Ketika Gardner ditanya apakah ada "KECERDASAN ARTISTIK", dia menjawab berikut ini: Dalam arti setepat-tepatnya, tidak ada kecerdasan artistik. Tetapi berbagai jenis kecerdasan dapat berfungsi secara artistik (atau secara tidak artistik) sejauh kecerdasan-kecerdasan ini memanfaatkan sifat-sifat tertentu yang terdapat dalam suatu sistem simbol yang relevan.
Pada waktu seseorang menggunakan bahasa dalam cara yang biasa untuk menjelaskan sesuatu, orang ini tidak sedang memakai kecerdasan linguistiknya secara artistik. Tetapi jika bahasa digunakan secara metaforis untuk mengekspresikan sesuatu dengan cara yang mengesankan atau untuk menimbulkan daya tarik pada bentuk-bentuk formal dan suara-suara yang terdengar, maka bahasa olehnya sedang dipakai secara artistik.
Begitu juga, kecerdasan spasial dapat dimanfaatkan secara estetis oleh seorang pemahat atau seorang pelukis atau seorang desainer ruang, tetapi hanya secara rutin dan tidak artistik sama sekali oleh seorang ahli ilmu ukur atau oleh seorang ahli bedah.
Bahkan kecerdasan musikal dapat berfungsi tidak estetis sama sekali, seperti ketika sebuah terompet besar dibunyikan untuk memanggil para prajurit di barak-barak untuk makan siang, atau ketika sedang dilangsungkan upacara penaikan atau penurunan bendera.
Sebaliknya, model-model, pola-pola dan bentuk-bentuk yang dirancang oleh para matematikus untuk tujuan-tujuan matematis bisa akhirnya dipajang di galeri-galeri kesenian untuk berbagai keindahan estetisnya dinikmati khalayak ramai.
Tetapi tidak ada persoalan jika kita menyebut "kecerdasan artistik", khususnya sebagai sebuah sebutan pendek untuk kecerdasan-kecerdasan yang sering dimobilisasi untuk tujuan-tujuan artistik./30/
Akhirnya, mari kita ingat bahwa otak kita yang aktif bukanlah sebuah bejana kosong yang orang lain harus isi sampai penuh.
Pandanglah bahwa otak kita adalah suatu unit pemroses sentral besar dan super yang di dalamnya berbagai pikiran cerdas dan mulia sedang bernyala, menanti untuk berkobar makin besar dan makin besar lagi. Tentu lewat pendidikan, pembelajaran, pelatihan, pengalaman hidup dan keterbukaan untuk berpikir dan menimbang-nimbang dari banyak perspektif.
Temukan sendiri, dan kalau perlu dengan bantuan para pakar sains kognisi, mana nyala api kecerdasan terbesar dalam kognisi anda, lalu perbesarlah nyalanya lewat banyak kegiatan pembelajaran dan pelatihan yang terfokus dan berdisiplin dan karya nyata.
Seorang sejarawan Yunani mazhab Platonis Tengah, Plutarch (45 M-120M), menyatakan bahwa "Pikiran bukanlah sebuah bejana yang harus diisi, tapi sebuah nyala api yang harus dikobarkan!"
Pikiran adalah energi yang mampu mengerakkan bola dunia ini di berbagai bidang! Ambillah satu bidang, minimal, dan gerakkan bidang ini lewat energi kecerdasan khas anda!Â