"Kalau kita semua tanggung jawab Abah, lalu Abah tanggung jawab siapa?!!" ucap Euis. Keras.
Abah, Emak, Ara, bahkan Euis sendiri, terdiam. Seolah baru saja ada aliran listrik sebesar jutaan volt menyambar di antara mereka. Melumpuhkan. Suasana menjadi serba canggung. NGOMONG, DONG!!?
---------------
KELUARGA CEMARA adalah debut penyutradaraan film panjang YANDY LAURENS. Selama ini Yandy dikenal sebagai sutradara film-film pendek, di antaranya "Sore: Istri dari Masa Depan," juga "Mengakhiri Cinta Dalam 3 Episode." Keduanya memiliki alur yang sederhana, gagasan "saintifik" yang unik, serta kehangatan keluarga yang amat kental. Keduanya favorit saya. Juga KELUARGA CEMARA, tentu saja.
KELUARGA CEMARAÂ bercerita tentang ABAH (Ringgo Agus Rahman), EMAK (Nirina Zubir), EUIS (Zara JKT48), dan ARA (Widuri Puteri), yang pada satu hari amat istimewa musti terusir dari rumah tempat tinggal mereka yang hangat di kota dalam satu jentikan jari semata. Singkatnya, keluarga mereka: bangkrut.
"KELUAR! KELUAR! K-E-L-U-A-R-!" kata-kata itu menggema menyeramkan.
Lontang-lantung, malam itu mereka terpaksa menginap di kantor pengembang (bekas) milik Abah. Dengan menggeser-geser meja-meja kerja yang ada, kontainer sederhana itupun segera diubah menjadi ruang tidur seadanya. Sempit-sempitan, dempet-dempetan, mencoba tidur sebisanya. Besok mereka akan pindah ke rumah masa kecil Abah di kampung. For good. Mampukah keluarga perkotaan mereka bertahan di kampung yang jauh dari mana-mana, yang sinyal selulerpun adanya hanya di atas pohon? Nantikan kepedihannya. Â :(
Inti kisah KELUARGA CEMARA sesungguhnya ada pada kutipan legendaris mereka sendiri: Harta yang paling berharga adalah keluarga. Di sepanjang film, Yandy Laurens dan Gina S. Noer, penulis skenario, berkali-kali menguji keyakinan tersebut: Benarkah keluarga adalah harta yang paling berharga, Bah, Mak, Ra, Euis? Bukan sertifikat rumah, ya? Atau hari istimewa yang datang setahun sekali? Pekerjaan mentereng? Grup jejogedan di kota? Atau bisnis opak Emak? Kalau saya, sih, jelas: Harta yang paling berharga adalah Adhisty Zara Sundari Kusumawardhani a.k.a. Zara JKT48.
((( nyalain lightstick )))
Ya, Zara JKT48 adalah alasan pertama saya menonton film KELUARGA CEMARA ini di bioskop. Mengapa? Karena sebagai fans-far JKT48, perlu usaha ekstra bagi saya untuk beroleh kesempatan menonton pertunjukan JKT48 secara langsung di Jakarta. Terakhir saya menonton pertunjukan mereka di theater sementara Surabaya tahun 2015 silam. Dan itu meninggalkan kesan yang amat mendalam. Sampai sekarang. :))
Jadi ketika ada personil JKT48 yang terlibat dalam produksi sebuah film bioskop, tentu kesempatan ini tidak akan saya sia-siakan: WAJIB NONTON DI HARI PERTAMA DI BANGKU DERET TENGAH! Biar greget. Hehee..
Bahkan baru di adegan pembukanya saja, itu sudah mampu membuat saya merinding, dada berdebar tak keruan, mata menghangat. Ya, KELUARGA CEMARA dibuka dengan adegan Euis dan teman-teman grup dance-nya menari di panggung kompetisi. Dan setting-nya tak salah lagi: di panggung Theater JKT48 Jakarta! Duh! Tolong, tolong, ini siapa, ya, yang sedang mengupas bawang di dalam bioskop? Tega-teganya, Anda.. T_T
Cukup tentang ke-vvota-an saya. Sebagai aktris, akting Zara di film ini luar biasa. Sangat alami. Penjiwaannya natural. Seolah siapa yang sedang kita saksikan di layar bukanlah Zara JKT48, melainkan Euis, putri sulung Emak dan Abah. Tak heran, beberapa waktu silam Zara JKT48 diganjar penghargaan "Aktris Cilik/Remaja Terpilih" pada gelaran Piala Maya 7 pada 8 Januari 2019 atas atas aktingnya di film KELUARGA CEMARA ini. Saiko kayo! Dirimu luar biasa, Zara!
Fyi, di gelaran Piala Maya 7 tersebut film KELUARGA CEMARA beroleh 11 nominasi di 10 kategori berbeda, dan berhasil memenangkan 6 buah piala. Selamat!
Namun ini tak berarti hanya Zara seorang yang menunjukkan performa luar biasa di film ini. Justru semua pemainnya menunjukkan kualitas akting djempolan. S-e-m-u-a-! Widuri Puteri (anak kecil ini putri pasangan Dwi Sasono - Widi Mulia). Sebagai aktris, aktingnya manusiawi. Dia mampu menunjukkan kualitas kepribadian manusia (baca: anak-anak) yang berdimensi. Ketika gembira, gembiranya khas anak-anak. Ketika merajuk, merajuknyapun kekanak-kanakan. Ini asyik.
Tapi ada satu adegan akting Widuri, maksudnya Ara, yang membuat saya paling melongo: anak-anak barangkali memang masih anak-anak, tapi itu tidak berarti mereka tidak menyimak apa yang sedang terjadi pada dunia orang dewasa. Boleh jadi mereka (baca: anak-anak) memang belum sepenuhnya memahami, tapi saya percaya mereka tahu. Mereka.. merekam.
"Ara nggak mau ulang tahun lagi. Soalnya nanti kalau Ara 13 tahun, Abah bakal marah-marah ke Ara kayak Abah marah-marah ke Teh Euis.."
Asdfghjkl@#$%^*&!
Teruntuk para orangtua di luar sana, itu pelajaran parenting penting bagi Anda.Â
Asdfghjkl@#$%^*&!
Karakter lain selain kedua anak ini (kalau ada yang iseng bilang Widuri ini adik kandung Zara di dunia nyata selain Keenan dan Kenjiro, saya percaya) pun tak kalah mentereng aktingnya. Nirina Zubir dan Ringgo Agus Rahman tak perlulah lagi dipertanyakan. Aktor veteran.
Hanya Ringgo Agus Rahman saja yang barangkali secara mengejutkan mampu tampil sedewasa itu sebagai seorang Abah; suami sekaligus kepala keluarga berusia 35an tahun. Nyaris hilang sama sekali bayangan di kepala saya sosok Ringgo Agus Rahman sebagai Agus Gurniwa, mahasiswa Teknik Sipil di film JOMBLO belasan tahun silam. Nyaris-hilang-sama-sekali. Agus yang kocak, Agus yang polos, Agus yang.. berani-beraninya melukai hati our lovely Nadia Saphira! Huft!
Juga akting pemeran-pemeran pembantu yang tak kalah all out: Ceu Salmah (Asri Welas), Kang Romly Abdurrahman Arif), Â juga Geng Anak Kampung seperti Andi (Joshua Frederico), Deni (Kafin Sulthan), Ima (Kawai Labiba), dan si ginuk-ginuk Rindu (Yasamin Jasem). Kesemuanya patut diganjar penghargaan.
Tapi kualitas akting (dan tentu saja cerita; "Skenario adalah tulang punggung cerita!" ---pepatah Norwegia) yang prima seperti tersebut di atas tentu tidak akan bisa tersampaikan ke penonton kalau tidak ditopang oleh tata kamera yang baik, ilustrasi musik yang asyik, serta (favorit saya) editing yang mengerti apa yang sedang dia lakukan.
"Skenario adalah tentang APA yang musti disampaikan, editing adalah tentang BAGAIMANA hal tersebut disampaikan." ---iorikun301
Asdfghjkl@#$%^*&!
Sebagai Editor, Hendra Adhi Susanto tidak bertele-tele. Adegan yang tidak terlalu penting, adegan yang berulang (hei, apakah Anda memperhatikan bahwa di trailer film ini ada adegan di meja makan di mana Abah berkata "kita bangkrut" yang kemudian Ara malah bereaksi gembira kendati tidak mengerti arti 'bangkrut', dan di filmnya adegan ini tidak ada, karena di adegan sebelumnya sudah ditampilkan ketidaktahuan Ara tentang di mana lokasi rumah Aki/Kakek?), adegan yang tidak berkontribusi signifikan terhadap jalannya cerita, dibabat?
Atau adegan yang ditampilkan di layar tidaklah harus selalu linier dengan dialognya? Ada adegan di mana Euis sedang diam saja tapi di latar belakang justru terdengar Abah tengah berdialog dengannya. Cara penyampaian (baca: editing) seperti ini memperkuat pengadeganannya. Ada konteks, ada backstory, yang memperjelas apa-bagaimananya. Bagi saya teknik editing seperti ini: juara kelas!
Turun-naik tensi pengkisahan di KELUARGA CEMARAÂ ini memang layak disimak. Semua anggota keluarga diuji dan dibenturkan kepada kenyataan. Abah yang mendadak miskin, Emak yang mendadak *tiiitt!* (sensor), Euis yang mendadak mengalami fase puber pertama dan belajar makna tanggung jawab dan pertemanan sejati, juga Ara yang mendadak tahu galaknya Abah yang selama ini dia sangka Teletubies.
Ya, film KELUARGA CEMARAÂ membuat saya teringat bahwa hubungan antar manusia terkadang bisa sebegitu merepotkannya. Tapi bagaimana jua, kita tak mungkin hidup sendiri. Kau paksakan tersenyum, dan kau buat bohong sedikit, tak ingin keluarga dan teman khawatir. Tak apa, asal yang bahagia lebih banyak.. :))
---------------
FUN FACT:
Di sepanjang film kita tidak akan mendengar siapa nama asli Abah, Emak, juga Euis. Bahkan Ara kita hanya tahu itu diambil dari nama "Cemara." Bukan nama sebenarnya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H