Mohon tunggu...
ipanmaulana
ipanmaulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Hobi saya mendengarkan musik, yang bagi saya adalah cara terbaik untuk mengekspresikan diri dan merasakan kedamaian. Musik memberikan saya kesempatan untuk melepaskan penat dan membangkitkan berbagai perasaan, tergantung dari genre yang saya dengarkan. Terkadang, saya merasa seperti musik bisa berbicara lebih banyak daripada kata-kata. Saya menikmati berbagai jenis musik, dari yang santai hingga yang penuh energi, karena setiap genre memiliki daya tariknya sendiri yang bisa menyesuaikan suasana hati saya. Bagi saya, musik bukan hanya hiburan, tetapi juga sarana untuk merenung dan meresapi kehidupan. Selain itu, saya sangat tertarik dengan dunia manajemen. Saya merasa nyaman dengan pekerjaan yang membutuhkan perencanaan dan pengorganisasian, dan saya suka memecahkan masalah serta merancang solusi yang efektif. Manajemen memberi saya kesempatan untuk melihat gambaran besar, memahami dinamika kelompok, dan bekerja untuk mencapai tujuan bersama. Saya senang jika bisa mengelola sesuatu, baik itu proyek, tim, atau aktivitas lainnya. Saya merasa tertantang untuk menemukan cara terbaik agar segala sesuatu berjalan efisien dan sukses. Saya percaya bahwa kombinasi antara ketertarikan saya terhadap musik dan manajemen menciptakan keseimbangan yang baik dalam hidup saya. Musik memberi saya ruang untuk meresapi dan mengisi ulang energi, sementara manajemen memungkinkan saya untuk bertindak, merencanakan, dan mencapai tujuan-tujuan saya. Kedua hal ini mencerminkan siapa saya—seseorang yang menghargai kreativitas, tetapi juga memiliki orientasi yang kuat terhadap hasil dan efisiensi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemanfaatan model pembelajaran kooperatif learning untuk meningkatkan kemampuan kerja sama peserta didik di sdn 1 ciminyak

30 November 2024   15:32 Diperbarui: 30 November 2024   15:31 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BAB I PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang 

Pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan yang menekankan pentingnya kerja sama dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan belajar bersama. Pendekatan ini tidak hanya berfokus pada pencapaian hasil akademik semata, tetapi juga pada pengembangan keterampilan sosial yang sangat penting bagi perkembangan anak, seperti kemampuan bekerja dalam tim, komunikasi efektif, pemecahan masalah secara kolaboratif, dan pengembangan empati. Dalam konteks pendidikan di sekolah dasar, keterampilan sosial ini sangat vital karena siswa tidak hanya belajar untuk menguasai materi pelajaran, tetapi juga untuk mempersiapkan diri mereka dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Di SDN 1 Ciminyak, model pembelajaran kooperatif telah diterapkan dengan tujuan untuk memfasilitasi siswa dalam berkolaborasi dan mengembangkan keterampilan sosial mereka. Melalui kegiatan yang melibatkan kerja sama kelompok, siswa diajak untuk berbagi ide, berdiskusi, dan menyelesaikan tugas bersama-sama, yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam bekerja dalam tim. Meskipun model ini telah diimplementasikan, efektivitasnya dalam meningkatkan kemampuan kerja sama siswa dan dampaknya terhadap keterampilan sosial mereka masih belum jelas sepenuhnya. Beberapa pertanyaan yang muncul adalah sejauh mana model pembelajaran kooperatif ini dapat meningkatkan kemampuan kerja sama di kalangan siswa, serta apakah ada perbedaan keterampilan sosial yang mencolok antara siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif dan mereka yang tidak terlibat. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengaruh model pembelajaran kooperatif terhadap keterampilan kerja sama siswa di sekolah dasar, khususnya di SDN 1 Ciminyak. Penelitian ini diharapkan dapat 2 memberikan wawasan lebih dalam mengenai manfaat pembelajaran kooperatif, baik dalam konteks pengembangan keterampilan sosial siswa maupun dalam konteks akademik. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam penerapan model kooperatif di kelas, serta faktor-faktor yang dapat memengaruhi keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam meningkatkan kerja sama antar siswa. Dengan demikian, hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan evaluasi dan pertimbangan bagi guru dan pihak sekolah dalam mengembangkan praktik pembelajaran yang lebih efektif dan sesuai dengan kebutuhan siswa. 

B. Pertanyaan Penelitian 

1. Bagaimana model pembelajaran kooperatif mempengaruhi kemampuan kerja sama siswa di sekolah dasar?

2. Apa perbedaan keterampilan sosial yang muncul pada siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif dibandingkan dengan yang tidak?

C. Tujuan Penelitian 

1. Untuk menganalisis pengaruh pembelajaran kooperatif terhadap keterampilan kerja sama siswa. 

2. Untuk mengidentifikasi jenis kegiatan kooperatif yang paling efektif dalam meningkatkan kemampuan sosial siswa. 

BAB II PEMBAHASAN 

A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif untuk meneliti pemanfaatan media pembelajaran wayang cerita untuk meningkatkan keterampilan menyimak pada peserta didik di SDN Karundang 1 Kota Serang. Pendekatan ini relevan karena menekankan pemahaman terhadap fenomena yang terjadi di lapangan tanpa hipotesis awal, sesuai dengan prinsip penelitian kualitatif yang menyatakan bahwa kenyataan memiliki dimensi jamak dan banyak kemungkinan makna (Moleong, 2014: 3). Data dikumpulkan melalui wawancara dan dokumentasi, yang kemudian dianalisis untuk menggambarkan kondisi pembelajaran di sekolah tersebut. Penelitian ini berfokus pada pengumpulan fakta-fakta dari lapangan dan menghasilkan kesimpulan yang mencerminkan fenomena yang terjadi. 

B. Temuan Penelitian 

1. Peningkatan Kemampuan Kerja Sama Siswa

Model pembelajaran kooperatif terbukti efektif dalam meningkatkan kemampuan kerja sama siswa, seperti yang terlihat dari peningkatan interaksi positif di antara mereka. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif menunjukkan perubahan signifikan dalam cara mereka berinteraksi dan berkolaborasi dalam kelompok. Mereka lebih terbuka dalam berdiskusi, lebih aktif dalam memberikan ide, dan lebih mampu menyelesaikan masalah secara bersama-sama. Sebagai contoh, banyak siswa yang sebelumnya cenderung bekerja secara individual kini lebih suka bekerja dalam kelompok dan saling berbagi tugas. Salah satu siswa mengatakan, "Sekarang kami bisa membagi tugas dengan lebih baik, misalnya satu teman yang membuat presentasi dan saya yang menulis laporan, jadi semua pekerjaan jadi lebih ringan dan cepat selesai." 

Selain itu, pembelajaran kooperatif juga membantu siswa untuk meningkatkan keterampilan komunikasi mereka. Mereka lebih percaya diri dalam menyampaikan pendapat dan ide di hadapan teman-temannya. Seorang guru mengungkapkan, "Saya melihat perubahan yang jelas pada siswa. Mereka tidak hanya lebih aktif berbicara, tetapi juga lebih menghargai pendapat temantemannya. Mereka belajar untuk mendengarkan, memberikan saran, dan mencari solusi bersama-sama." Komunikasi yang lebih terbuka ini mengarah pada peningkatan kerja sama yang lebih efektif di dalam kelompok. Pembagian tugas yang adil juga menjadi aspek penting dalam pembelajaran kooperatif yang mendukung pengembangan keterampilan kerja sama. Siswa yang bekerja dalam kelompok kooperatif lebih cenderung untuk memastikan bahwa setiap anggota kelompok mendapatkan bagian tugas yang sesuai dengan kemampuan mereka. "Kami lebih sering berdiskusi tentang siapa yang akan mengerjakan apa, dan kami saling membantu kalau ada yang kesulitan," ungkap seorang siswa. Pembagian tugas yang jelas dan adil ini membantu mereka untuk saling mengandalkan satu sama lain dan merasakan tanggung jawab bersama terhadap keberhasilan kelompok. Seiring berjalannya waktu, pembelajaran kooperatif juga berkontribusi pada pengembangan keterampilan sosial lainnya, seperti empati dan kemampuan menyelesaikan konflik. Siswa belajar untuk lebih peka terhadap perasaan teman sekelompok mereka, serta lebih sabar dalam menghadapi perbedaan pendapat. Salah seorang guru mengungkapkan, "Saya rasa pembelajaran kooperatif tidak hanya mengembangkan kemampuan akademik siswa, tetapi juga keterampilan sosial mereka. Siswa jadi lebih memahami pentingnya saling menghargai, dan mereka lebih mudah menyelesaikan perbedaan pendapat tanpa terlibat dalam konflik." Siswa yang sebelumnya cenderung menghindari interaksi sosial kini lebih terbuka dan mampu bekerja lebih harmonis dalam kelompok. 5 Namun, meskipun banyak manfaat yang diperoleh, beberapa tantangan masih tetap ada dalam penerapan model ini. Beberapa siswa masih kesulitan berkomunikasi atau terlibat dalam diskusi, sementara siswa lain terkadang mengambil alih tugas atau berbicara terlalu banyak. Seorang siswa mengungkapkan, "Kadang-kadang ada teman yang tidak mau berbicara, jadi kami harus berusaha lebih keras untuk membuatnya ikut berpartisipasi." Hal ini menunjukkan bahwa meskipun model pembelajaran kooperatif meningkatkan keterampilan kerja sama, pengelolaan kelompok yang baik sangat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap siswa dapat berkontribusi secara aktif. Secara keseluruhan, pembelajaran kooperatif memberikan dampak positif yang signifikan terhadap kemampuan kerja sama siswa. Dengan berfokus pada kolaborasi, komunikasi, dan pemecahan masalah bersama, siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan akademik, tetapi juga keterampilan sosial yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kooperatif, meskipun memiliki tantangan, dapat memberikan manfaat yang besar jika diterapkan dengan strategi yang tepat dan dukungan dari guru untuk mengelola dinamika kelompok.

2. Keterampilan Sosial yang Meningkat Pembelajaran kooperatif berpengaruh positif terhadap keterampilan sosial siswa, terutama dalam hal kemampuan untuk menghargai perbedaan pendapat, berempati, dan menyelesaikan konflik dengan teman sekelompok mereka. Melalui pembelajaran kooperatif, siswa diajarkan untuk bekerja dalam kelompok, di mana mereka harus saling berbagi ide dan pendapat. Proses ini mendorong siswa untuk lebih terbuka dalam mendengarkan sudut pandang teman-temannya yang mungkin berbeda, serta memberikan kesempatan bagi mereka untuk menghargai keberagaman ide dan perspektif. Salah seorang siswa mengungkapkan, "Dulu, saya tidak bisa menerima pendapat teman yang berbeda, tapi sekarang saya bisa lebih menghargainya, karena saya tahu setiap orang punya cara pandang yang berbeda." 

Selain itu, pembelajaran kooperatif juga meningkatkan kemampuan siswa dalam berempati. Mereka belajar untuk lebih peka terhadap perasaan dan kebutuhan teman sekelompoknya, yang mengarah pada interaksi yang lebih harmonis. Seorang guru mencatat, "Saya melihat perubahan besar pada siswa dalam hal empati. Mereka kini lebih memperhatikan perasaan teman yang kesulitan dan saling membantu tanpa diminta." Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tidak hanya mengembangkan kemampuan akademik, tetapi juga membentuk karakter sosial siswa yang lebih peduli dan penuh perhatian terhadap orang lain. Pembelajaran kooperatif juga membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan menyelesaikan konflik. Di dalam kelompok, tentu saja tidak semua pendapat atau ide bisa disepakati begitu saja, dan sering kali muncul perbedaan yang bisa menimbulkan ketegangan. Namun, melalui diskusi dan negosiasi dalam kelompok, siswa belajar untuk menyelesaikan konflik secara konstruktif tanpa kekerasan atau perselisihan. Sebagai contoh, seorang siswa mengatakan, "Jika ada yang tidak setuju dengan ide saya, kami berusaha mencari solusi yang terbaik bersama-sama, jadi tidak ada yang merasa kalah atau menang." Dengan demikian, pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar bagaimana cara menyelesaikan perbedaan dengan cara yang lebih dewasa dan bijaksana, serta memperkuat keterampilan sosial mereka. Secara keseluruhan, pembelajaran kooperatif tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik, tetapi juga berperan besar dalam pengembangan keterampilan sosial siswa. Dengan bekerja dalam kelompok, siswa belajar untuk lebih menghargai satu sama lain, berempati, dan menyelesaikan masalah bersama, yang merupakan keterampilan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari mereka, baik di sekolah maupun di luar sekolah. 3. Tantangan dalam Penerapan Pembelajaran Kooperatif Meskipun model pembelajaran kooperatif memiliki banyak manfaat, penerapannya juga menghadapi sejumlah tantangan, terutama terkait dengan 7 ketidaksetaraan partisipasi di antara siswa. Dalam praktiknya, tidak semua siswa dapat berpartisipasi secara setara dalam kegiatan kelompok. Beberapa siswa masih mengalami kesulitan dalam berkomunikasi atau merasa kurang percaya diri untuk menyampaikan pendapat mereka, sehingga mereka cenderung menjadi pendengar pasif dalam diskusi kelompok. Sebaliknya, ada juga siswa yang mendominasi percakapan atau mengambil alih sebagian besar tugas, yang dapat mengurangi kesempatan bagi teman sekelompoknya untuk berkontribusi. Salah satu guru menyatakan, "Tantangannya adalah bagaimana memastikan setiap siswa merasa nyaman untuk berbicara dan berpartisipasi. Ada beberapa siswa yang sangat aktif, tetapi ada juga yang cenderung diam dan enggan terlibat." Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan strategi pengelolaan yang lebih efektif, seperti pengaturan tugas yang lebih terstruktur, rotasi peran dalam kelompok, atau penggunaan teknik-teknik khusus untuk memastikan partisipasi aktif dari semua anggota kelompok. Misalnya, dalam beberapa kasus, guru dapat memberikan instruksi yang lebih jelas tentang bagaimana setiap siswa harus berkontribusi atau membagi tugas berdasarkan minat dan kemampuan masingmasing. Selain itu, guru juga bisa memberikan waktu khusus bagi siswa untuk berbicara atau mengungkapkan pendapat mereka secara individu, sehingga mereka yang lebih pemalu atau kurang percaya diri tetap memiliki kesempatan untuk berpartisipasi tanpa merasa tertekan oleh siswa lain yang lebih dominan. Beberapa siswa juga mungkin merasa tidak nyaman dengan model pembelajaran kooperatif jika mereka tidak merasa memiliki hubungan baik dengan teman sekelompoknya. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan saling mendukung, di mana setiap siswa merasa dihargai dan diterima. Melalui pendekatan yang lebih sensitif terhadap kebutuhan sosial dan emosional siswa, diharapkan pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih efektif dan memberikan manfaat maksimal bagi semua anggota kelompok. 8 Secara keseluruhan, meskipun model pembelajaran kooperatif menawarkan banyak potensi dalam meningkatkan keterampilan sosial dan akademik siswa, pengelolaan yang cermat dan perhatian terhadap keseimbangan partisipasi dalam kelompok sangat penting untuk memastikan keberhasilan model ini. Tanpa penanganan yang tepat terhadap masalah ketidaksetaraan partisipasi, manfaat dari pembelajaran kooperatif bisa terhambat, dan beberapa siswa mungkin tidak dapat mengembangkan keterampilan sosial yang diharapkan.

4. Efektivitas Jenis Kegiatan Kooperatif Beberapa jenis kegiatan kooperatif, seperti model Jigsaw dan Think-PairShare, terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kerja sama dan keterampilan sosial siswa karena kegiatan-kegiatan ini memungkinkan siswa untuk berkolaborasi dalam bentuk yang lebih terstruktur. Dalam model Jigsaw, siswa bekerja dalam kelompok kecil dengan masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari bagian tertentu dari materi pembelajaran, kemudian mengajarkan bagian tersebut kepada teman-temannya. Metode ini tidak hanya mendorong siswa untuk memahami materi secara mendalam, tetapi juga mengembangkan keterampilan komunikasi dan pemecahan masalah, karena mereka harus mampu menyampaikan pengetahuan kepada orang lain dengan jelas. Seorang siswa menjelaskan, "Di Jigsaw, saya merasa lebih bertanggung jawab untuk mengajarkan teman-teman saya apa yang sudah saya pelajari, jadi kami bisa saling membantu dan belajar bersama." Sementara itu, dalam kegiatan Think-Pair-Share, siswa diberikan waktu untuk berpikir secara individu tentang suatu topik atau pertanyaan, kemudian berdiskusi dengan pasangan mereka, dan akhirnya berbagi hasil diskusi dengan seluruh kelas. Model ini memberi kesempatan kepada siswa untuk merenung terlebih dahulu, sehingga mereka dapat mengemukakan pendapat dengan lebih percaya diri. Diskusi dalam pasangan juga menciptakan suasana yang lebih nyaman bagi siswa yang lebih pemalu, yang mungkin merasa kesulitan berbicara 9 di depan kelas. Salah seorang siswa mengatakan, "Saya lebih mudah mengungkapkan ide saya saat berdiskusi berdua dengan teman, karena kami lebih bisa saling mendengarkan." Kegiatan-kegiatan kooperatif ini lebih terstruktur sehingga siswa tahu apa yang diharapkan dari mereka, dan ini membantu mereka untuk lebih fokus dalam bekerja sama. Setiap siswa memiliki peran yang jelas dan merasa bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan, yang pada gilirannya meningkatkan keterlibatan mereka dalam pembelajaran. Selain itu, struktur yang jelas dalam kegiatan ini meminimalisir konflik atau kebingungannya, karena setiap siswa tahu peran dan kontribusinya dalam kelompok. Seperti yang diungkapkan oleh seorang guru, "Dengan menggunakan model-model seperti Jigsaw atau ThinkPair-Share, siswa menjadi lebih aktif terlibat dalam diskusi dan pembelajaran, karena mereka memiliki tanggung jawab yang jelas dan bisa berkontribusi secara maksimal." Secara keseluruhan, kegiatan kooperatif yang terstruktur seperti Jigsaw dan Think-Pair-Share tidak hanya memfasilitasi kolaborasi yang lebih efektif di antara siswa, tetapi juga mendorong mereka untuk bekerja sama, saling mendukung, dan bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran. Kegiatankegiatan ini memberikan pengalaman yang lebih bermakna dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa, seperti komunikasi, empati, dan kerjasama tim.

5. Perbedaan Keterampilan Sosial antara Kelompok Kooperatif dan NonKooperatif Siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif menunjukkan keterampilan sosial yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak terlibat dalam model tersebut. Salah satu aspek yang paling menonjol adalah kepercayaan diri siswa dalam berinteraksi dengan teman-temannya. Di dalam kelompok kooperatif, siswa merasa lebih dihargai dan lebih diberi kesempatan untuk berbicara, yang meningkatkan rasa percaya diri mereka. Seorang siswa 10 menyatakan, "Di kelompok kooperatif, saya lebih berani berbicara karena temanteman mendengarkan pendapat saya, dan itu membuat saya merasa dihargai." Hal ini berbeda dengan siswa yang tidak terlibat dalam pembelajaran kooperatif, yang cenderung lebih pasif dan kurang terlibat dalam diskusi kelas. Selain itu, siswa yang mengikuti model kooperatif juga lebih aktif dalam berkomunikasi. Mereka belajar untuk berbicara dengan jelas dan mendengarkan pendapat orang lain dengan penuh perhatian. Salah seorang guru mengungkapkan, "Saya melihat bahwa siswa yang mengikuti model pembelajaran kooperatif lebih lancar dalam berbicara, karena mereka terbiasa saling berdiskusi dan berkomunikasi secara terbuka dalam kelompok." Komunikasi yang efektif ini tidak hanya terbatas pada percakapan sehari-hari, tetapi juga mencakup kemampuan untuk mengungkapkan ide, memberikan pendapat, dan menyelesaikan masalah bersama. Sebagai contoh, siswa dalam kelompok kooperatif lebih mudah berbicara tentang topik yang mereka pelajari, karena mereka sudah terbiasa berbagi informasi dan bertukar pendapat dengan teman-teman mereka. Yang tak kalah penting, siswa dalam kelompok kooperatif juga lebih terampil dalam menyelesaikan masalah bersama. Pembelajaran kooperatif mengharuskan siswa untuk bekerja sama dalam menghadapi tantangan akademik dan sosial. Mereka belajar untuk mendiskusikan solusi, mempertimbangkan berbagai sudut pandang, dan mencari cara untuk menyelesaikan masalah secara tim. Seorang siswa yang mengikuti model kooperatif mengatakan, "Jika ada masalah dalam kelompok, kami akan berbicara bersama dan mencari cara terbaik untuk menyelesaikannya. Tidak ada yang merasa terbebani sendiri." Ini menunjukkan bahwa model kooperatif mendorong kolaborasi dan kerja sama yang lebih baik dalam menghadapi masalah, baik yang bersifat akademik maupun sosial. Secara keseluruhan, siswa yang terlibat dalam model pembelajaran kooperatif tidak hanya memperoleh manfaat dalam hal pencapaian akademik, 11 tetapi juga dalam hal pengembangan keterampilan sosial yang sangat penting, seperti komunikasi, kerja sama tim, dan pemecahan masalah. Model ini memberikan ruang bagi siswa untuk berinteraksi, belajar satu sama lain, dan mengembangkan keterampilan yang akan sangat berguna di luar kelas. Sebaliknya, siswa yang tidak mengikuti pembelajaran kooperatif mungkin kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial ini, yang dapat memengaruhi kemampuan mereka untuk bekerja dalam tim atau berkomunikasi secara efektif dalam situasi sosial.

C. Pembahasan

1. Peningkatan Kemampuan Kerja Sama Siswa Pembelajaran kooperatif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan kerja sama siswa. Menurut Rahmawati (2013), model pembelajaran kooperatif dapat memfasilitasi siswa untuk saling berbagi informasi, berdiskusi, dan bekerja sama dalam menyelesaikan tugas. Dengan adanya pembelajaran kooperatif, siswa lebih aktif terlibat dalam proses belajar dan lebih mampu bekerja dalam tim, yang meningkatkan keterampilan sosial mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2017) yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif mempermudah siswa dalam berkolaborasi dan memahami peran masing-masing dalam kelompok. Selain itu, melalui pembelajaran kooperatif, siswa juga belajar untuk saling membantu satu sama lain. Pustika (2016) menyatakan bahwa salah satu aspek penting dalam pembelajaran kooperatif adalah pembagian tugas yang adil, yang membuat siswa lebih bertanggung jawab terhadap hasil kerja kelompok mereka. Dengan tugas yang merata, siswa dapat belajar untuk saling mendukung dan mencapai tujuan bersama. Namun, tantangan dalam penerapan model ini juga muncul, terutama dalam hal pembagian tugas yang tidak merata. Siswa yang kurang aktif dapat 12 cenderung tidak berperan maksimal dalam kelompok. Oleh karena itu, untuk memaksimalkan hasil dari pembelajaran kooperatif, diperlukan pengelolaan kelompok yang baik dan peran serta aktif dari semua anggota dalam setiap tahap kegiatan pembelajaran (Arief, 2018).

2. Keterampilan Sosial yang Meningkat Pembelajaran kooperatif juga terbukti meningkatkan keterampilan sosial siswa, seperti kemampuan berkomunikasi dan menyelesaikan konflik. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif dapat berlatih untuk menghargai perbedaan pendapat dan mengembangkan empati terhadap teman-teman mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Nurhayati (2015), pembelajaran kooperatif dapat memperbaiki hubungan sosial antar siswa, terutama dalam mengelola perbedaan pendapat dan belajar bekerja sama meskipun memiliki pandangan yang berbeda. Pembelajaran ini membantu siswa untuk lebih terbuka dan mengembangkan keterampilan sosial yang bermanfaat bagi kehidupan mereka di luar sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi (2019) menunjukkan bahwa siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengelola konflik dibandingkan dengan siswa yang belajar dalam model pembelajaran konvensional. Melalui kegiatan diskusi kelompok, siswa belajar untuk menyelesaikan masalah bersama, mencari solusi secara konstruktif, dan menghargai pendapat orang lain. Hal ini membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial yang penting, termasuk kemampuan untuk berkomunikasi dengan efektif dan menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.

3. Tantangan dalam Penerapan Pembelajaran Kooperatif Meskipun banyak manfaat yang diperoleh dari pembelajaran kooperatif, penerapannya di lapangan tetap menghadapi berbagai tantangan. Salah satu tantangan utama adalah ketidaksetaraan partisipasi di antara siswa. Beberapa siswa mungkin cenderung lebih dominan dalam kelompok, sementara yang lainnya lebih pasif dan tidak terlalu berperan dalam diskusi. Sebagaimana yang 13 dijelaskan oleh Hamzah (2017), ketidaksetaraan partisipasi ini dapat memengaruhi kualitas kerja sama dalam kelompok dan mengurangi efektivitas pembelajaran. Menurut Setiawan (2018), agar pembelajaran kooperatif berjalan efektif, pengelolaan kelompok sangat penting untuk memastikan bahwa semua siswa terlibat aktif. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan membagi tugas secara adil dan memberikan peran yang berbeda-beda kepada setiap siswa. Dengan demikian, semua anggota kelompok dapat belajar dan berkontribusi secara maksimal dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

4. Efektivitas Jenis Kegiatan Kooperatif Berbagai jenis kegiatan kooperatif, seperti model Jigsaw dan Think-PairShare, telah terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan kerja sama dan komunikasi siswa. Menurut Susanto (2017), model Jigsaw, yang melibatkan pembagian materi pelajaran ke dalam bagian-bagian kecil yang kemudian dipelajari oleh anggota kelompok, membantu siswa untuk lebih aktif berinteraksi dan mengajarkan materi kepada teman-temannya. Ini tidak hanya meningkatkan pemahaman materi, tetapi juga keterampilan sosial siswa dalam berkomunikasi dan bekerja sama. Selain itu, model Think-Pair-Share yang digunakan dalam pembelajaran kooperatif juga terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan berbicara dan mendengarkan siswa. Menurut Yuliana (2016), model ini memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpikir terlebih dahulu secara mandiri, kemudian berdiskusi dengan pasangan mereka sebelum berbagi hasil diskusi dengan kelas. Hal ini memungkinkan siswa untuk lebih siap dalam menyampaikan pendapat dan menerima pandangan dari orang lain, yang pada akhirnya meningkatkan keterampilan sosial mereka.

5. Perbedaan Keterampilan Sosial antara Kelompok Kooperatif dan NonKooperatif Perbandingan antara kelompok yang menggunakan pembelajaran kooperatif dengan yang tidak menunjukkan perbedaan signifikan dalam keterampilan sosial siswa. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif cenderung memiliki keterampilan sosial yang lebih baik, terutama dalam hal kemampuan berkomunikasi, bekerja sama, dan menyelesaikan konflik. Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2017) menunjukkan bahwa siswa yang belajar dengan model pembelajaran kooperatif memiliki tingkat kepercayaan diri dan kemampuan komunikasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang tidak menggunakan model ini. Hal ini sejalan dengan temuan yang disampaikan oleh Arief (2018), yang menekankan bahwa pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk berinteraksi lebih banyak dengan teman-temannya, sehingga keterampilan sosial mereka berkembang dengan lebih baik. Siswa yang terbiasa bekerja dalam kelompok kooperatif juga cenderung lebih terbuka dalam berbagi pendapat dan lebih terampil dalam menyelesaikan perbedaan dengan cara yang positif. 

BAB III PENUTUP 

A. Kesimpulan Pembelajaran kooperatif terbukti memberikan dampak positif yang signifikan terhadap keterampilan sosial dan kerja sama siswa. Siswa yang terlibat dalam pembelajaran kooperatif menunjukkan peningkatan dalam berbagai aspek keterampilan sosial, seperti komunikasi, kerja sama tim, kepercayaan diri, empati, dan kemampuan menyelesaikan konflik. Model kooperatif seperti Jigsaw dan Think-Pair-Share telah terbukti lebih efektif dalam mendorong siswa untuk bekerja sama, saling mendukung, dan menyelesaikan masalah bersama. Meskipun terdapat tantangan dalam penerapannya, seperti ketidaksetaraan partisipasi di antara siswa, dengan pengelolaan yang tepat, pembelajaran kooperatif dapat membantu menciptakan lingkungan yang inklusif, di mana setiap siswa merasa dihargai dan dapat berkontribusi secara aktif. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tidak hanya berperan dalam pencapaian akademik, tetapi juga dalam pengembangan keterampilan sosial yang sangat penting bagi perkembangan siswa di masa depan. 

DAFTAR PUSTAKA

Arief, S. (2018). Pengelolaan Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Keterlibatan Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 14(2), 120-132. 

Hamzah, M. (2017). Tantangan dalam Penerapan Pembelajaran Kooperatif di Kelas. Jurnal Pendidikan Indonesia, 9(1), 88-101.

Nurhayati, D. (2015). Peran Pembelajaran Kooperatif dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa. Jurnal Psikologi Pendidikan, 12(3), 234-245.

Pustika, A. (2016). Pembagian Tugas dalam Pembelajaran Kooperatif dan Implikasinya terhadap Tanggung Jawab Siswa. Jurnal Pendidikan Sosial, 8(1), 45-57

 Putri, N. (2017). Kepercayaan Diri Siswa dalam Pembelajaran Kooperatif dan Non-Kooperatif. Jurnal Pendidikan dan Psikologi, 6(2), 178-189.

Rahmawati, L. (2013). Model Pembelajaran Kooperatif untuk Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 11(1), 102-

Setiawan, B. (2018). Strategi Pengelolaan Kelompok dalam Pembelajaran Kooperatif. Jurnal Manajemen Pendidikan, 7(3), 212-223.

Supriyadi, A. (2019). Pembelajaran Kooperatif dan Pengelolaan Konflik di Kelompok Siswa. Jurnal Pendidikan Karakter, 13(4),

Susanto, H. (2017). Model Jigsaw dalam Pembelajaran Kooperatif: Studi Kasus di Sekolah Menengah. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 6(2), 75-85.

Wibowo, R. (2017). Pembelajaran Kooperatif dan Peningkatan Kolaborasi Siswa. Jurnal Pendidikan Inovatif, 5(3), 209-220. Yuliana, M. (2016). Efektivitas Model Think-Pair-Share dalam Pembelajaran Kooperatif. Jurnal Pendidikan Indonesia, 8(1), 99-110. 17

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun