Mohon tunggu...
ioanes rakhmat
ioanes rakhmat Mohon Tunggu... Penulis - Science and culture observer

Our thoughts are fallible. We therefore should go on thinking from various perspectives. We will never arrive at final definitive truths. All truths are alive, and therefore give life, strength and joy for all.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sekitar Teks Al-Maidah 51: Apa Akar Soalnya?

9 Oktober 2016   20:28 Diperbarui: 10 Oktober 2016   19:55 2039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penting dicatat, pernyataan bahwa sebuah pesan teks “datang langsung dari Allah” adalah sebuah ide yang dipercaya saja, tidak dapat dibuktikan, tapi sudah tertanam dalam otak nyaris setiap anggota umat semua agama. Ini adalah suatu ide umum yang dipegang dan dipercaya oleh seluruh agama yang diklaim sebagai agama dari langit, agama-agama samawi, agama-agama wangsit.

Jika begitu, dari mana makna teks itu muncul? Makna teks-teks kitab suci apapun muncul tidak murni dari dunia kuno atau dari langit, tapi dari interaksi teks-teks tersebut dengan manusia, dulu, kini maupun di era yang mendatang, di setiap bagian dunia. Karena setiap masyarakat berjalan menurut suatu sistem yang ditetapkan bersama, yang kita sebut sistem sosial, maka makna kata-kata dan kalimat-kalimat dalam semua kegiatan komunikasi sosial masyarakat apapun selalu diberi oleh sistem sosial.

Jadi, mengenali dan memahami sistem sosial suatu masyarakat sangat diperlukan jika kita mau menemukan makna kata-kata dan kalimat-kalimat dalam komunikasi-komunikasi sosial yang berlangsung di dalam masyarakat itu. Sebaliknya juga betul: kata-kata dan kalimat-kalimat juga menggambarkan atau mencerminkan suatu sistem sosial masyarakat pemakai satu atau lebih bahasa. Dan ingatlah, semua sistem sosial selalu berubah, dinamis, tidak statis. Dengan begitu, makna kata dan kalimat juga tidak pernah diam, murni, tapi selalu dinamis, berinteraksi, berubah.

WNI abad ke-21 dipisah jurang sejarah dan jurang sosiobudaya yang lebar dan dalam dari para penulis kitab-kitab suci zaman kuno di manapun. Jurang sejarah yang berabad-abad lebarnya dan jurang curam sosiobudaya membuat makna murni teks suci apapun untuk abad ke-21 di NKRI tidak pernah ada. Waktu yang berjalan, dan kebudayaan yang berubah dan berkembang, membuat segala sesuatu, termasuk makna kata dan kalimat, terus berubah dan bergeser atau berganti.

Karena makna atau pesan murni teks suci apapun untuk Indonesia abad ke-21 tidak ada, maka akibatnya mudah sekali teks suci apapun digunakan semau-maunya oleh pihak-pihak manapun. Penggunaan teks-teks suci semaunya demi melegitimasi kepentingan sosio-religiopolitik sudah banyak terjadi di semua agama, dulu, kini dan seterusnya (selama agama-agama masih ada).

Jadi, sama sekali tidak mengejutkan jika ada teks-teks suci yang oleh manusia-manusia kerdil diolah begitu rupa untuk bisa melegitimasi perbudakan manusia, untuk menggerakkan perang, untuk menebar fitnah, untuk meraup uang dan kekayaan tanpa batas, atau untuk meninabobo manusia dan menghilangkan kesadaran kritis mereka, dengan kata lain: untuk mencuci otak. Sudah banyak kajian ilmiah yang membeberkan fakta-fakta yang menyedihkan ini.

Hal yang mengagetkan adalah ini: Jika dalam suatu negara modern yang demokratis dan majemuk seperti NKRI, pemakaian dan pengolahan teks-teks suci untuk tujuan-tujuan tidak baik masih ada, dan dibiarkan terus.

What next, then? Supaya kitab suci apapun dapat membantu manusia untuk hidup lebih baik dan peradaban bergerak maju, memahami kitab-kitab suci dengan metode ilmiah tidak terhindar. Suatu keniscayaan!

Menafsir teks-teks suci dengan bertanggungjawab dan profesional harus melibatkan interaksi kreatif berbagai disiplin ilmu pengetahuan, yang kemudian dibuat berkonvergensi menurut prosedur keilmuwan. Pendekatan keilmuwan ini memerlukan ilmu sejarah, ilmu politik, arkeologi, linguistik, filologi, semantik, etimologi, antropologi, kritik sastra, beranekaragam sosiologi, hermeneutik, dll., untuk memahami teks-teks suci kuno.

Interaksi dan konvergensi berbagai disiplin ilmu ini perlu untuk menghindari penggunaan dan manipulasi teks-teks suci yang dilakukan semena-mena. Barangsiapa mencintai kitab sucinya, orang ini akan memakai berbagai ilmu pengetahuan yang memadai untuk memahaminya. Cinta kepada Tuhan Allah membuat orang cinta kepada ilmu pengetahuan. Tidak mungkin seorang yang mengasihi Tuhan Allah akan membenci dan mencurigai ilmu pengetahuan. Allah itu mahatahu; karena itu, segala ilmu pengetahuan adalah jalan-jalan mulia untuk masuk ke pengetahuan-pengetahuan Tuhan yang tanpa batas dan tanpa akhir.

Ilmu pengetahuan, bukan politik kotor, menuntun kita untuk dapat mendengar apa firman Tuhan tempo dulu di sana (yang ditemukan lewat media ilmu pengetahuan), dan apa firman Tuhan di masa kini dalam NKRI di sini (yang juga ditemukan lewat perantara ilmu pengetahuan). Tanpa pengetahuan yang benar, kita akan nyasar berjalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun