Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelukis Hardi: Seni untuk Perubahan

26 Oktober 2024   10:20 Diperbarui: 26 Oktober 2024   10:39 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Handogo

Saya tertarik dengan papernya Hardi. Saya rasa ini pertanyaan yang sangat lugas dan masalah ini masalah yang memang sangat menggelisahkan saya lebih cenderung bahwa masalah ini menjadi sebuah tantangan di antara pelukis dan saya lebih cenderung juga pertanyaan ini menjadi pertanyaan bahwa sebelum masalahnya terjawab, itu dijadikan sebagal keperihatinan Nasional Saya yakin bahwa pada hakekatnya seni rupa di manapun juga selalu membawakan misi yang menyangkut mental spiritual karena kita sudah lihat buktinya kesenian itu selalu memberikan daya pikir, mempunyai pengaruh terhadap lingkungan di dalam cara berpikir, cara bersikap dalam hidup dan sebagainya. Walaupun juga berkembang sebagai seni-seni yang berguna tapi betapa bahwa satu kurun kebudayaan dari negeri-negeri lain sangat dicerminkan sekali oleh perkembangan kesenian bimbingan mereka.

Mbah Broto

Apakah seni lukis dalam pembangunan menyangkut mental spiritual? saya rasa ada terselip Yang dikatakan spiritual itu berarti kerohanian. kebatinan yang paling tinggi terimakasih.

Hardi

Saya tidak bisa memberikan resep-resep karena saya bukan Resepsionis. Tetapi dengan adanya pemikiran-pemikiran demikian, secara umum saya rasa akan lebih menggiatkan seni rupa Dengan adanya akal, lalu masalah sosial agama sebagai akar, saya rasa seni lukis Indonesia akan lebih maju di masa mendatang Sehingga kalau ada orang asing di sini menganggap "Wah ini di Eropa sudah banyak yang begini saya rasa hal itu tidak akan terjadi lagi Pelukis-pelukis asing kelas dua, atau kelas tiga yang karyanya belum bagus, bahkan di negaranya sendiri belum terkenal, datang ke sini bikin workhsop kepada mahasiswa- mahasiswi ini saya rasa akan menyesatkan. Karena kalau yang memberikan workshop adalah almarhum Picasso atau Miro ataupun De Kooning misalnya, mau tidak mau harus bisa kita terima karena memang mereka master-master dalam kesenian di Eropa

Vlug

Dalam pameran bung Hardi, di sana ada lukisan Yasser Arafat kemudian Korban Nuklir Saya terkesan Ada di sana lukisan yang menggambarkan Indonesia ada kere tidur dengan background gedung yang akan dibangun, nah disini saya lihat bahwa bung Hardi kayaknya mengada-ada. Terutama Yasser Arafat dan Korban Nukir Saya lebih sreg umpama bung Hardi hanya memamerkan satu lukisan tentang masalah sosial yang saya bilang ada embel-embelnya Indonesia Saya lihat sendiri bung Hardi tidak konsekwen Kalau kita lihat bukan bung Hardi saja, banyak seni rupawan Indonesia lainnya Orang terkenal seperti Bimbo, dia merangkaikan Reagan dengan Andropov atau sapa ya ? Maunya apa? Jadi dia hanya mencomot sana sini kemudian jadi populer. Apakah tujuan kita untuk mempopulerkan diri atau tujuan untuk memperbaiki Bangsa hanya dengan cara seperti itu? mencomat sana sini, yang kadang-kadang itu kelihatan muluk Yasser Arafat, Reagan dan lain-lain yang sebetulnya tidak ada artinya, Coba misalkan kita pikir soal banjir, soal nasi bungkus ini bukan mengada-ada ini problem kita Terimakasih.

Hardi

Tentang Yasser Arafat itu terus terang saya simpati, bebas dari problim politiknya tetapi dia yang terusir dari negaranya dan seperti seekor anjing berpindah-pindah tempat itu membikin saya terharu dan tertarik untuk melukisnya Kemudian saya lukiskan Yasser Arafat mengungsi di Borobudur dan akan selamat, pasti selamat tidak akan dikejar-kejar. Disitu dia berdialog dengan Sidharta Gautama.

Pasar Seni 12 Maret 1984

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun