena akan kelengkapannya maka semakin mahal biaya hidup kita.

Bagaimana dengan kamu? Mungkin saja kamu mendamba kota lain, penulis tidak memaksamu untuk melanjutkan pilihan di kota ini (tambah macet euy). Tapi, kalian dapat menggunakan variabel-variabel di atas sebagai perbandingan dalam memilih kota yang ingin kalian tuju. Esensinya, di manapun kamu berada tetaplah bagian dari Indonesia.

Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung.

Dan pesan terakhir, dengan segala yang tersedia jangan sampai kamu lupa tujuanmu ke sana. Belajar dan menggapai cita-citamu. Selamat berjuang dan banggakan mereka yang mengharapkan kesuksesanmu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun