Ia baru saja turun dari sepeda tuanya dengan bertelanjang dada, lalu melepaskan celurit yang menempel di belakang punggung dan menurunkan jerigen-jerigen dari sepeda, wajahnya nampak lelah, terlihat bulir keringat masih  menempel di tubuhnya.Â
Setelah itu ia mencuci tangan dan kakinya dari serpihan manggar (Bunga yang masih muda) pohon kelapa, kemudian menyenderkan punggungnya di pintu depan rumah kecilnya.Â
Ia adalah Rohadi seorang pengrajin gula jawa yang telah melakoni pekerjaannya selama bertahun tahun. Meskipun orang-orang akrab dengan gula jawa, namun tak banyak yang tau proses dibaliknya.
Rohadi mengistirahatkan tubuhnya sejenak, sebelum kembali lagi bekerja. Masih banyak pekerjaan yang perlu dikerjakannya hari ini.
Melelahkan                                                       Â
Pukul lima pagi sehabis sholat subuh Rohadi sudah mengayuh sepedanya untuk memulai aktivitas. Peralatan tempur berupa celurit dan jerigen sebagai wadah air nira nantinya, tak lupa dibawanya.Â
Di pagi hari ia harus memanjat sekitar 40 pohon kelapa untuk mengambil air nira (cairan manis dari manggar) . Air nira yang sudah terkumpul dimasukan ke dalam jerigen lalu dibawanya pulang untuk di masak.Â
Jam Sembilan pagi Rohadi biasanya sudah sampai rumah, ia lalu mempersiapkan kayu bakar untuk memasak air nira. Proses memakan waktu sekitar delapan jam untuk mengahasilkan nira yang sudah mengental dan siap dicetak.Â
Selama proses perebusan, panas api harus selalu stabil agar kematangannya merata, sehingga Rohadi perlu berjaga selama delapan jam sembari terus memasukan kayu bakar kedalam tungku.
Setelah cukup lama di masak, air nira akan mengental sehingga terlihat seperti gulali. Lalu, air nira yang sudah mengental dimasukan ke dalam cetakan. Biasanya proses itu dilakukan pada pukul setengah lima sore.Â