Ira balas menatap mataku dalam – dalam, aku tidak tahu apa yang ada didalam hati dan kepalanya saat itu, aku hanya mendengar satu – satunya keinginan terbesarku yaitu pulang dan membayar hutang janji bapak atas tanah kelahirannya.
—
Sudah dua minggu aku tidak melihat buba melintas didepan rumah tapi sore itu dia datang dan tersenyum lebar sekali didepan pintu.
“ ayo katong ke bukit batu kak ! “
Buba berlari sambil melompat, layang – layang diatas kepalanya terbang maju mengikutinya.
“ beta sudah lulus kakak “ buba bersiap – siap menerbangkan layang – layangnya “ nilai beta yang tertinggi kak “
“ lalu ? kamu … “
“ lalu mari kakak pegang beta punya layang – layang, beta mau kasi terbang “
Buba melangkah mundur, mengulur benang dan bersiap – siap menarik. Aku terkejut sekaligus terkesima mendapati tulisan yang dipaksa menempel seadanya diatas kertas minyak dari layang – layang yang aku pegang; Beta Anak Gunung, Beta jadi presiden.
Layang – layang terbang tinggi, nampak kecil dan elok menari diatas angin. Buba berbaring dibebatuan sambil mengendalikan layang – layangnya.
“ beta tidak lanjut sekolah lagi kak, beta mau bantu bapak ibu saja dirumah. Tapi beta mau terus belajar, beta mau jadi presiden di gunung “