Ambil satu contoh. Pancasila NKRI itu ideologi. Kebenaran dan keabsahan Pancasila tidak dibuktikan lewat mikroskop atau lewat tes kehamilan atau tes DNA, pendek kata: tidak lewat biologi dan ginekologi atau genetika.
Pancasila menjadi ideologi yang benar dan sah bagi NKRI dibuktikan dengan cara lain: yakni, paling tidak, memastikan keabsahan sidang yang dulu pertama kali menetapkannya sebagai ideologi NKRI, dan menunjukkan efektivitas dan kekuatannya untuk selama berpuluh-puluh tahun hingga kini menjadi ideologi pengikat dan pemersatu bangsa Indonesia yang secara sosiokultural dan sosiopolitik majemuk. Hanya para pengkhianat bangsa dan pembenci nasionalisme keindonesiaan yang menolak ideologi Pancasila.
Karena efektif menjadi landasan kehidupan yang berbhinnekatunggalika dalam wadah NKRI, maka Pancasila bukan saja ideologi yang absah, tapi juga ideologi yang benar dan fungsional bagi NKRI. OK ya, cukup segitu saja dulu dengan Pancasila.
Tapi kalau seorang perempuan mau hamil atau sedang hamil, untuk memastikan apakah dia bisa hamil atau sedang hamil, maka orang masuk ke BIOLOGI dan bidang-bidang ilmu lain yang berkaitan yang dibutuhkan (misalnya ilmu medik, ilmu pengobatan, genetika, ginekologi, dll).
Berbagai test kehamilan atau test peringkat kemampuan hamil harus dijalankan dengan memakai bermacam-macam instrumen dan media, ada yang murah dan ada yang mahal biaya pemakaiannya. Kalau mau tahu lagi sebelum hari kelahiran tiba apakah janin yang sedang berkembang itu betul-betul sehat, atau mau tahu jenis kelaminnya apa, ya biasanya mesin USG dipakai untuk mendapatkan citra USG dari kondisi rahim si ibu dan janin yang ada di dalamnya (termasuk jenis kelaminnya yang tidak selalu tepat ditafsir seorang dokter kandungan atau ginekolog) yang akan berkembang bertahap untuk akhirnya, setelah 9 bulan ada dalam rahim, dilahirkan.
Kalau sang suami ragu bahwa bayi yang sudah memberojol keluar dari liang rahim isterinya betul darah dagingnya sendiri, ya test yang jauh lebih rumit dan berbiaya mahal, yakni test DNA, harus dijalankan, dengan harapan rumahtangga pasangan suami-isteri ini tidak akan hancur apapun hasil test DNA-nya.
Nah, kristologi bukan biologi, bukan ginekologi, bukan ilmu kedokteran kandungan, juga bukan ilmu kebidanan, juga bukan genetika.
Biologi dan ginekologi dan genetika itu sains, ilmu pengetahuan empiris; orang-orang yang mendalami dan mengembangkan ilmu-ilmu ini, dan biasanya sudah menyelesaikan studi doktor lalu meraih gelar akademik Ph.D. (doctor of philosophy), disebut sebagai para ilmuwan atau saintis, “scientists”.
Gelar Ph.D. sendiri tidak tunggal. Ada Ph.D. di bidang fisika, di bidang kimia, di bidang kosmologi, di bidang matematika, dst di bidang-bidang ilmu lain yang lazimnya digolongkan sebagai IPA atau “natural sciences”. Tapi ada juga Ph.D. di luar bidang-bidang keilmuwan yang sudah disebutkan itu.
Universitas-universitas di luar negeri yang punya fakultas teologi atau fakultas kajian lintasilmu terhadap agama juga ada yang memberi gelar Ph.D. kepada mahasiswa yang sudah menyelesaikan studi doktor mereka di situ dalam rentang waktu 4 hingga 6 tahun.
Tetapi gelar Ph.D. bukan sebuah penjamin bahwa para penyandangnya adalah ilmuwan atau saintis. Banyak penyandang gelar Ph.D. akademik sebetulnya, menyedihkan sekali, cuma pantas bekerja di perusahaan PHD, Pizza Hut Delivery, bagian pengantaran pesanan.