Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pelukis Hardi: Seni untuk Perubahan

26 Oktober 2024   10:20 Diperbarui: 26 Oktober 2024   10:39 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak pelukis-pelukis pemula yang abstrak lukisannya(ini banyak saya lihat di Balai Budaya) sebagian besar memasalahkan hal-hal yang rohaniah dengan judul serem, aneh dan magis, sehingga penonton sering kali berhadapan dengan seperti kode hwa-hwe, eee maaf ini saudara Motinggo Busye kalau ada, itu karyanya juga begitu saya maksud. Setahu saya, yang konsekwen dengan lukisan abstrak baik Isi atau ucapannya antara lain pelukis Fajar Sidik dengan lukisannya "Dinamika keruangan Di situlah hakekat seni lukis abstrak non representasional ada buktinya, saya pikir para seniman barat yang biangnya lukisan abstrak itupun akan geleng-geleng kepala bila lukisan abstrak Indonesia diberi judul yang akhirnya menjadi tujuan itu, jadi judul menjadi tujuannya. Dalan lukisan yang ngebom ke dalam, artinya seram rohaniah spiritual jadi satu. Di sinilah kehebatan lukisan abstrak Indonesia Orang barat di barat mencanangkan bentuk warna sebagai warna, garis sebagai garis, tidak mewakili apapun. Di sini menjadi sebuah teka-teki Sudjojono pada suatu kesempatan pernah melontarkan gagasan yang khas, tetapi ada pula pelukis abstrak yang bagus, ini tidak bisa dipungkiri

Kembali hal seni rupa di dalam pembangunan, menyinggung peranan kesenian tentulah menyangkut kegunaan tujuan karya tersebut, maka pameo seni untuk seni apakah masih berlaku lagi Apakah seni melulu untuk keindahan, apakah setelah indah sudah tidak ada lagi permasalahan, apakah seni yang memiliki guna tidak indah? apakah hal tersebut bukan berarti di masa pembangunan seni tak memiliki peran? itu semua pertanyaan-pertanyaan yang saya rasa relevan untuk dipertanyakan Kalau seni untuk seni saja ukurannya, saya kira kaum Persagi dulu dalam masa kemerdekaan bukan seni, karena seni kaum Persagi sudah bertujuan tetapi kalau menyangkut kegunaan. maka lukisan yang seni melulu untuk seni jelas tiada guna.

Di barat seni untuk seni tidak berhenti begitu saja. Dia dikuti oleh Disainer untuk di ambil hal-hal yang aneh yang baru yang menakjubkan Sebagi contoh, semenjak Piet Mondrian menciptakan lukisan klise yang kotak-kotak itu maka disainer mebel interior makin bergaya Mondrian, di mana sudut lengkung cukup banyak di hilangkan tetapi di sini tentu lain halnya. Di mana seni untuk seni nancap di tembok rumah mewah yang di lihat hanya oleh si tuan rumah, bapak, isteri serta pembantunya dengan perhitungan bisnis. Atau seorang pejabat pemerintah dalam ruang kantornya telah menggantungkan dengan seenaknya lukisan gambar Sri Batara Kresna di bingkai apik dan ditaruh di depan mejanya. Tentunya pekerjaan menggantungkan wayang Kresna tadi seni memang Lain dari keisengan belaka, tetapi di dorong oleh suatu alasan tertentu. Alasan yang dipupuk sedari kecil, dewasa, dan tua mengenai figursKresna. Tentu bagi orag Jawa figur Kresna bukan hal yang asing. Tipe Kresna tipe intelek, sang pejabat berpikir figur paripurna yang demikianlah yang pantas diteladani Karena tidak menggantung gambar yang lain, karena seni rupa wayang yang tradisional tadi memiliki peran yang ber mental spiritual, tidak sekedar tamannya sofa, atau karpet dan meja mewah dan lain-lain. Lantas apakah karya-karya tersebut bisa digantikan dengan karya Hendra, Affandi yang punya peran yang sama dengan figur-figur wayang tadi? saya rasa tidak. Karena figur wayang tadi telah menjadi suatu simbul umum. Sedangkan modern belum menjadi simbul pribadi pelukisnya, kendati saya tidak menolak kemungkinan bahwa karya Affandi tadi sangat dibutuhkan oleh batin yang punya. Tapi ini jelas hal yang khusus bukan hal yang umum 

Contoh Kesenian wayang adalah contoh kesenian Tradisional yang di tiap pulau atau suku di Indonesia mempunyai bentuk lain, tapi tidak merupakan kontemporer atas seni rupa seni asing Se orang Adam Malik pernah ditanya seorang wartawan mengenai karya pelukis Indonesia yang bisa membangunkan mental spiritual, beliau menjawab sangat ragu. Ini sebagai ilustrasi ada wartawan dari merdeka datang ke kantor saya, dia menanya Saya mau Interview Adam Malik apa yang bisa ditanyakan kira-kira? Saya titip pertanyaan apakah seni rupa modern Indonesia punya peran dalam pembangunan dalam masalah mental spiritual ?. Adam Malik menjawab sangat ragu lebih banyak memberikan contoh pelukis atau lukisan Eropa yang sudah bersemayam di Museum. Adam Malik mengatakan bahwa karya tersebut harus memiliki usia yang panjang untuk dikenang tak mudah dilupakan si penonton, dan karya tersebut hanya karya Raden Saleh katanya. Jawaban fadi sangat ragu-ragu saya dengarkan dari tape itu. Maka dengan penuh kebingungan kalau ada.

Pertanyaan apakah seni rupa modern punya peran dalam pembangunan yang menyangkut mental spiritual?, maka jawaban saya tidak tahu. Sebab belum ada penelitian tentang itu. Lantas kalau ada pertanyaan apakah seni rupa modern Indonesia mempunyai peran dalam masa pembangunan yang menyangkut phisik? Saya terus jawab ada, buktinya nya. Lukisan, patung Bali yang di eksport menjadi komoditi industri pariwisata. Mungkin semua seni rupa modern mempunyai peran dalam era pembangunan ini pada nilal krisisnya terhadap pembangunan itu sendiri, dan untuk kritis tentunya harus menggunakan bahasa figuratif, bukan abstraksionisme yang bicara garis sebagai garis. Di samping itu tak tertutup bagi karya-karya yang eksperimental yang memiliki semangat sosial yang jujur Kalau demikian halnya, apakah seni rupa modern punya peran dalam pembangunan yang menyangkut mental spiritual, walau belum ada penelitian, walau agak ragu serta gemetar saya akan menjawab ada Maka untuk itu kami buka tanggapan-tanggapan untuk anda.

Amrus kita buka tanggapan untuk Hardi. Saya ingin melihat kembali yang hadir di sini satu persatu, pak Sudjojono beserta isteri dan di sini ada mas Amang Rahman dari Surabaya dan Verstrijden, mungkin makalah yang telah disampaikan oleh teman kita Hardi akan memancing pikiran-pikiran teman-teman untuk mengisi materi-materi untuk menjadi lebih kaya, sebab pembangunan milik kita semua dan begitu juga seni rupa Indonesia.

Verstrijden

Saya sebagai tamu di Pasar Seni ini dan juga sebagai Warga Negara asing di Negara Republik Indonesia ini tentu saja mengikuti karakteristik lainnya, kegiatan-kegiatan seni itu adalah suatu aksi, suatu reaksi yang dapat dianalisa yang dapat dinikmati yang dapat di observasi, yang dapat dibaca, yang dapat didengar bagi seseorang yang utuh. Pada pokoknya ingin mengetahui isi ceramah Hardi itu saya ingin saudara Hardi menjelaskan apa sebenarnya, apa yang namanya seni di Indonesia ini.

Hardi

Terimakasih atas tanggapan dari Verstrijden direktur dari Erasmus Huis, yang dilontarkan paling akhir tadi sangat menarik sekali. Menurut saya kesenian adalah harapan pribadi seseroang dalam bentuk yang Estetik dengan latar belakang filsafat keindahannya membuahkan suatu karya. Saya sering sekali melihat lukisan di Balal Budaya yang akhir-akhir ini pameran luar biasa gencarnya, dari pelukis-pelukis pemula yang kebanyakan tidak memiliki latar belakang kesenian. Seorang apotheker entah karena apa mendadak menjadi seorang pelukis. Pegawal TVRI yang tidak tau abc nya seni lukis jadi pelukis. Seorang novelis jadi pelukis Untuk mengokohkan dia menjadi seorang pelukis diperlukan seorang Menteri untuk membuka, kemudian upacara dengan makanan yang enak-enak Kalau kita lihat saudara Sudjojono karya-karyanya Seiko, atau Affandi dengan Pengemis, saya jelas jelas merasa bahwa itu kesenian, tetapi bukan untuk karya Pirous misalkan. Saya tau karya Pirous misalkan untuk apa dia di pajang di situ, apa kesenian itu gula? 

Itu suatu pertanyaan saya. Lukisan Amang Rahman misalkan, tha ini kesenian, saya mendapatkan sesuatu di sini. Yang baru lalu sava betul. Betul kaget, apa ini wajah Indonesia. Ini khususnya Karya2 pelukis2 muda Indonesia, tidak problem sama sekali khususnya tentang masalah- masalah sosial yang nyangkut, saya tau sebabnya. Sejak tanun 80. Ketika saya dimintal keterangan yang berwajib gara-gara lukisan saya "Presiden 2000 karena salah faham belaka itu. Banyak lukisan yang menyangkut masalah sosial yang lebih tajam dari saya, dan mereka mendadak sakit perut pada pulang ke Jagya karena takut mereka itu Setelah itu kemudian seni lukis yang berthema sosial di kalangan anak anak muda menjadi sedikit. Saya rasa tinggal saudara Dede Erisupria

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun