Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pertanyaan Salah Kategoris: Jika Tuhan Hamil, Siapa Bidannya?

8 Januari 2017   18:26 Diperbarui: 10 Januari 2017   20:54 1938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mulai dengan sebuah kata yang enak didengar: Untung.

Untung di kekristenan ada KEPERCAYAAN bahwa Yesus Kristus tidak menikah, mati muda di tangan kolonial Romawi. Ihwal bagaimana fakta sejarahnya, biarlah orang bebas cari tahu sendiri. Lagipula, apapun fakta sejarahnya yang bisa diungkap, orang Kristen umumnya memilih untuk mempertahankan keyakinan itu, bahwa Yesus tidak pernah kawin dan tidak pernah punya keturunan.

Tapi tetap harus diingat, sekalipun Yesus dipercaya tidak kawin, selibat tidak dipuja oleh umat Kristen, bahkan juga oleh, sebagai contoh, umat Gereja Roma Katolik yang para rohaniwannya menjalankan kehidupan selibat hingga saat ini dan sejauh saya tahu.

Yang sudah jelas dan pasti, ini: Tak pernah ada kasus apapun, sejak kekristenan lahir hingga kini, tentang orang yang mengklaim atau diklaim sebagai SEDARAH SEDAGING dengan Yesus, sebagai KETURUNAN ke sekian Yesus. Kalau Yesus punya keturunan darah dagingnya sendiri yang juga punya keturunan lagi dst, dst, waah bisa rame juga tuh dunia ini dengan klaim-klaim yang diajukan orang bahwa mereka keturunan Yesus, untuk mencapai berbagai tujuan dan memenuhi segala kepentingan mereka masing-masing.

Kalau itu terjadi, wah kejadiannya bisa jauh lebih rumit lagi ketika orang menyamakan KRISTOLOGI dengan BIOLOGI.

Jelas, Yesus diberi banyak gelar oleh gereja-gereja awal dulu, terutama atau lebih banyak setelah kematiannya, termasuk gelar “Tuhan yang bangkit dari kematian” (ini digolongkan sebagai gelar-gelar “pasca-Paskah”). Gelar paling puncak (bukan paling akhir dalam trajektori teologi Kristen perdana) diberi kepada Yesus ketika Yesus dipercaya dan diseru sebagai Tuhan (Yunani: kurios), bukan sekadar tuan. Maka sebagai Tuhan, kalau Yesus punya anak dan cucu dan cicit dst dst dst, orang-orang yang mengklaim diri sebagai keturunan Yesus pun akan diberi atau memakai gelar Tuhan untuk mereka sendiri-sendiri. Tuhan melahirkan Tuhan melahirkan Tuhan melahirkan Tuhan, dst.

Kondisi ini berubah jadi jauh lebih runyam, ketika, dengan tanpa pengetahuan, alias dengan naif, kristologi diubah begitu saja jadi biologi dan juga jadi ginekologi atau ilmu kandungan dan kebidanan.

Dengan diubah begitu, olok-olok pun muncul: Loh Tuhan melahirkan Yesus sebagai Anak Tuhan, bahkan bukan cuma sebagai Anak, tapi sebagai Tuhan sendiri. Kok Tuhan Kristen bisa hamil, bisa bunting, bisa mengandung, lalu beranak? Di situlah kristologi diubah jadi biologi dengan aneh dan tidak wajar.

Si pengubah, siapapun mereka, dan berapa banyakpun mereka, jelas tak tahu bahwa gelar Anak Tuhan atau gelar Tuhan ada dalam dunia teologi, persisnya dunia kristologi, bukan dalam dunia biologi. Selain itu, kita juga perlu tahu gelar “Anak Tuhan” itu tidak satu makna, tapi ada beberapa, jika dipahami dengan latarbelakang politikoreligius Yahudi dan non-Yahudi. Bangsa Israel kuno sebagai satu kolektivitas, misalnya, disebut juga sebagai “anak Tuhan”. Orang-orang Yahudi yang dipandang suci, yang hidup kurang lebih sezaman dengan Yesus tapi tidak dikisahkan dalam Perjanjian Baru, juga diberi gelar “anak Allah”, misalnya sosok suci Hanina ben Dosa.

Mungkin sekali para pengolok itu tidak paham apa itu kristologi. Baiklah saya dengan rendah hati mau bantu memberi penjelasan, diterima alhamdulilah, tidak diterima juga alhamdulilah. Saya tidak mau ucapkan kata astagafirullah.

Kristologi itu masuk wilayah teologi, dan semua teologi masuk wilayah IDEOLOGI, bukan wilayah sains.

Ambil satu contoh. Pancasila NKRI itu ideologi. Kebenaran dan keabsahan Pancasila tidak dibuktikan lewat mikroskop atau lewat tes kehamilan atau tes DNA, pendek kata: tidak lewat biologi dan ginekologi atau genetika.

Pancasila menjadi ideologi yang benar dan sah bagi NKRI dibuktikan dengan cara lain: yakni, paling tidak, memastikan keabsahan sidang yang dulu pertama kali menetapkannya sebagai ideologi NKRI, dan menunjukkan efektivitas dan kekuatannya untuk selama berpuluh-puluh tahun hingga kini menjadi ideologi pengikat dan pemersatu bangsa Indonesia yang secara sosiokultural dan sosiopolitik majemuk. Hanya para pengkhianat bangsa dan pembenci nasionalisme keindonesiaan yang menolak ideologi Pancasila.

Karena efektif menjadi landasan kehidupan yang berbhinnekatunggalika dalam wadah NKRI, maka Pancasila bukan saja ideologi yang absah, tapi juga ideologi yang benar dan fungsional bagi NKRI. OK ya, cukup segitu saja dulu dengan Pancasila.

Tapi kalau seorang perempuan mau hamil atau sedang hamil, untuk memastikan apakah dia bisa hamil atau sedang hamil, maka orang masuk ke BIOLOGI dan bidang-bidang ilmu lain yang berkaitan yang dibutuhkan (misalnya ilmu medik, ilmu pengobatan, genetika, ginekologi, dll).

Berbagai test kehamilan atau test peringkat kemampuan hamil harus dijalankan dengan memakai bermacam-macam instrumen dan media, ada yang murah dan ada yang mahal biaya pemakaiannya. Kalau mau tahu lagi sebelum hari kelahiran tiba apakah janin yang sedang berkembang itu betul-betul sehat, atau mau tahu jenis kelaminnya apa, ya biasanya mesin USG dipakai untuk mendapatkan citra USG dari kondisi rahim si ibu dan janin yang ada di dalamnya (termasuk jenis kelaminnya yang tidak selalu tepat ditafsir seorang dokter kandungan atau ginekolog) yang akan berkembang bertahap untuk akhirnya, setelah 9 bulan ada dalam rahim, dilahirkan.

Kalau sang suami ragu bahwa bayi yang sudah memberojol keluar dari liang rahim isterinya betul darah dagingnya sendiri, ya test yang jauh lebih rumit dan berbiaya mahal, yakni test DNA, harus dijalankan, dengan harapan rumahtangga pasangan suami-isteri ini tidak akan hancur apapun hasil test DNA-nya.

Nah, kristologi bukan biologi, bukan ginekologi, bukan ilmu kedokteran kandungan, juga bukan ilmu kebidanan, juga bukan genetika.

Biologi dan ginekologi dan genetika itu sains, ilmu pengetahuan empiris; orang-orang yang mendalami dan mengembangkan ilmu-ilmu ini, dan biasanya sudah menyelesaikan studi doktor lalu meraih gelar akademik Ph.D. (doctor of philosophy), disebut sebagai para ilmuwan atau saintis, “scientists”.

Gelar Ph.D. sendiri tidak tunggal. Ada Ph.D. di bidang fisika, di bidang kimia, di bidang kosmologi, di bidang matematika, dst di bidang-bidang ilmu lain yang lazimnya digolongkan sebagai IPA atau “natural sciences”. Tapi ada juga Ph.D. di luar bidang-bidang keilmuwan yang sudah disebutkan itu.

Universitas-universitas di luar negeri yang punya fakultas teologi atau fakultas kajian lintasilmu terhadap agama juga ada yang memberi gelar Ph.D. kepada mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi doktor mereka di situ dalam rentang waktu 4 hingga 6 tahun.

Tetapi gelar Ph.D. bukan sebuah penjamin bahwa para penyandangnya adalah ilmuwan atau saintis. Banyak penyandang gelar Ph.D. akademik sebetulnya, menyedihkan sekali, cuma pantas bekerja di perusahaan PHD, Pizza Hut Delivery, bagian pengantaran pesanan.

Nah, para sarjana Kristen yang bergelar Ph.D. setelah mereka menyelesaikan studi keagamaan doktoral mereka di luar negeri, misalnya di bidang kristologi, tidak disebut sebagai “scientists” (para ilmuwan), tapi sebagai “scholars”, yaitu kalangan yang “terpelajar” karena telah menamatkan sekolah mereka hingga jenjang stratum tiga.

Puncak studi tahunan mereka lazimnya berupa penulisan sebuah disertasi, yaitu sebuah karya tulis (bisa tipis, bisa juga tebal) yang dengan sistematis membeberkan riset orisinal mereka atas satu bidang kajian yang terspesialisasi, yang dilakukan dengan pendekatan lintasilmu. Biasanya, disertasi yang sudah matang akhirnya harus dipertahankan di depan sejumlah mahaguru penguji.

Nah, para pelajar yang telah mendalami kristologi dan berhasil memperoleh gelar Ph.D. ini, yang lazim juga disebut sebagai para kristolog (para ahli kristologi), tentu tahu betul bahwa “kristologi” (dibentuk dari dua kata Yunani khristos dan logos) itu adalah ajaran atau doktrin ideologis tentang Yesus Kristus: siapa Yesus, dan apa makna, arti, tujuan dan maksud kehidupan Yesus, bagaimana hubungan Yesus dengan Allah, manusia dan dunia ini harus diungkap dan dibahasakan, di masa lalu, bagi masa kini dan untuk masa depan, dll.

Kristologi dibangun tidak lewat mikroskop, tidak lewat biologi, tidak lewat test kehamilan, tidak lewat ginekologi, tidak via genetika, tidak lewat tangan dukun beranak atau bidan, tidak memakai ilmu kedokteran, ilmu kandungan dan kebidanan.

Kristologi adalah ungkapan lewat bahasa insani tentang siapa, apa dan bagaimana Yesus Kristus itu, yang berisi cinta, pemujaan, keintiman, keakraban, penyembahan, kepercayaan, keyakinan, pengakuan, kerinduan, harapan, doa-doa, pujian, gelora komitmen, dan tafakur atau refleksi yang tak pernah habis, terhadap Yesus Kristus.

Pada waktu kristologi dirumuskan, rumusannya dapat memakai wadah jenis sastra apapun, misalnya kisah-kisah yang dikenal sebagai injil, kumpulan ucapan-ucapannya, atau himpunan riwayat tindakan dan perbuatannya, metafora linguistik, dan juga lewat berbagai wujud karya senibudaya, dll. Ketika disusun, setiap penyusun kristologi perdana dengan bebas memakai dan meminjam banyak hal, misalnya ide-ide, gambaran-gambaran, ikon-ikon, simbol-simbol, figur-figur, kisah-kisah, pemikiran filosofis, kearifan lokal, dari sastra-sastra lain yang lazim ditemukan dan digunakan di dunia pagan Laut Tengah kuno dalam abad-abad pertama M di berbagai kawasan yang memiliki kekhasan dan persoalan sosiokuktural, sosioantropologis dan sosiopolitis sendiri-sendiri.

Alhasil, kristologi itu tidak satu meskipun sosok Yesus orang Nazareth sebagai sosok sejarah cuma ada satu. Ada banyak kristologi, dan hingga di abad ke-21 ini kristologi-kristologi yang baru terus disusun dan dikiprahkan di sangat banyak tempat dan di era yang berbeda.

Perlu diketahui, renungan-renungan kristologis yang luas dan dalam dari banyak kristolog, dulu dan kini, telah menghasilkan buku-buku tebal multijilid yang bisa melelahkan otak dan tubuh jika mau dibaca lengkap dan runtut dari halaman 1 hingga halaman akhir 2017. Kita tahu, di zaman modern yang diwarnai dengan membanjirnya buku-buku baru dalam satu bulan, orang tidak akan sempat lagi membaca detail satu buku dari halaman 1 sampai tuntas halaman 2017, apalagi jika topik kajiannya membutuhkan buku setebal itu berjilid-jilid.

Itulah kekuatan kristologi-kristologi Kristen sedunia: tidak dikurung di masa kelahiran kekristenan dan tidak dipasung di Timteng kuno dan di kawasan Laut Tengah zaman kuno. Tetapi terus-menerus Yesus Kristus dibuat lahir kembali dalam palungan-palungan masyarakat-masyarakat dan bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa yang berbeda-beda dari satu zaman ke zaman lain, dari satu kawasan ke kawasan lain, dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Kekristenan dan kebudayaan tidak berkonfrontasi satu sama lain, tapi saling merangkul dan memberi warna.

Yesus lahir sebagai bayi Papua. Ditemani sejumlah orang, dan juga oleh seekor babi hutan dan seekor burung kasuari. Seorang perempuan tanpa BH juga ikut melawat bayi kudus Yesus orang Papua. Bunda Maria memakai rok merang, sementara menggendong bayi Yesus Papua. Sebagai sang pelindung, Yusuf berdiri tegap di belakang Maria sambil memegang sebuah tombak Papua. Credit @ Rahail Izak Martinus.
Yesus lahir sebagai bayi Papua. Ditemani sejumlah orang, dan juga oleh seekor babi hutan dan seekor burung kasuari. Seorang perempuan tanpa BH juga ikut melawat bayi kudus Yesus orang Papua. Bunda Maria memakai rok merang, sementara menggendong bayi Yesus Papua. Sebagai sang pelindung, Yusuf berdiri tegap di belakang Maria sambil memegang sebuah tombak Papua. Credit @ Rahail Izak Martinus.
Kristologi Natal adalah salah satu saja dari beranekaragam kristologi lain yang ada dalam Alkitab Perjanjian Baru. Kisah kristologis Natal hanya ada dalam Injil Matius dan Injil Lukas, dan kisah-kisah Natal dalam dua injil ini tidak sama. Penulis Injil Markus sebagai injil tertua (ditulis tahun 70 M) tidak merasa perlu memuat kisah Natal, berbeda dari penulis Injil Matius dan penulis Injil Lukas (keduanya ditulis sekitar tahun 80-85 M). Penulis injil yang keempat, Injil Yohanes (ditulis dalam dasawarsa terakhir abad 1 M), juga tidak memuat kisah kelahiran Yesus di dalam injilnya, dan sebagai gantinya injil ini dibuka dengan kisah protologis, yaitu kisah iman tentang hal-hal yang ada “pada mulanya” (Yunani: en arkhee).

Ada banyak kristologi, sejak zaman Perjanjian Baru ditulis, hingga abad ke-21. Ketika semua kristologi dibangun, termasuk kristologi Natal, Yesus dari Nazareth yang menjadi subjek kristologi, sudah lama wafat, tidak ada lagi dalam dunia ini. Semua kristologi Natal dalam Perjanjian Baru yang paling awal pun bukan biologi, bukan ginekologi, bukan genetika, bukan sejarah murni. Ada fakta-fakta sejarah, tapi sudah terpadu dengan kepercayaan-kepercayaan, kearifan-kearifan lokal, doktrin-doktrin ideologis, bahasa-bahasa cinta, keintiman-keintiman, sanjungan-sanjungan, pemujaan-pemujaan, harapan-harapan, doa-doa, dan juga propaganda misiologis.

Ketika diberitakan dalam kisah-kisah Natal Perjanjian Baru bahwa INSAN Bunda Maria mengandung janin Yesus meskipun dia tidak punya seorang suami, kisah-kisah ini sama sekali bukan catatan-catatan medis seorang dokter kandungan atau ginekolog atau ibu bidan tentang Bunda Maria. Kisah-kisah itu adalah kristologi yang pesannya jelas betul, dan tidak asing bagi orang yang hidup di Laut Tengah kuno pada abad-abad pertama Masehi: Yesus sejak dikandung adalah sosok yang suci. Roh Kudus sumbernya. Yesus ada dalam dunia karena Allah, bukan manusia, yang berinisiatif, dus Yesus berasal dari Tuhan Allah.

Memakai ungkapan prolog Injil Yohanes, diberitakan bahwa Yesus berasal dari surga, yang dari kebersamaannya dengan Allah di surga sejak “pada mulanya”, Yesus datang atau turun ke dalam dunia sebagai Sang Kalam (Yunani: ho logos) yang menjelma atau menitis sebagai manusia, “menjadi daging” (Yunani: sarks egeneto). Ini dikenal sebagai teologi inkarnasi.

Tentu saja, inkarnasi (Latin: “incarnatio”, dari gabungan dua kata “in-caro”, artinya “di dalam daging”) tidak masuk kategori wilayah sains, jadi tidak bisa diperdebatkan secara ilmiah. Banyak orang yang menerima kristologi inkarnasi mengalami kesulitan ketika mau menerangkan keyakinan mereka ini kepada orang dari keyakinan lain yang menolak kepercayaan bahwa Allah yang adikodrati, yang transenden, terlibat dalam urusan manusia, apalagi MENJADI MANUSIA yang bernama Yesus.

Sebetulnya tidak sulit untuk menggambarkan inkarnasi sejauh kita memperlakukan bahasa inkarnasional sebagai bahasa metaforis, bukan bahasa sains. Begini, misalnya: Karena dipercaya Allah itu cinta kasih, maka Yesus menjadi inkarnasi Allah karena di dalam dan lewat kehidupan Yesus orang Nazareth itu orang melihat dan mengalami cinta kasih Allah dengan REAL, PENUH, TERCERAP OLEH LIMA INDRA (inilah maksud kata “empiris”), FAKTUAL dan OBJEKTIF.

Dus, secara fungsional Yesus memang betul inkarnasi Tuhan Allah, karena lewat sosok Yesus yang REAL, EMPIRIS, FAKTUAL dan OBJEKTIF, kasih Allah ditemukan dan dialami sebagai suatu realitas objektif. Apapun latarbelakang religiokultural dan politis anda, pastilah anda tahu dan bisa membedakan mana cinta kasih dan mana kebencian yang sedang diperlihatkan dan dilakukan seseorang kepada orang lain atau kepada anda sendiri. Patut diperhatikan, teologi inkarnasi ini tidak membuat penganutnya jadi jahat dan brutal, tapi justru terdorong untuk menyayangi semua orang dan berbuat bajik dan rahmani dan rahimi, sesuai dengan sifat Allah dan Yesus sebagai penjelmaan Allah.

Sekali lagi, hal-hal yang baru saya ungkap dalam beberapa alinea di atas adalah bahasa teologis atau lebih tepat METAFORA TEOLOGIS, yang berfungsi untuk menghubungkan kawasan surga dengan kawasan dunia insani, lewat Roh Kudus via Bunda Maria atau lewat Sang Kalam yang menjelma. Itu bukan terma-terma biologis atau ginekologis atau genetis.

Sesuai dengan arti harfiahnya, “metafora” teologis menghubungkan satu kawasan (ilahi) dengan kawasan lainnya (yang kodrati), atau membawa manusia dari kawasan dunia kodrati ke kawasan adikodrati, dan sebaliknya: Allah datang dan masuk ke dalam dunia manusia. Metafora itu ibarat sebuah kendaraan, yang menempuh trayek pulang pergi, pergi pulang.

Dalam menyusun metafora teologis ini, tidak ada pikiran sama sekali dulu dan kini, bahwa Allah hamil, atau Allah membuntingi Bunda Maria, dan juga tidak pernah ada pertanyaan yang ganjil bahwa jikalau Tuhan hamil untuk kemudian beranak atau melahirkan Anak Tuhan, maka siapa bidannya. Sungguh, pikiran dan pertanyaan ini ANEH dan GANJIL, TIDAK PADA TEMPATNYA dan SALAH SECARA KATEGORIS.

Dus, runyam, runyam jadinya, ketika pertanyaan di atas yang ganjil itu dilontar ke publik oleh orang, siapapun mereka, yang sangat tampak tidak memahami karakteristik esensial semua metafora teologis. Kalau ada peluang, belajar lagi deh hingga ke negeri China, malah hingga ke dunia antarbintang.

Akhirulkalam, saya perlu mengatakan sesuatu yang sudah sangat lumrah. Jika kita berbicara tentang Bunda Maria, INSAN perempuan yang sedang hamil tua, dan segera mau bersalin untuk melahirkan seorang bayi manusia, sosok berdaging, ke dalam dunia (yang ketika sudah besar, dan khususnya setelah kematiannya, diberi banyak gelar kristologis), tentu persalinannya dibantu beberapa orang, termasuk seorang bidan. Ini hal yang sangat lumrah. Juga kalau ditanya, siapa bidan persalinan INSAN Bunda Maria, ini pertanyaan yang lumrah juga, tapi ya tidak ada yang tahu jawabannya.

Tapi kalau yang dipersoalkan adalah TUHAN ALLAH YANG HAMIL untuk akhirnya BERANAK atau MELAHIRKAN ANAK TUHAN, lalu orang yang mempersoalkannya bertanya SIAPA BIDANNYA, kesimpulannya sudah jelas: orang itu tidak paham esensi metafora kristologis atau bahasa metaforis teologis, dan telah memperlakukan kristologi sebagai biologi, dus TELAH MELAKUKAN SUATU KESALAHAN KATEGORIS. 

Begitu saja. Semoga semua makhluk sejahtera dan saling memberi kehidupan.

Salam,

8 Januari 2017

Di musim dingin yang menghangatkan hati dan pikiran

ioanes rakhmat

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun