Saat ini pelaku startup fintech Indonesia sudah banyak bermunculan. Nama-nama seperti penyedia Âe-wallet, Doku; situs e-commerce finansial, CekAja; marketplace reksadana, Bareksa; penyedia layanan pembayaran tagihan online, DavestPay; hingga layanan pembiayaan kredit, Kredivo.
Efisiensi fintech memungkinkan untuk bisa memasuki pasar menengah ke bawah dengan mudah. Salah satu keuntungannya adalah maksimalisasi penggunaan Big Data. Disinilah letak kekuatan fintech yaitu manajemen data. Bayangkan, bagi yang sedang mengurus kredit kendaraan, misalnya. Seluruh data pemohon dapat ditampilkan dengan cepat, mulai dari data aset pribadi, history pembayaran kredit, hingga info social media, sehingga mempermudah persetujuan pencairan kredit. Luar biasa bukan?
Manajemen data mampu memangkas sedemikian banyak proses konvensional yang selama ini masih digunakan, seperti survei dan sebagainya. Hal ini berpengaruh terhadap cost dan berujung pada biaya murah yang saat ini sudah banyak ditawarkan startup fintech.
Tetapi iklim startup teknologi di Indonesia secara keseluruhan masih menjadi tantangan bagi para pelaku startup, tidak terkecuali sektor fintech. Perlunya aturan main untuk melindungi konsumen dari industri ini harus secepatnya dirumuskan.
Beruntung, pemerintah Indonesia cepat tanggap dan sedang mengerjakan perundang-undangan yang rencananya akan diumumkan di tahun ini. Sebelumnya, pemerintah sudah memberlakukan UU ITE yang mencantumkan segala ketentuan mengenai kegiatan internet termasuk e-commerce. Yang paling teranyar adalah peraturan pemerintah mengenai layanan transportasi online seperti Uber dan Grab.
Penundaan regulasi di sektor fintech memang dapat dimaklumi. Dikarenakan lingkup otoritas yang masih belum jelas. Sebagai informasi, seluruh layanan keuangan saat ini berada dibawah naungan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sementara aktivitas online seluruhnya diatur oleh Kemenkoinfo.
Kemudian yang terakhir yang perlu dilakukan bagi para pelaku startup fintech Indonesia adalah perlunya kolaborasi dengan badan penyedia layanan keuangan seperti bank, koperasi, dan lain sebagainya. Ini diperlukan agar penetrasi yang dilakukan oleh startup fintech menjadi lebih luas dan lebih berorientasi kepada pelayanan maksimal bagi masyarakat. Kembali lagi, tujuan utama dari fintech adalah untuk menjangkau kaum unbanked.
Akhir kata, semoga regulasi pemerintah bisa cepat disosialisasikan agar kedepannya nanti tidak menghambat pertumbuhan industri fintech di Indonesia. Para pelaku di industri ini harus saling bekerjasama membangun ekosistem finansial yang sehat dan menjamin perlindungan konsumen disamping meminimalisasi resiko.
Tulisan ini adalah tulisan orisinil dari Pangerang Andrian. Pertama dipublikasikan sebelumnya pada blog ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H