Mohon tunggu...
Iwan Permadi
Iwan Permadi Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja kreatif televisi dan Guru Bahasa Inggris

a freelance tv creative

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

And The Winner Goes to Jokowi or Prabowo?

7 Juli 2014   22:32 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:07 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14047218421377058663

Tayangan akhir Adu Debat Capres-Cawapres hari Sabtu, 07 Juli 2014 akhirnya berakhir klimaks, ya momen yang ditunggu banyak penonton di rumah yang "rajin" mengikuti adu debat sejak pertama kali diadakan pada tanggal 08 Juni lalu.

Dari enam segmen pembagi tayangan adu debat terakhir ini dimana pada segmen terakhir masih ada kemungkinan pertanyaan ditanggapi lalu ditanggapi lagi hanya ada di adu debat ini. Materi sudah oke, visualisasi juga terjaga ketika moderator Sudharta Prawata Hadi, Rektor Universitas Diponegoro, dengan latar belakang gelap (kamera diletakkan"low angle" sehingga langit-langit Gedung Bidakara yang gelap) menjadi pembeda.

Kedua pasang capres dan cawapres juga mulai "galak" dan mempertanyakan statement masing-masing pada kampanye sebelumnya dan ini menjadi bahan amunisi untuk saling "menjatuhkan".  Pada segmen satu pidato Hatta Rajasa terlihat lebih "articulate" daripada Jusuf Kalla (JK) yang terdengar lebih "ringan".

Pada segmen 2 tentang Pertanian, seperti biasa Joko Widodo (Jokowi) secara detil menjelaskan tentang strategi pertaniannya dimana secara garis besar sudah ada , alias blue printnya sudah ada cuma dalam tahap pelaksanaannya, makanya dia ingin agar segera dibenahi. Sementara pada segmen ini Prabowoseperti biasa mengutarakan hal-hal besar yang akan dilakukan seperti membuka lahan pertanian baru, karena banyak tanah-tanah pertanian subur menjadi lahan properti. Namun Prabowo "lupa" tidak membahas rencana untuk menangani perubahan iklim (climate change) yang sedang jadi masalah dunia saat ini. Mungkin kalau mereka ingat, Menteri Luar Negeri AS John Kerry beberapa waktu lalu ke Indonesia untuk mengingatkan Indonesia yang punya "tingkat kerawanan" efek dari climate change.

Pada segmen 3 tentang Energi terbarukan konsep rencana kedaulatan Energi, Hatta Rajasa secara "konseptual" menjelaskan paparannya, namun sayang tidak dibahas Energi terbarukan macam apa yang ingin dilaksanakan di Indonesia? Matahari? Air? Angin? Malah pada segmen ini Jokowi lebih "jelas" tentang pemanfaatan gas karena lebih murah dengan mengkonversinya dari bbm. Energi terbarukan malah Jokowi lebih detil bicara tentang "biofuel" dari tanaman yang banyak ada di Indonesia.

Pada segmen 3 ini dalam pertanyaan tentang lingkungan, Jokowi cenderung "menyalahkan" pertumbuhan ekonomi sehingga aspek lingkungan jadi terbengkalai spt penggundulan hutan dan rusaknya lingkungan. Sementara Prabowo menyalahkan ledakan penduduk yang membuat ini menjadi masalah besar. Kalau solusi Jokowi langsung laksanakan pelestarian hutan (kalau perlu pertumbuhan ekonomi dikurangi?) sedangkan Prabowo memecahkannya dengan cara "pendidikan" (spt kampanye pelestarian alam? keluarga berencana?)

Pada segmen 4 terlihat sangat seru karena Prabowo sebagai ketua HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) terlihat "confident" menyatakan lembaganya sebagai yang menentang impor beras tapi justru Jusuf Kalla, saat itu jadi capres memperingatkannya.  Sementara Hatta Rajasa mengatakan impor beras karena situasi alam tidak menentu dan untuk konsumsi "orang asing" yang ada disini (beras asli asing?)

Pada segmen 4 pertanyaan kedua JK bicara lantang tentang Protokol Kyoto, Kesepakatan Bali, serta Carbon Foot Print untuk menjawab pertanyaan Hatta. Sementara Jokowi tidak melanjutkan (mungkin sudahlah ini porsi JK?).  Berikutnya Hatta dengan sigap menjawab pertanyaan tentang kebutuhan listrik dan kenapa di sejumlah daerah masih byar pet.  Segmen 4 ini cukup panjang dan terakhir pertanyaan sindiran dari Prabowo tentang koperasi, dijawab Jokowi bahwa koperasi sebagai sokoguru ekonomi Indonesia tetap diperlukan.  Dengan berseloroh Jokowi menjawab : "Bapak salah baca atau salah dengar!" "Seorang Jokowi tidak akan mengatakan hal itu". Jokowi hanya ingin desa-desa itu mandiri secara pangan dan secara energi dari ketersediaan daging dan energi (kotoran ternak jadi bahan bakar) bisa diwujudkan.

Pada segmen 5 inilah terjadi JK (Jusuf Kalla) tidak mau menjawab pertanyaan Hatta karena pertanyaannya salah karena Hatta "bingung" tidak bisa membedakan antara Kalpataru (Hadiah Lingkungan Hidup) serta Adipura (Penghargaan kepada kota/kabupaten yang menjadi kota bersih/indah lingkungan hidupnya).  Lucunya Hatta "sepertinya" ingin "menyentil"  "ketidak-mampuan Jokowi" memimpin Solo dan Jakarta dalam merebut Adipura-tapi karena salah nama penghargaannya....tujuan ini jadi meleset.

Pada segmen 5 lainnya Prabowo dan Jokowi saling melengkapi tentang kebutuhan daging. Prabowo ingin daging sapi yang diinginkan dipotongnya di Indonesia, sementara Jokowi menginginkan impor daging janganlah yang  berharga ratusan ribu , yang dibawah itu, sehingga harga harga tidak menukik naik. Jokowi menginginkan kebijakan daging jangan cuma digantungkan pada satu kandang. Ibarat pepatah asing...don't put your eggs only in one basket!

Pada segmen ini Prabowo rupanya "gatal" untuk tidak menanyakan kembali kenapa ide perluasan tanah pertanian tidak dijawab? Prabowo rupanya "sebel" diajari "Jokowi" kalau buat sawah itu lihat airnya dulu, bangun irigasi baru buka pertanian baru. Jokowi mendengar pertanyaan itu, dari mimik dan gaya menjawabnya seperti "balik sebel" , mungkin dalam pikirannya "nih orang maksa banget ya? Jokowi mengingatkan dia akan membuat sejuta hektar tanah pertanian baru dan itu sudah diwacanakan pada kebijakan kedaulatan pangannya.  (Disini mungkin Prabowo sewot, karena ide Prabowo tidak pernah secara "tulus" diiyakan/dibenarkan oleh Jokowi-sesuatu dalam persepsi politik yang membuat Jokowi terlihat "lebih pintar" dari Prabowo..he he he).

Pada segmen 5 selanjutnya Jusuf Kalla rupanya "tidak nyaman" dianggap pihak yang tempat pelaku kleptorasi (pencuri hak kekayaan milik rakyat). Prabowo rupanya kurang "tegas" menyebutkan siapa yang diarah dengan pernyataannya di kampanyenya  itu, padahal cuma ada dua pihak-pihak Prabowo dan pihak Jokowi? Dan rupanya JK yang "marah" akhirnya mengatakan mafia minyak, sapi dan Al Qur'an justru ada di pendukung Prabowo...ha ha ha...skak mat!

Pada akhir segmen 5 dengan "bersemangat" Hatta mengatakan bahwa pemerintahan SBY berhasil menaikkan harga gas Tangguh ke 12 dollar dari  3.3 US Dollar (namun saat ini baru 8 US Dollar, kalau perhitungan tahun 2016 baru benar),namun pada segmen 6  pernyataan ini dibantah oleh JK yang mengatakan kenaikan itu memang "wajib" adanya karena setiap 4 tahun ada evaluasi dan bukan renegoisasi-karena jelas ada di kontrak, sebagaimana JK pernah bicara langsung dengan Presiden Tiongkok saat itu Hu Jintao

Pada segmen 6 pertanyaan tentang penggundulan hutan, Prabowo bicara kebijakan secara global sedangkan Jokowi lebih tehnis menyangkut hutan ini peruntukannya untuk apa lahan dilindungi, lahan pertanian atau apa aja? Dan ini mestidiatasi dari mulai perijinan yang tumpang tindih.

Istilah “kelompok kepentingan” yang membuat Indonesia tidak menjadi berdaulat dalam energy dikemukakan oleh Jokowi . Kelompok yang “selalu diuntungkan” oleh kebijakan energy Indonesia saat ini dan harus diinvestigasi

Pada closing statement seperti biasa Prabowo mengajak untuk seluruh masyarakat untuk menghargai hasil pipres 09 July sementara kejutan Jokowi mengakhirinya dengan membaca doa yang diambil dari surat Al Baqarah ayat 201:

"Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanah waqina 'adzabannar"
("Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka".)

Sayang Jokowitidak mengajak pendukungnya “menengadahkan tangan”….jadi kurang klimaks.

Hal lain yang tidak pernah diambil adalah lengan panjang Jokowi yang selalu digulung tidak pernah di close up" . Hal lain yang "masih kurang digarap" reaksi shot lawan debat saat sang lawan bicara. Mimik, gesture, dan gerak tubuh tanpa berkata itu justru merupakan “kejujuran” , bukankah tersirat itu lebih tajam daripada tersurat?……less (talk) is more (meaningful)!

http://www.tempo.co/read/news/2014/07/06/092590860/Debat-Hatta-Keliru-Sebut-Harga-Baru-Gas-Tangguh

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun