7. bangunan khusus menara pemantau
operasional dan keselamatan pelayaran; dan
8. bangunan khusus pembangkit dan transmisi
tenaga listrik;
9. bangunan rumah sakit untuk mengakomodasi penyediaan ruang untuk jaringan infrastruktur terkait rumah sakit dengan ketentuan jumlah lantai setinggi-tingginya 5 (lima) lantai.
Bangunan diatas merupakan pengecualian karena mereka merupakan bangunan penting yang merupakan infrastruktur vital yang digunakan untuk kepentingan negara dan masyarakat umum, antara lain Bandara, menara sinyal pemancar komunikasi, tiang/bangunan tenaga listrik, dan Rumah sakit.
     Aturan ini juga didasari oleh Agama Hindu sebagai agama mayoritas di Bali. Masyarakat Bali percaya bahwa para dewa bersemayam di gunung-gunung, terutama di puncak tertinggi di pulau ini, Gunung Agung. Sebagai tanda penghormatan dan pengabdian, mereka tidak membangun bangunan yang lebih tinggi dari pohon kelapa di pulau ini, untuk memastikan bahwa bangunan mereka tidak bersaing dengan ketinggian gunung yang sakral. Selain itu, terdapat pula konsep Tri Hita Karana yang menekankan keharmonisan antara manusia, alam, dan dunia spiritual. Dengan menjaga keseimbangan di antara ketiganya, keharmonisan dalam hidup akan tercipta.
Menurut konsep Tri Hita Karana, bangunan dirancang untuk berdiri berdampingan dengan lingkungan alam, bukan saling mendominasi. Oleh karena itu, menjaga bangunan tetap rendah dapat menjaga estetika pulau dan memungkinkan masyarakat Bali hidup selaras dengan lanskap sekitarnya, yang meliputi pegunungan, hutan, dan sawah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H