Identitas adalah konsep kompleks yang mencakup bagaimana seseorang memandang dirinya sendiri dan bagaimana ia dipandang oleh orang lain. Namun, dalam beberapa kasus, identitas dapat menjadi fiktif---sebuah konstruksi yang sengaja dibangun untuk menutupi kebenaran atau memanipulasi persepsi orang lain. Perilaku manipulatif, yang sering kali berjalan seiring dengan identitas fiktif, adalah upaya untuk mengendalikan atau memengaruhi orang lain demi keuntungan pribadi.
Identitas fiktif adalah gambaran diri yang tidak sesuai dengan realitas. Ini bisa berupa persona yang sengaja diciptakan untuk menutupi kelemahan, menyembunyikan masa lalu, atau mencapai tujuan tertentu.Â
Di era media sosial, banyak orang menciptakan identitas fiktif dengan menampilkan versi ideal dari diri mereka sendiri. Mereka mungkin memposting foto-foto yang diedit, mengklaim pencapaian yang dibesar-besarkan, atau menyembunyikan masalah pribadi. Identitas fiktif sering kali bertujuan untuk mendapatkan pengakuan, pujian, atau status sosial.
Dalam hubungan interpersonal, seseorang mungkin menciptakan identitas fiktif untuk menarik perhatian atau memanipulasi pasangan. Misalnya, seseorang mungkin berpura-pura memiliki minat atau nilai yang sama dengan orang lain hanya untuk membangun kedekatan emosional.
Di dunia kerja, identitas fiktif dapat muncul ketika seseorang menciptakan persona profesional yang tidak sesuai dengan kepribadian aslinya. Hal ini sering dilakukan untuk mendapatkan promosi, memenangkan proyek, atau memengaruhi rekan kerja.
Identitas fiktif sering kali menjadi landasan bagi perilaku manipulatif. Ketika seseorang menciptakan persona yang tidak autentik, ia mungkin merasa perlu untuk mempertahankan citra tersebut dengan cara-cara yang tidak etis.
Gaslighting adalah bentuk manipulasi psikologis di mana seseorang membuat orang lain meragukan persepsi, ingatan, atau kenyataan mereka. Orang dengan identitas fiktif mungkin menggunakan gaslighting untuk mempertahankan citra mereka dan menghindari pengungkapan kebenaran.
Perilaku manipulatif sering kali melibatkan eksploitasi emosional, di mana seseorang memanfaatkan perasaan orang lain untuk mencapai tujuannya. Misalnya, seseorang mungkin berpura-pura menjadi korban atau menggunakan rasa bersalah untuk memengaruhi keputusan orang lain.
Identitas fiktif sering kali dibangun di atas kebohongan. Orang yang mempertahankan identitas fiktif mungkin terus-menerus berbohong atau menipu untuk menghindari ketahuan bohongnya.