Masih berhubungan dengan penghitungan hutan dan lahan, ada lima teknik pengumpulan karbon (pool carbon) yang mutlak digunakan, seperti di atas tanah (biomasa), di bawah tanah (akar), kayu mati, serasah, dan karbon tanah. Kelima teknik ini memastikan tidak akan ada yang tertinggal kala penghitungan, khususnya hutan tanaman industri (HTI) dan tanah mineral.
Tantangan dan Peluang di Indonesia
Tantangan paling nyata dalam pelaksanaan penurunan emisi adalah kebijakan, penelitian, dan usaha. Dalam konteks kebijakan, sudah ada beberapa yang begitu detail, seperti kebijakan hak pengusahaan hutan (HPH). Tantangan lainnya adalah memastikan areal perhutanan sosial dan hutan rakyat yang masih memiliki batas sangat kecil. "Tantangan kelembagaan juga masih ada," kata Ridwan menambahkan.
Sementara peluang bagi perusahaan yang berniat andil dalam perdagangan karbon, bisa melakukan pendampingan masyarakat lewat perhutanan sosial. Perhutanan sosial sendiri luasnya telah mencapai delapan juta hektare dengan 14,740 kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS). Syarat yang perlu dipenuhi perusahaan dalam perdagangan karbon, menurut Peraturan Menteri LHK No 7 Tahun 2023, harus berada pada kategori perak (platinum) atau paling tidak memiliki 71 KUPS.
Sebagai informasi, dari 14,740 itu, sebanyak 8,760 KUPS masih berstatus biru, sehingga perusahaan-perusahaan di provinsi dengan potensi perhutanan sosial tinggi, berpeluang menaikan statusnya menjadi platinum.
Persyaratan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim
Bagaimana suatu perusahaan membuktikan bahwa aksi mitigasinya berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan? Suci mengatakan, suatu perusahaan sedikitnya harus bisa berkontribusi positif di salah satu indikator pembangunan berkelanjutan. Semua potensi dampak negatif yang teridentifikasi juga harus bisa dimitigasi dengan cara yang wajar dan handal. "Jangan lupa, penilaian dan pemantauan kontribusi itu kemudian didokumentasikan sesuai panduan penilaian dan pemantauan kontribusi aksi mitigasi bagi pembangunan berkelanjutan," kata Suci mengingatkan.
Beberapa informasi tambahan dibagikan Suci di ujung webinar, diantara yang terpenting terkait konsultasi publik. Suci menekankan bahwa perusahaan wajib melakukan publikasi dan konsultasi publik dengan cara mengumpulkan masukan dari para pemangku kepentingan serta masyarakat yang terdampak langsung. Masukan, publikasi, dan konsultasi publik tidak hanya harus didokumentasikan serta ditindaklanjuti dengan semestinya, tetapi juga dapat digunakan dalam proses skema sertifikasi pengurangan emisi GRK Indonesia (SPEI). "Sementara untuk aksi mitigasi yang berada dalam batas dan lingkup usaha atau kegiatan yang lebih besar, sehingga tidak memiliki dokumen lingkungan secara khusus, dapat menggunakan hasil publikasi dan konsultasi publik dari penyusunan dokumen lingkungan usaha atau kegiatan yang lebih besar tersebut," kata Suci.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI