Bali adalah Pulau yang terletak antara pulau jawa dan pulau lombok. Bali merupakan provinsi dengan mayoritas agama Hindu terbanyak di Indonesia. Sebanyak 86,53% penduduk Bali beragama Hindu. Maka dari itu banyak peraturan daerah yang dibentuk memiliki ciri khas yang tidak bisa ditemukan di pulau lain di Indonesia. Bali yang merupakan Pulau sekaligus provinsi yang beribukota di Denpasar memiliki budaya dan custom yang banyak dipengaruhi dari ajaran Hindu. Mulai dari bahasa, pakaian, sampai bentuk bangunan yang ada di Pulau Bali.
     Bali memiliki salah satu peraturan yang unik yang berbeda dari banyak pulau di Indonesia. Ketika kalian pergi Jakarta atau Surabaya, kalian bisa melihat gendung pencakar langit dan bangunan-bangunan tinggi yang memenuhi sudut kota, namun di Bali kemanapun kalian pergi, kalian tidak akan menemukan gedung pencakar langit ataupun bangunan-bangunan tinggi, meski kali pergi ke Denpasar yang merupakan ibukota Provinsi Bali. Hal ini karena Pemerintah Bali telah mengeluarkan PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 3 TAHUN 2020 jo PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI BALI TAHUN 2009-2029. Perda nomor 3 tahun 2020 pasal 95 ayat (2) huruf a berbunyi "arahan ketinggian bangunan dibatasi maksimum 15 m (lima belas meter) diatas permukaan tanah tempat bangunan didirikan". Pasal tadi artinya setiap bangunan yang dibangun di Bali tingginya tidak boleh melebihi dari 15 m dihitung dari dasar (tanah) sampai keatas. Sehingga kebanyakan bangunan di Bali tinggi tidak melebihi 15 meter. Namun, Perda diatas juga mengatur beberapa pengecualian untuk bangunan tertentu. Pasal 95 ayat (2) huruf c memberikan pengecualian terhadap bangunan sebagai berikut:
1. bangunan terkait navigasi bandar udara dan
penerbangan;
2. bangunan terkait peribadatan;
3. bangunan terkait pertahanan kemananan;
4. bangunan Mitigasi bencana dan
penyelamatan;
5. bangunan khusus terkait
pertelekomunikasian;
6. bangunan khusus pemantau bencana alam;
7. bangunan khusus menara pemantau
operasional dan keselamatan pelayaran; dan
8. bangunan khusus pembangkit dan transmisi
tenaga listrik;
9. bangunan rumah sakit untuk mengakomodasi penyediaan ruang untuk jaringan infrastruktur terkait rumah sakit dengan ketentuan jumlah lantai setinggi-tingginya 5 (lima) lantai.
Bangunan diatas merupakan pengecualian karena mereka merupakan bangunan penting yang merupakan infrastruktur vital yang digunakan untuk kepentingan negara dan masyarakat umum, antara lain Bandara, menara sinyal pemancar komunikasi, tiang/bangunan tenaga listrik, dan Rumah sakit.
     Aturan ini juga didasari oleh Agama Hindu sebagai agama mayoritas di Bali. Masyarakat Bali percaya bahwa para dewa bersemayam di gunung-gunung, terutama di puncak tertinggi di pulau ini, Gunung Agung. Sebagai tanda penghormatan dan pengabdian, mereka tidak membangun bangunan yang lebih tinggi dari pohon kelapa di pulau ini, untuk memastikan bahwa bangunan mereka tidak bersaing dengan ketinggian gunung yang sakral. Selain itu, terdapat pula konsep Tri Hita Karana yang menekankan keharmonisan antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Dengan menjaga keseimbangan di antara ketiganya, keharmonisan dalam hidup akan tercipta.
Menurut konsep Tri Hita Karana, bangunan dirancang untuk berdiri berdampingan dengan lingkungan alam, bukan saling mendominasi. Oleh karena itu, menjaga bangunan tetap rendah dapat menjaga estetika pulau dan memungkinkan masyarakat Bali hidup selaras dengan lanskap sekitarnya, yang meliputi pegunungan, hutan, dan sawah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H