Beberapa ASN yang memiliki jabatan strategis di lingkup pemerintah daerah Maros menjadi mesin politik yang ampuh, jaringnya mampu meraup banyak suara. Dengan alasan iming-iming kenaikan pangkat atau jabatan dengan segera, mereka kemudian mendukung. Adapun ketika kedapatan oleh tim lain dan dilaporkan, tak masalah karena kandidatnya punya power yang mampu mementahkan kasus itu.
Kandidat yang merupakan usungan penguasa saat ini memang memiliki kelebihan, dalam hal ini kemampuan untuk mempengaruhi atau mengintimidasi netralitas ASN.
Kita sama-sama menginginkan dalam kontestasi pilkada ini, persaingan dilakukan secara sehat. Memanfaatkan ASN bukanlah tanda kesehatan dalam pertarungan. Tapi, apapun dalam pilkada bisa saja dilakukan, karena tujuannya bukan menjaga kesucian demokrasi, lebih kepada bagaimana mempertahankan kekuasaan atau memenangkan pesta politik. Apapun caranya, menjadi bupati dan wakil bupati itu yang utama.
Lalu, bagaimana nasib ASN yang ketika pilkada telah usai namun kandidat dukungannya tidak menduduki kursi bupati?
Kalau bukan dimutqsi ke jabatan yang tak terhitung, mungkin akan dikucilkan dan di lempar ke daerah terpencil. Atau paling tidak dibuatkan kasus, lalu dipenjarakan, kemudian digantikan posisinya. Aman kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H