Mohon tunggu...
Ipon Semesta
Ipon Semesta Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Seniman. Melukis dan Menulis. Mantan Jurnalis Seni dan Budaya. Ketua PERSEGI (Persaudaraan Seniman Gambar Indonesia)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seni Patung Asmat

11 Oktober 2024   10:43 Diperbarui: 11 Oktober 2024   10:45 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

----------------------------------

SENI PATUNG ASMAT

Oleh: Amrus Natalsya

Sebagai pematung kayu saya amat tertarik pada patung-patung kayu suku Asmat di Irian Jaya ini. Tertarik, karena patung-patung Asmat punya originaltas, ekpresi yang kuat dan bersatu dengan alam kehidupan real serta spiritual mereka. Suatu karya yang mempunyai kesendirian, juga suatu karya yang merupakan buku terbuka baik tentang alam pikiran dan cita rasa mereka dalam mengamati alam maupun tentang perlaku hidup untuk bertahan dari kekuatan alam yang keras dan kejam. Keadaan ini terdapat juga pada patung patung Batak, Nias, Bali kuno dan beberapa daeran lannya di Tanah Air. Namun pada patung patung Asmat pemakaian warna-wama yang sederhana tapi mantap serta pengolahan tersusun (totem) yang tinggi-tinggi yang di bagian atasnya memerlukan bidang yang luas, betul betul mencekam dan khas mereka.

Karya-karya Asmat ini adalah karya spirtual yang berkaitan dengan Animisme, penghormatan dan hubungan yang tak bisa putus dengan roh para leluhur, merupakan suatu sirkulasi alam yang dikuasa oleh roh-roh, dari yang nyata seperti sinar matahari hingga suara-suara burung yang mengisi endapan malam, atau sunga-sungai hutan berikut isinya. Bagi suku Asmat semua ini punya arti spiritual dan terwujud dalam perilaku hidup mereka. Suku Asmat hidup dalam semangat spiritual yang demikian dan patung Asmat merupakan produk spiritual dan spiritual yang berwujud dan langsung membentuk estetika spiritual pula. Jelaslah karya-karya seni yang kita lihat pada pameran ini bukanlah suatu produk yang dimulai dengan niat bisnis melainkan dimulai dengan suatu usaha melindungi diri menghormati para leluhur sekaligus pula menjadi pendorong semangat sebagai pengayom sebagai penolak bala dan yang amat penting dia adalah simbol dan sarana untuk tetap hidup (survival) di tengah-tengah alam yang amat alami.

Pada patung-patung Asmat kelahiran estetika pandangan keindahan bukan ditentukan oleh ilmu artistik seperti kita kini tapi lahir bersama pada saat menanggap alam sekitar, baik yang kasat mata maupun bukan keindahan pada patung Asmat bukanlah "keindahan" rasional, fetapt keindahan spiritual. (Memang apapun alasannya apapun zamanya, apapun dasar sosialnya, keindahan sejati "Seni Murni" beranjak dari dam pikiran sadar dan bawah sadar untuk memanifestasikan nilai hidup manusia dengan alam semesta atau dengan kata lain Seri Murni beranjak dari kesadaran manusia menilai hakekat kesemestaan hidup). Begitulah tinjauan mengapa karya-karya seni yang menjangkau

alam semesta dan usaha untuk itu selalu menarik, tidak lain karena menyangkut hakikat hidup. Hakikat hidup adalah hakekat alam itu sekaligus pula makna dari kehendak penciptalya tidak pernah habis apalagi mati.

Patung patung kayu suku Amat ini telah bicara dan mencoba mencopal dan menterjemahkan hakekat diam ini dengan dasar kehidupan mereka yang animeme, sakral dan penuh lambang-lambang Apakah kita yang moderen ini telah menciptakan bentuk-bentuk yang hakiki dan kebenaran hidup hakekat alam dari alam moderen, yang berorientas ke masa depan, yang penuh dengan ilmu pengetahuan Teknologi, komputer dan lain-lain? Ataukah kita sekedar pemakai saja? Tanpa mampu mencipta? Sejarahlah yang akan menjawabnya... Merdeka...

Pasar Seni 19 Apr 1984 

Editor Dr. Sudarmaji

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun