Keraton sebagai komplek kegiatan budaya dan tempat tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono dan keluarganya, tidak semua terbuka untuk umum. Bentuk bangunan terpengaruh model dari Eropa (Portugis, Belanda) dan China. Arsitektur keraton dirancang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I sekaligus pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Bangunan pokok dan desain  dasar tata ruang dari keraton dan desain dasar lasnkap kota tua Yogyakarta diselesaikan antara tahun  1755-1756.
Setelah mengunjungi keraton, kami menyempatkan diri untuk singgah ke Museum Kereta Keraton Yogyakarta. Di tempat ini, pengunjung bisa melihat aneka kereta kuno milik Keraton Yogyakarta, mulai dari masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono pertama hingga Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Museum tersebut menyimpan 23 koleksi kereta kuda, lengkap dengan pelbagai peralatan dasar kuda dan kereta. Dari jumlah itu, terdapat 18 kereta yang masih digunakan untuk upacara-upacara kebesaran keraton. Selain kereta kuda dan perlengkapannya, ada pula patung kuda di sana.Â
Selain dari sisi sejarah, museum yang juga disebut unit Wahanarata ini juga mengedepankan sisi teknologi. Terdapat tiga fasilitas yang bisa dicoba pengunjung, di antaranya augmented reality photobooth, Catch and Run Games, dan Come to Life. Melalui ketiganya, pengunjung bisa berinteraksi dengan berbagai elemen budaya di museum, baik secara individu maupun bersama-sama.
Setelah puas berkeliling museum, akhirnya kami memutuskan untuk segera kembali ke penginapan. Sambil menunggu taksi online kami sempatkan singgah ke Masjid Gedhe Kauman Keraton Yogyakarta. Â Saat itu masjid masih sepi karena waktu shalat masih agak lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H