Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Debat Capres AS Sama dengan American Beauty

11 Oktober 2016   13:39 Diperbarui: 11 Oktober 2016   14:18 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyaksikan debat kedua antara calon presiden AS dari Partai Demokrat, Hillary Clinton melawan Donald Trump dari Partai Republik, Senin, 9 Oktober 2016 WIB, seperti menyaksikan inilah real America. Plus dan minus nilai-nilai Amerika saat ini ada di sini dari debat 90 menit yang kali ini punya dua moderator dan juga sejumlah pertanyaan dari penonton di studio serta penonton sosial media (on line).

Formatnya lebih cair dari debat pertama dan dari tampilan televisi terlihat "jarak" antara kedua kondidat dan penonton di studio sangat dekat sehingga ini mencerminkan betapa calon presiden dan kelak presiden AS harus mampu mendengarkan dan melayani rakyatnya secara dekat pula. Sayangnya, banyak dari isi debat menyinggung hal-hal di luar kesopanan, terutama masalah perselingkuhan suami Hillary Clinton, yaitu mantan Presiden AS, Bill Clinton, dengan sejumlah perempuan, yang ironisnya "dihadirkan" Trump untuk menyaksikan acara ini. Sementara Hillary pun secara gencar meneror Trump dengan pertanyaan dan pernyataan yang menyinggung perilakunya yang suka melecehkan perempuan.

Saya ambil kata "American Beauty", dari film berjudul sama produksi 1999 yang dibintangi oleh Kevin Spacey (Lester) dan Annette Bening (Carolyn), serta disutradarai oleh Sam Mendes, yang menggambarkan kehidupan pribadi sebuah keluarga sukses dan sudah mempunyai anak perempuan remaja.

Kehidupan rumah tangga ini, seperti banyak sebenarnya sudah terjadi di Indonesia, dilihat dari luar harmonis, tapi di dalamnya bermasalah. Apalagi kalau bukan suami-istri ini berkembang dengan kariernya tapi tidak diimbangi dengan komunikasi yang baik antara keduanya. Komunikasi tidak berkembang karena sang istri seorang materialistis dan kurang perhatian serta perfeksionis. 

 Dampaknya Lester, pria paruh baya ini, tertekan hidupnya yang akhirnya juga mundur dalam kariernya karena kontraknya di perusahaan periklanan tidak diperpanjang, lantas pria 42 tahun ini mempunyai passion (hasrat), fantasi seks dan "melakukannya" dengan teman sang anak yang masih remaja. Di akhir cerita, tetangganya seorang kolonel, karena mencurigai Lester berhubungan homoseksual dengan putranya, menembak Lester hingga mati. 

Ya debat capres tersirat dan tersurat menggambarkan "kebobrokan" banyak rumah tangga di AS yang terlihat jelas dan kasat mata diungkapkan secara vulgar betapa Bill Clinton melakukannya kepada lebih dari satu perempuan, sementara Donald mengaku ucapan pelecehan kepada kaum hawa hanyalah obrolan terbatas (locker room conversation). 

Untungnya Hillary tidak terseret ke permainan Trump yang secara sengaja ingin memberikan pesan kepada penonton... lihatlah capres kalian Hillary, dia tidak menyalahkan suaminya, tapi justru menyalahkan perempuan-perempuan selingkuhannya.

Debat yang dilakukan di Washington University ini memang lebih marak dan secara visual lebih menarik karena melibatkan lebih banyak orang. Pada sekitar 6-10 menit pertama tampaknya director (pengarah cara), menurut saya, melakukan kealpaan dalam melakukan "screen direction" (arah pandang) masing-masing kandidat. Lihat gambar.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Hal lain pengambilan gambar yang tidak sempurna ketika wajah Trump terpotong dan ini juga dalam beberapa menit awal. Lihat gambar,

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Laporan tentang Rating dan berapa jumlah penonton program ini ternyata menurun tajam dari debat pertama. Jumlah penonton pada debat pertama adalah 90 juta orang tapi yang kedua hanya 84 juta orang. Setelah dievaluasi, pada saat bersamaan, stasiun televisi NBC, menayangkan tayangan langsung Sepak Bola Amerika (American Football) yang ditonton 15 juta orang. 

Sejumlah pengamat mengatakan banyak orang "mungkin" sudah tidak mau melihat lagi tayangan debat kedua karena sudah mempunyai pilihan. Hal yang lain, banyak orang tua tidak mau menonton program ini untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan kritis dari anak-anak mereka yang masih kecil tentang istilah, bahasa, perilaku yang dipertontonkan keduanya, terutama Trump menyangkut isu pelecehan. Dan terakhir, tren menonton program televisi di mana pun, episode kedua, penontonnya akan lebih sedikit dari yang pertama.

Sebagai kesimpulan dari debat tadi malam, keduanya tampil seperti "yang diharapkan" pendukungnya masing-masing, sayangnya Trump menemui lawan yang sangat kuat, seperti yang diucapkan di akhir pidato tentang pandangan positifnya tentang Hillary yaitu: Dia bukan wanita yang gampang menyerah! Trump yang sudah kalah di debat pertama, tetap kalah di debat kedua sebagaimana dilaporkan Reuter namun marginnya menipis. 

Buat pembenci Hillary, kata-kata setan, pembohong dan sumpah serapah lainnya mungkin terasa "wajar" karena diucapkan typical (khas) Trump, namun kata-kata ingin memenjarakan Hillary karena masalah penggunaan dan penghapusan email termasuk kategori offside bahkan too much (keterlaluan). Benar prediksi Hillary, bila Trump memimpin AS dan menjadi Panglima Tertinggi, akan bertindak otoriter. 

Mungkin juga Hillary bukan pilihan terbaik saat ini tidak seperti Obama, tapi apakah rakyat AS ingin dipimpin Trump yang dianggap tidak layak karena menyembunyikan dan tidak membayar pajak yang seharusnya digunakan untuk kesehatan, sekolah, militer dan lainnya. Bila Trump menang dalam capres ini, siap-siap kita menikmati American Beauty, sekuel kedua, dalam dunia nyata.

The United States depends on South Korea and Japan to help promote American values in East Asia (Evan Bayh) 

Referensi: http://www.reuters.com/article/us-usa-election-debate-ratings-idUSKCN12A1LF?il=0

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun