"Kuliah Kerja Nyata itu proses mendesokan mahasiswa yang sekarang statusnya kek pejabat keilmuan ajaah"
Hujan mengguyur sore ini dengan intensitas yang lembut. Suara gemriciknya seolah alunan rima yang menyongsong datangnya azan magrib. Udara dingin menyapu dengan embusan yang kalem seakan memberikan pemakluman kepada anak-anak kecil yang berlarian menuju ke mesjid kampung. Aroma khas tanah yang terangkat oleh hujan, serta langit - langit kampung yang diselimuti pohon - pohon durian, semakin menambah kesan damai di perkampungan ini.
Sembari berjalan kaki menuju mesjid, mata saya mengamati setiap sudut - sudut kampung yang begitu hijau dan lembap, di belakang telah mengekor anak - anak kecil yang sedari tadi mencari perhatian saya. Mereka mendatangi saya dan mulai bercerita tentang tetek bengetnya kehidupan sekolah. Dan meminta saya mengajari mereka sedikit ilmu perihal merayu wanita, aaaaah anak kecil jaman sekarang benar - benaar sudah terkontaminasiiiii !!
Sudah, sudah, gak perlu ngegassssh dong !
Tidak terasa, waktu KKN akan segera berakhir. Segala macam suasana sejuk nan damai akan mulai berganti dengan ramainya hiruk pikuk kota Semarang. Menanggalkan segala macam permainan dengan anak kecil di setiap sore, mulai menutup kebiasaan berjalan di tepi sawah di kala fajar, dan tidak ada lagi ribut - ribut di pagi hari perihal jadwal memasak. Momen yang paling dirindukan adalah ketika berdialog santai dengan pemilik rumah tempat saya menumpang. Bercerita tentang sejarah desa, budaya, dan kebiasaan masyarakat setempat. Dan lagi, berada di desa yang damai ini terasa seperti begitu dekat dengan Tuhan. Haiiish terhuraaa !!
Itulah potret di sebuah kampung tempat saya menyelesaikan program pengabdian suci dari kampus. Sebuah kampung yang terletak di pelosok barat daya Kota Semarang yang berbatasan dengan Kabupaten Kendal. Maklum, belakangan ini mahasiswa di beberapa kampus di kota Semarang seperti saya tengah menjalani salah satu pengabdian suci, atau istilah kampusnya adalah KKN - Kuliah Kerja Ngorok eeeeh Kuliah Kerja Nyata-.Â
Sebuah pengabdian suci yang diberikan oleh kampus untuk menguji keabsahan istilah Agent of change, serta sebagai sarana menetralisasi sifat hedonisme mahasiswa milenial seperti saya yang kian tumpeh - tumpeh. Bukan tanpa alasan loooh ketika saya mengutarakan dua pokok urgensi dari pengabdian suci ini.
Perkembangan arus globalisasi yang begitu masif, menyebabkan berbagai budaya dan style hedonis barat kian menjamur di kalangan mahasiswa milenial seperti saya. Banyak budaya dan gaya hidup desa yang sederhana mulai ditinggalkan dengan dalih ketinggalan jaman. Selain itu, gelar agent of change yang melekat, mengakibatkan tidak sedikit masyarakat umum yang memandang mahasiswa seperti saya sebagai kasta baru di kancah persosialan kemasyarakatan. Dan menyematkan mahasiswa seperti saya sebagai katrol elit di bidang keilmuan. Padahal yah kalau dilihat-lihat, banyak mahasiswa seperti saya yang lebih sering menghabiskan waktunya bukan di dunia keilmuan, melainkan di dunia perkasuran. Tapi tetap saja, namanya juga mahasiswa, dari dulu sampai sekarang, image yang ada di masyarakat perihal mahasiswa ya begitu adanya.
Setujuuuu ?? Okeh kalau ga setuju juga gak apa - apa.
KKN merupakan sebuah fase di civitas akademik kampus yang mau tidak mau harus dilalui oleh setiap mahasiswa yang ingin mendapatkan gelar strata 1 termasuk saya. Sebuah program dimana kami mahasiswa harus siap - siap dibuang ke daerah - daerah pinggiran kota atau bisa juga dilempar ke daerah - daerah terisolasi yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan. Tujuannya yah seperti yang saya ucapkan tadi, Â menguji keabsahan predikat agen of change dan menetralisasi berbagai sifat hedonisme mahasiswa milenial.
Terdengar keren memang bila disebut sebagai pengabdian suci. Pada awal - awal pelaksanaan program KKN. Cita - cita yang diharapkan di KKN ini adalah tentang peran mahasiswa sebagai calon sarjana untuk dapat memanfaatkan sebagian waktu belajarnya menyumbangkan pengetahuan dan ilmunya dalam membantu memecahkan dan melaksanakan pembangunan di dalam kehidupan masyarakat di pedesaan. Â Cita - cita awalnya sih begitu. Namun dengan perubahan waktu dan budaya. Tentunya membuat paradigmanya kini telah bergeser dan berorientasi sedikit pragmatis.